Makalah Akhlak Mencaci

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

                                                                                         Oktober 2014
                                                                                                Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C.     Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mencaci ................................................................................... 3
B.     Hukum Mencaci ........................................................................................ 3
C.     Anjuran Bagi Orang yang Suka Mencaci .................................................. 7
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 9

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Lidah memiliki urgensi yang tinggi, karena lidah dapat membawa seseorang ke surga Allah bila digunakan untuk taat kepada-Nya. Sebaliknya lidah dapat menjerumuskan seseorang ke dalam neraka jika digunakan untuk maksiat kepada Allah.
Sahl bin Sa’id berkata, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang menjamin untukka apa yang ada diantara dua jenggutnya dan dua kakinya maka aku menjamin untuknya surga.” (HR Bukhari).
Dari Barro’ bin ‘Azib, ia berkata, seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah saw seraya berkata, “Tunjukkanlah kepadaku amal perbuatan yang dapat memasukkan diriku ke dalam surga.” Nabi saw bersabda, “Berilah makan orang yang lapar, berilah minum orang yang haus, perintahkan yang ma’ruf dan cegahlah yang munkar. Jika kamu tidak sanggup maka tahanlah lidahmu kecuali dari kebaikan.” (HR Ibnu Abid Dunya dengan sanad jayyid).
Allah swt berfirman, “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat yang ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (An-Nisa’ :114).
Sesungguhnya perkataan terbagi dalam empat bagian, perkataan yang berbahaya sepenuhnya, perkataan yang mengnadung manfaat dan bahaya (kedua perkataan ini harus ditinggalkan), dan perkataan yang tidak mengandung bahaya dan tidak mengandung manfaat (menyibukkan diri dengannya berarti menyia-nyiakan waktu dan berakibat beratnya hisab), serta perkataan yang bermanfaat sepenuhnya.
Akhlak merupakan salah satu pegangan hidup kita. Dengan demikian,baik buruknya hidup kita di tentukan oleh akhlak kita. Apabila akhlak kita baik,insya alloh hidup kita akan baik dan bahagia di dunia maupun di akhirat. Namun tidak sedikit orang yang masih tidak mengetahui akhlak-akhlak yang mungkin tidak pantas untuk di perbuat. Di antaranya Mencaci,Ghibah dan Namimah.
Mencaci adalah suatu perbutan tercela yang tidak disukai oleh Allah swt,karena mencaci ini sama saja dengan menyakiti orang lain, baik itu dengan ucapan atau mengeluarkan kata-kata yang mengandung  makian dan hinaan kepada orang lain. Sedangkan Allah tidak menyukai umatnya yang saling menyakiti antar sesama muslim. Dan Allah pun berfirman di dalam QS.Al-hujurat ayat 11 tentang larangan mencaci antar sesama.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud mencaci?
2.      Bagaimana hukum mencaci?
3.      Apa anjuran bagi orang yang suka mencaci?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian mencaci.
2.      Untuk mengetahui hukum mencaci.
3.      Untuk mengetahui anjuran bagi orang yang suka mencaci.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Mencaci
Memaki berarti mengatakan seseorang dengan perkataan yang tidak baik seperti memanggil seseorang dengan panggilan/ julukan yang tidak patut, suatu perbuatan yang bisa memperkeruh suasana persaudaraan sesama muslim, sehingga bisa menimbulkan tuduh-menduh dan panas-memanasi atau bisa juga dengan menyebut-nyebut kejelekannya di hadapan orang yang bersangkutan secara langsung. Bahkan dikatakan mengejek pula bila seseorang mengatakan jelek di hadapan orang lain dengan nada sindiran dan orang yang diejek merasa bahwa sindiran itu ditujukan kepadanya, meskipun si pencela tidak menyebutkan namanya.
Mencaci dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan "mencacat keras, mencela, memaki, menistakan, mengeluarkan perkataan yang tidak sopan". Menurut istilah mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan mengandung makian dan hinaan terhadap orang lain, baik yang masih hidup, maupun yang telah meninggal dunia.
Misalnya: suaranya kayak cumplong kok adzan di mushola! Kamu kok kurus badannya kayak cengkarangan layang-layang! Wahai si pesek! Wahai si licik! Orang kok sering sakit-sakitan!.
B.     Hukum Mencaci
Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamien telah mengatur sedemikian rupa tata krama bergaul dan berbicara dengan sesama, sebagaimana disinyalir dalam Firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 11 :
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
Larangan mencela atau mencaci terhadap sesama makhluk Allah merupakan akhlak tercela, karena mencaci ciptaan Allah, bisa saja orang yang dicaci lebih baik dari pada orang yang mencaci. Demikian pula halnya mencela atau mencaci orang yang telah meninggal dunia.
Dari Aisyah ra., Rasulullah Saw. bersabda : 
Artinya : "Jangan kalian mencaci orang yang telah mati, karena mereka telah berangkat untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka." (HR.Ahmad, al-Bukhari dan an-Nasai). 

