Profesi dan Pendidikan Keahlian Teknologi Pendidikan



Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan salah satu hasil produktivitas dari manusia yang memiliki pengetahuan yang didapat dari pendidikan. Dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan manusia sehingga diharapkan manusia – manusia tersebut perlu mendalami untuk mengambil manfaatnya secara optimal dan mereduksi implikasi negatif yang ada. Mendalami serta mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin dilakukan oleh semua manusia dalam
kapasitas dan dengan waktu yang sama. Keterbatasan manusia dan waktu tersebut menuntut adanya spesialisasi.

Pendidikan sebagai suatu ilmu, teknologi dan profesi tidak luput dari gejala perkembangan itu. Kalau semula hanya orang tua yang bertindak sebagai pendidik, kemudian kita kenal profesi guru yang diberi tanggung jawab mendidik. Sekarang ini secara konseptual maupun legal telah dikenal dan ditentukan sejumlah keahlian khusus, jabatan dan atau profesi yang termasuk dalam kategori tenaga kependidikan.
Tenaga pendidik dikelilingi oleh sejumlah tenaga yang dapat dibedakan dalam empat kategori yaitu penyelenggara, peneliti,pengembang dan pengelola. Keempat kategori tenaga ini mempunyai fungsi utama menunjang pelaksanaan tugas tenaga pendidik
a. Definisi teknologi pendidikan
Tumbuh dan berkembangnya suatu konsep tidak akan terlepas dari konteks dimana konsep itu akan tumbuh. Setiap konsep tentu memerlukan ’istilah’ atau ’nama’ yang diciptakan sebagai lambang untuk mengidentifikasikan konsep yang dimaksud dan untuk mengkomunikasikan gagasan yang ada didalamnya.
Teknologi pendidikan sebagai disiplin ilmu, pada awalnmya berkembang sebagai bidang kajian di Amerika Serikat. Kalau mengacu pada konsep teknologi sebagai cara, maka awal perkembangan teknologi pendidikan dapat dikatakan telah ada sejak awal peradaban. Usaha untuk merumuskan definisi Teknologi pendidikan secara terorganisasi dimulai sejak tahun 1960. definisi tersebut telah beberapa kali diperbaharui, dan tiap kali diberi arah baru bagi bidang tersebut. Hasil analisis bersama ini menghasilkan definisi bidang tahun 1994 yaitu :
Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain,pengembangan,pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber belajar.
Definisi 1994 mengenal baik tradisi bidang yang berlaku sekarang maupun kecenderungannya untuk masa depan. Definisi 1994 pun memberi tempat pada adanya keragaman dan spesialisasi seperti yang ada sekarang, selain juga menggabungkan unsur-unsur definisi dan kawasan bidang yang tradisonal. Tiap kawasan dari bidang memberikan sumbangan pada teori dan praktek yang menjadi landasan profesi.
b. Profesi
karakteristik
Finn ( 1953 ) yang dikutip dari www/http://en.wikibook. org/w/indeks.php?title=evaluaion_of_IT_as_profession dalam buku Professionalizing the audio-visual field menjelaskan tentang beberapa karakteristik dari profesi adalah , adanya : (1) suatu teknik intelektual ; (2) aplikasi teknik tersebut, yang terkait dengan urusan praktis manusia ; (3) pelatihan dengan periode waktu yang lama, sebelum memasuki profesi tersebut ; (4) suatu perkumpulan anggota profesi yang tergabung dalam sebuah badan dengan satu komunikasi bermutu tinggi antar anggota anggotanya ; (5) satu rangkaian pernyataan kode etik dan standar yang disepakati ; (6) pengembangan teori intelektual dengan penelitian yang terorganisasi. Dari enam karakteristik diatas maka Teknologi Pendidikan dapat digolongkan sebagai suatu profesi karena memiliki : Teknik intelektual , praktek aplikasi dari teknik tersebut, pelatihan dengan periode waktu yang panjang, asosiasi & komunikasi antar anggotanya,kode etik & standar, teori intelektual & penelitian.
c. Kompetensi
Kompetensi didefinisikan sebagai kualitas untuk menjadi kompeten; seperti memiliki ketrampilan,pengetahuan,pengalaman yang cukup atau pantas, atau memiliki kualifikasi untuk melaksanakan suatu tugas.(Harris,Guthrie,Hobart&Lundberg,1995; Spector& de la Teja, 2001)
Beberapa penggunaan terminologi berbeda tentang kompetensi diantaranya : kompetensi kunci/key competencies (australia), ketrampilan inti/core skills (UK), ketrampilan penting/essential skills (selandia baru). Di australia kompetensi adalah bingkai dari perspektif tentang harapan terhadap karyawan untuk dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya pada berbagai kondisi.(Haris et.al)
Lebih spesifik pada bidang TP, definisi kompetensi yang diusulkan oleh International Board of Standards for Training,Performance and Instruction (IBSTPI,2003) adalah “pengetahuan,ketrampilan atau sikap yang memungkinkan seseorang dalam melaksanakan aktifitasnya dengan efisien sesuai dengan pekerjaannya atau fungsinya sebagaimana standar yang diharapkan dalam ketenaga kerjaan”.
Sejarah penyusunan kompetensi TP :
AECT
1973 : 23 kompetensi
AECT,NSPI,ASTD
1981 : 16 kompetensi
1983 kesepakatan ide dalam penyusunan kompetensi (ID Certification) diantaranya :
• Kompetensi harus merefleksikan ketrampilan dari profesi desainer pembelajaran/pelatihan terkait pekerjaan,posisi,gelar,dan tingkat pendidikan mereka
• Kompetensi harus berorientasi pada kinerja dibanding orientasi akademik
• Walaupun beberapa situasi ketenagakerjaan membuat para desainer tidak dapat melatih semua kompetensinya, namun ia harus tetap dapat memenuhi sebagian besar(walaupun tidak semua) kompetensi
• Kompetensi harus merefleksikan pengalaman keahlian, profesional desainer yang membedakan dengan pelajar, pengikut pelatihan atau desainer tingkat awal
IBSTPI membagi kompetensi dalam 4 peran utama : Desainer pembelajaran, Manajer pelatihan, Instuktur dan performance technologist
d. Pendidikan Keahlian Teknologi Pendidikan
Teknologi Pendidikan hanya mungkin dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik bilamana ada tenaga yang menanganinya. Mereka itu adalah tenaga terampil,mahir dan atau ahli dalam melaksanakan kegiatan.
Pendidikan dan latihan keahlian teknologi pendidikan telah dimulai sejak akhir 1950-an dengan mengirim tenaga keluar negeri. Pendidikan dan keahlian semakin mendapat perhatian sejak awal Orde Baru dengan bantuan dari UNDP/UNESCO dan pemerintah Amerika Serikat.
Tenaga ahli yang telah dididik diluar negeri tersebut kemudian diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan keahlian didalam negeri. Program akademik jenjang S1 (sarjana) dengan keahlian teknologi pendidikan dibuka di IKIP Jakarta pada tahun 1976. dua tahun kemudian dibuka pendidikan keahlian pada jenjang S2 ( Magister)dan S3 ( doktor) Teknologi Pendidikan. Pada Tahun 1979 pendidikan keahlian teknologi pendidikan pada jenjang S1 diselenggarakan ditujuh IKIP ( Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan UjungPandang). Pada jenjang pasca sarjana selain di IKIP Jakarta juga di IKIP Malang. Pendidikan ini secara umum ditujukan untuk menghasilkan tenaga profesi teknologi pendidikan yang bergerak dan berkarya dalam seluruh bidang pendidikan, dan mengusahakan terciptanya keseimbangan dan keselarasan hubungan dengan profesi lain, untuk terwujudkannya gagasan dasar perkembangan tiap individu pribadi manusia Indonesia Seutuhnya.
Pendidikan keahlian Teknologi Pendidikan pada jenjang sarjana S1 ditujukan untuk penguasaan kemampuan :
1. Memahami landasan teori/riset an aplikasi teknologi pendidikan.
2. Merancang pola instruksional
3. Memproduksi media pendidikan
4. Mengevaluasi program dan produk instruksional
5. Mengelola Media dan sarana belajar
6. Memanfaatkan sarana,media,dan teknik instruksional
7. Menyebarkan informasi dan produk teknologi pendidikan
8. Mengoperasikan sendiri dan melatih orang lain dalam mengoperasikan peralatan audiovisual.
Pada Jenjang S2 kompetensi lulusan adalah sebagai berikut :
1. Menerapkan pendekatan sistem dalam rangka pengembangan pembelajaran, baik pada tingkat mikro/kelas maupun dalam konteks pendidikan maupun latihan.