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah Saw. bersabda : 
Artinya : "Janganlah kalian mencaci maki orang yang telah mati di antara kita, karena hal itu akan membuat sakit (menyinggung) yang masih hidup."
Sebaliknya Allah akan memberikan ampunan kepada siapa saja yang mengetahui aib seorang mayat, lalu menyembunyikannya. Aslam Abu Rafi bekas budak Nabi Saw. meriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw. bersabda :
Artinya : "Barang siapa memandikan mayat, lalu ia menyembunyikan aibnya, maka Allah akan memberikan ampunan kepadanya sebanyak empat puluh kali." (HR.Riwayat al-Hakim, dengan mengatakan shahih berdasar persyaratan Muslim).
Untuk lebih menegaskan masalah ini, ada baiknya kita perhatikan perkataan Ibnu as-Samak, seorang ulama kenamaan di masanya, beliau menegaskan "Selayaknya engkau tidak mengomentari (mencaci) saudaramu yang telah mati, karena tiga alasan, yaitu :
1.      Bisa jadi engkau menyangkanya berbuat sesuatu (keburukan) yang ternyata sama buruknya dengan yang engkau lakukan.
2.      Bisa jadi engkau mengejeknya, padahal ia telah memberikan kebaikan kepadamu (dengan mencaci atau mengejek, karena orang yang mencaci orang lain pada hakekatnya memberikan kebaikan kepada orang yang dicaci). Imam Abu Dawud di dalam Kitabul Adab dan Imam at-Tirmidzi di dalam Kitabul Janaiz menyebutkan hadits dari Mu'wiyah bin Hisyam, dari Imran bin Anas al-Makki, dari Atha' bin Umar ra. secara marfu' Nabi Saws. bersabda : "Sebutkan kebaikan-kebaikan orang yang telah mati, di antara kalian dan tahanlah lidahmu dari menyebutkan kejelekan-kejelekannya".
3.      Jika ternyata mayat yang dicaci ternyata ahli surga, maka engkau telah berdosa. Sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abi ad-Dunya dengan sanadnya sendiri : "Janganlah kalian menyebut-nyebut orang yang telah mati di antara kalian selain kebaikannya. Karena kalau ia ahli surga, maka engkau telah berbuat dosa dan kalau ia ahli neraka, maka cuku bagi mereka apa yang mereka peroleh"
Jika sebutan tersebut ditujukan kepada saudaranya seagama itu untuk menghinanya atau merendahkan martabatnya, maka perbuatan ini dikatakan memaki dan berdosa hukumnya. Hal ini berlaku untuk semua orang. Sekalipun statusnya sebagai seorang kiyai/ figur/ presiden/ camat, kalau suka menghina dosa hukumnya. Jika perbuatan ini dikekalkan maka fasiklah statusnya. Seperti sabda Rasulullah:
“Dari Ibnu Mas’ud ra. Berkata: Rasulullah SAW bersabda: Mencaci maki pada seorang Muslim berarti fasik (melanggar agama) dan memerangi orang Muslim berarti kafir” (HR. Bukhori dan Muslim).
Kafir yang dimaksud di sini/dalam hadist di atas tidak berarti kafir tiada beriman kepada Allah dan tidak membenarkan agama-Nya, namun kafir dengan arti mengingkari kewajiban memelihara persaudaraan yang baik dalam Islam.
Islam mewajibkan kepada semua umatnya untuk saling menjaga keselamatan saudaranya serta menghormati jiwanya. Bukan malah mencabik-cabik perasaannya. Bukan malah bermuka dua, di hadapan orang manis
tapi di balik tabir bermuka masam. Ada udang di balik batu, ada batu di kepalan
tangannya! Awas! Jadi, orang-orang seperti ini sangatlah berbahaya bagi
kemaslahatan hidup. Melanggar hukum Allah seperti ini berarti
kafir. Jadi, kafirnya orang membunuh saudaranya seagama Islam adalah kafir
kiasan bukan kafir 100%.
Dalam hadits yang lain, riwayat Bukhori dan Abu Dzar ra. Rasulullah SAW bersabda:
“Tiada seorang yang memaki orang lain dengan kata fasik atau kafir, melainkan kalimat itu kembali pada dirinya sendiri, jika tidak benar demikian keadaan orang yang dimaki” (Abu Hurairah ra)
 “Rasulullah SAW bersabda: Dua orang yang saling mencaci maki tepat menurut apa yang mereka katakan, dan dosanya tetap ditanggung oleh orang yang memulai selama belum dibalas oleh orang yang dimaki” (HR. Muslim).
C.    Anjuran Bagi Orang yang Suka Mencaci
Jadi, jika seandainya ada orang yang memulai berbuat cundang dan curang terhadap orang lain dengan mencaci maki, maka dia terkena hukuman dosa selama si yang dimaki belum membalasnya. Sebaliknya, orang yang dihina/ diganggu martabatnya maka akan mendapat balasan berupa pahala sabar menghadapi cobaan. Alangkah baiknya si penghina/ pencela segera bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya (taubat an nasuha), menyesali apa yang telah diperbuat dan minta maaf dengan sungguh-sungguh kepada orang yang pernah dicaci maki, kemudian berusaha untuk tidak mengulanginya lagi. 
Maka dari itu, sebagai hamba Allah yang semoga senantiasa fi sabilillah, sudah seharusnya menghindari dari sikap saling menghina/ mencaci maki di antara sesama manusia umumnya, dan sesama muslim khususnya, karena perbuatan itu merupakan pintu masuknya syetan.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Banyak dampak negatif dari perbuatan mencaci ini. Selain dapat menyakiti hati orang lain dan hal ini pun dapat menimbulkan permusuhan. Maka dari itu untuk menghindari perbuatan tersebut kita harus lebih memperkuat aqidah,bersungguh-sungguh memperbaiki diri dan intropeksi/muhasabah.
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya.”
Lidah dapat menjadikan halal yang awalnya haram, seperti akad nikah, menjadikan haram yang awalnya halal, seperti pada kasus perceraian, menjadikan seorang kafir (QS. 5 : 72) atau kembali kepada Islam, menyebabkan permusuhan bahkan peperangan. Tetapi juga dapat menjadikan damai.
Lidah yang tidak digunakan dengan cara yang semestinya dalam berbicara, dapat membangkitkan keinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. (QS. 33 : 32).
Hendaknya muslim dan muslimah mengetahui penyakit-penyakit lidah yang dapat mengakibatkannya dimurkai Allah Swt. agar ia dapat menjauhi dan menghindarinya. Penyakit-penyakit itu adalah : berbicara yang tidak berguna, berlebihan dalam berbicara, berbicara yang batil, berbantahan dan berdebat, bertengkar, berfasih-fasih dalam berbicara untuk menarik perhatian, berkata keji, jorok dan mencaci, melaknati, bernyanyi dan bersyair yang membawa kepada kemaksiatan, bersenda gurau yang berlebihan, mengejek dan mencemooh, menyebarkan rahasia, berjanji palsu, berdusta dalam perkataan dan sumpah, ghibah, menghasut (namimah), dan memberikan sanjungan yang menjerumuskan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghozali, I. 1989. Halal dan Haram. (Asyhari, Ed.). CV. Bintang Remaja. Gresik.
Asymuni, A.Y. 2005. Godaan Setan terhadap Orang-Orang Shaleh, Pintu Masuk kepada Manusia dan Cara Menyelamatkan Diri dari Setan. Ponpes Hidayatut At-Thullab. Kediri.
http://asno-dharmasraya.blogspot.com/2011/12/perilaku-tercela.html


MAKALAH AKHLAK
MENCACI


DISUSUN OLEH:
1.      AKO SUCIPTO
2.      DIANA HAFIZAH
3.      WIDIA EVANA. M
4.      RIKA PURNAMA SARI
5.      LUFIA HERAWATI
6.      NOVA APRISKA
7.      KUNCORO

PEMBIMBING:


SMA
TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Post a Comment

0 Comments