2. Merencanakan kurikulum, pemilihan strategi pembelajaran, serta penilaian pelaksanaannya.
3. Merancang, memproduksi, dan menilai bahan bahan pembelajaran.
4. Mengelola Lembaga sumber belajar.
5. Melatih dan mendidik orang lain dalam berbagai aspek teknologi pendidikan.
6. Menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan.
Sedangkan pada jenjang S3 adalah sebagai berikut :
1. Mampu mengkaji dan menganalisis teori/konsep dan temuan penelitian dibidang instruksional dan meramunya menjadi sutau teori/konsep pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik budaya Indonesia.
2. Mampu mengidentifikasikan dan mengkaji kebijakan pendidikan dan masalah pelaksanaannya, dan menselaraskannya dengan perkembangan IPTEK dan SOSEKBUD.
3. Mampu melaksanakan sendiri dan memimpin kegiatan penelitian dan pengembangan, baik untuk menguji teori instruksional, maupun menghasilkan inovasi dalam proses dan sistem pendidikan
b. Pekerjaan Teknolog Pendidikan
Pekerjaan para teknolog pendidikan biasanya ditentukan oleh struktur dan tujuan dari lingkungan kerja tertentu dengan merujuk aturan dan pola jabatan dalam lembaga tersebut. Seal dan Glasgow ( 1990 ) menguraikan pangsa pasar kerja dengan membedakan dua peran yaitu penelliti dan praktisi. Lingkup teknologi pendidikan yang sangat luas tidak memungkinkan seseorang untuk menguasai keahlian dalam setiap kegiatan dalam kawasan. Keadaan ini berlaku bagi peneliti maupun praktisi. Kebanyakan teknolog pendidikan mempunyai pekerjaan yang menuntut keahlian khusus dalam satu atau dua bidang, misalnya desain dan pengembangan teknologi tertentu atau pemanfaatan media.
Dalam gambar dibawah ini , Seels dan Glaslow ( 1990 ) menunjukkan konseptualisasi peranan perancang pembelajaran secara menyeluruh.
Dalam gambar diatas dijelaskan peranan sebagai fungsi kategori utama pekerjaan, lingkungan kerja, dan bentuk produk yang dihasilkan.
c. Tugas Pokok Ahli Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan sendiri dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu sebagai suatu bidang keilmuan, sebagai suatu bidang garapan dan sebagai suatu profesi. Meskipun demikian ketiga perspektif itu berlandaskan pada falsafah yang sama yaitu, membelajarkan semua orang sesuai dengan potensinya masing masing, dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar baik yang sudah ada maupun yang sengaja dibuat, serta memperhatikan keselarasan dengan kondisi lingkungan dan tujuan pembangunan agar tercapai masyarakat yang dinamik dan harmonis.
Berdasarkan konsepsi teknologi pendidikan tugas pokok ahli teknologi pendidikan itu dikategorikan sebagai berikut :
1. Menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan, terutama untuk mengatasi masalah belajar   dimana saja.
2. Merancang program dan sistem instruksional
3. Memproduksi media pendidikan
4. Memilih dan memanfaatkan media pendidikan
5. Memilih dan memanfaatkan berbagai sumber belajar
6. Mengelola kegiatan belajar dan instruksional yang kreatif
7. Memperhatikan perkembangan teknologi dan dampaknya dalam pendidikan
8. Mengelola organisasi dan personel yang melaksanakan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan teknologi pendidikan
9. Merencanakan, melaksanakan dan menafsirkan penelitian dalam bidangnya dan dalam bidang lain yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.
10. Penyusunan rumusan kebijakan dalam bidang teknologi pembelajaran
Dalam konsep tenaga profesi teknologi pendidikan yang saat ini sedang diusulkan pengakuannya oleh pemerintah, dikenal perjenjangan.
Usulan jabatan fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan menjabarkan peringkat profesi dalam 13 jenjang, mulai dari assisten Pengembang Teknologi Pendidikan Pratama hingga Pengembang Teknologi Pendidikan Utama. Perjenjangan ini dilengkapi dengan persyaratan pendidikan dan pelatihan.
g. Organisasi Profesi
Di Indonesia, tenaga profesi itu terhimpun dalam wadah Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia ( IPTPI ) yayng didirikan pada tanggal 27 September 1987. Dasar pertimbangan pendirian organisasai profesi adalah karena makin kompleksnya usaha pendidikan ( termasuk penyuluhan dan pembinaan ) sumber daya manusia, sehingga dirasa perlu adanya forum profesi untuk saling bertukar pengalaman, peningkatan kemampuan dan untuk menjaga keselarasan antara perkembangan IPTEK dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan belajar.
Visi dan misi
Dengan semangat kemitraan menjadi suatu lembaga yang tanggap dan tangguh dalam memberdayakan pemelajar ( learner ), melalui kegiatan merancang, mengembangkan, melaksanakan, menilai dan mengelola proses serta sumber belajar
Misi
IPTPI mempunyai misi memimpin, memberikan keteladan dan kepemimpinan dalam pengembangkan dan peningkatan profesionalitas para anggotanya, agar mereka mampu untuk memberdayakan peserta didik/warga belajar, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi belajar, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta kondisi dan lingkungan, sehingga peserta didik/warga belajar tersebut mampu menguasai kompetensi yang diperlukan, serta meningkatkan kinerja dan produktivitasnya.
Tujuan
Menghimpun sumber daya untuk menyumbangkn tenaga dan pikiran bagi pengembangan teknologi pendidikan sebagai suatu teori, bidang dan profesi di tanah air, bagi pembedayaan peserta didik/warga belajar serta kemanfaatannya bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Program
1. Menyebarkan konsep, prinsip dan prosedur teknologi pendidikan ke seluruh lembaga pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
2. Menyebarkan aplikasi teknologi pendidikan kepada masyarakat dengan maksud agar tiap warga negara mendapatkan pengajaran seumur hidup, secara mustari dan cepat, yang mudah dicerna dan diresapi, yang memikat, dan pada tempat dan waktu yang tersebar, dengan memanfaatkan teknologi.
3. Mengusahakan dan membina identitas profesi teknologi pendidikan sebagai suatu lapangan pengabdian, dengan menunjukkan kepemimpinan dalam melaksanakan fungsi, tanggung jawab, jabatan dan kompetensi, sehingga memperoleh pengakuan dan pengukuhan dari pemerintahan dan masyarakat.
4. Bekerjasama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran dengan melalui dan menggunakan teknologi pendidikan.
5. Bekerjasama dengan lembaga profesi dan pendidikan tinggi di dalam maupun di luar negeri, dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan kinerja, serta menghindarkan adanya tumpang tindih dan pertentangan kepentingan.
h. Kode Etik Profesi
Profesi Teknologi pendidikan bukanlah merupakan profesi yang bersifat netral; ia merupakan profesi yang memihak, yaitu memihak pada kepentingan si belajar, agar mereka memperoleh kemudahan untuk belajar. Penerapan teknologi pendidikan pasti mempengaruhi komponen-komponen lain dalam sistem pendidikan. Pengaruh ini pada gilirannya akan membawa akibat terhadap kelembagaan, dan tanggung jawab pendidikan. Seterusnya akan mempengaruhi ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan.
Ciri utama dalam profesi Teknologi Pendidikan adalah adanya kode etik, pendidikan dan latihan yang memadai, serta pengabdian yang terus menerus. Tujuan kode etik ini secara umum adalah :
1. melindungi dan memperjuangkan kepentingan peserta didik.
2. melindungi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara
3. Melindungi dan membina diri serta sejawat profesi dan
4. Mengembangkan kawasan dan bidang kajian teknologi pendidikan.
Teknologi pendidikan sebagai teori dan praktek secara faktual telah menjadi bagian integral dari upaya pengembangan sumber daya manusia khususnya sistem pendidikan dan pelatihan.
Program Pendidikan profesi Teknologi Pendidikan yang dimulai sejak tahun 1976 terus berkembang, baik lembaga penyelenggaranya maupun peserta dan lulusannya. Mereka itu dituntut untuk bersikap pro aktif dalam mewujudkan visi dan misi teknologi pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu.
Dengan tersedianya tenaga terdidik dan terlatih dalam bidang Teknologi Pendidikan dan adanya organisasi profesi, maka secara konseptual akan terjamin usaha penerapan teknologi pendidikan dalam lembaga -lembaga yang menyelenggarakan kegiatan belajar dan pembelajaran.
Pembangunan sistem pendidikan di Indonesia hanya mungkin dapat terlaksana sesuai dengan harapan jika dipahami arti penting Teknologi pendidikan, sehingga peran dan potensinya dapat diwujudkan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Miarso, yusufhadi, 2004, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, prenada media Jakarta
Miarso, Yusuhadi, 1987, Landasan Falsafah dan Teori Tekknologi Pendidikan, makalah untuk bahan kuliah
Miarso Yusufhadi, 1994, Posisi dan Fungsi Profesi Teknologi Pendidikan
Seels, Barbara & Richey, Rita, TEKNOLOGI PEMBELAJARAN Definisi dan kawasannya, 1994, penerbit UNJ
Makalah Temu Karya Pendidikan dan Munas III ISPI, Jakarta, 1-3 Juni 1994
Makalah seminar nasional, Pengembangan dan dan penelitian Teknologi pendidikan, Surabaya, 7 Agustus 1993
Malakah seminar Identitas Nasional Siaran Televisi. Jakarta, 20-21 Januari 1995.
Resser,A. Robbert & Demsey John, Trend and Issues in Instructional Design and Technology, Merrill prentice Hall, New Jersey


  1. Kawasan Desain
Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk. Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang teori pembelajaran berprogram (programmed instructions).
Selanjutnya,  pada tahun 1969  dari  pemikiran Herbert Simon yang membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu kajian tentang desain. Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and  Development Center” pada tahun 1960 semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning Resource and  Development Center tersebut  menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari Teknologi Pendidikan.
Aplikasi teori sistem dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran tersebut. Melalui James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara bertahap mulai berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi pembelajaran.
Perhatian terhadap desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal 1970-an. Kolaborasi Robert Gagne  dengan Leslie Briggs telah menggabungkan keahlian psikologi pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep desain pembelajaran menjadi semakin hidup.
Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu : (1) Desain Sistem Pembelajaran; (2) Desain Pesan; (3) Strategi Pembelajaran; (4) Karakteristik Pembelajar.
  1. Desain Sistem Pembelajaran; yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi : langkah-langkah : (a) penganalisaan (proses perumusan apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara  mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran); (d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan  ketepatan pembelajaran).
    Desain Sistem Pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua langkah –langkah tersebut harus tuntas.  Dalam Desain Sistem Pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses.
  2. Desain Pesan; yaitu  perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya tangkap. Fleming dan Levie membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah.  Desain harus bersifat spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah bersifat statis, dinamis atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan, strategi belajar atau hafalan. 
  3. Strategi Pembelajaran; yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran sebagai prinsip teknologi pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran bergantung pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang dikehendaki.
Karakteristik Pembelajar, yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar  mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar yaitu  berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun kecakapan nyata -- dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.
  1. Kawasan Pengembangan
Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi : (1) teknologi cetak; (2) teknologi audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) teknologi terpadu. Kawasan pengembangan berakar pada produksi media. Melalui proses yang bertahun-tahun perubahan dalam kemampuan media ini berakibat pada perubahan kawasan. Walaupun perkembangan buku teks dan alat bantu pembelajaran yang lain (teknologi cetak) mendahului film, namun pemunculan film merupakan tonggak sejarah dari gerakan audio-visual ke era Teknologi Pembelajaran sekarang ini.
Pada 1930-an film mulai digunakan untuk kegiatan pembelajaran (teknologi audio-visual). Selama Perang  Dunia II, banyak jenis bahan yang diproduksi  terutama film untuk pelatihan militer. Setelah perang, televisi sebagai media baru digunakan untuk kepentingan pendidikan (teknologi audio-visual). Selama akhir tahun 1950- an dan awal tahun 1960-an bahan pembelajaran berprograma mulai digunakan untuk pembelajaran.  Sekitar tahun 1970-an komputer mulai digunakan untuk pembelajaran, dan permainan simulasi menjadi mode di sekolah. Selama tahun 1098-an teori dan praktek di bidang pembelajaran yang berlandaskan komputer berkembang seperti jamur dan sekitar tahun 1990-an multimedia terpadu yang berlandaskan komputer merupakan dari kawasan ini.
Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong terhadap desain pesan maupun strategi pembelajarannya . Pada dasarnya kawasan pengembangan terjadi karena :
  • Pesan yang didorong oleh isi
  • Strategi pembelajaran yang didorong oleh teori,
  • Manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran
  1. Teknologi Cetak; adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti : buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau photografis. Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer  adalah suatu contoh  penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan pembelajaran merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.
    Dua komponen teknologi ini adalah bahan teks verbal dan visual. Pengembangan kedua jenis bahan pembelajaran tersebut sangat bergantung pada teori persepsi visual, teori membaca, pengolahan informasi oleh manusia dan teori belajar.
    Secara khusus, teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut :
    1. Teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang
    2. Keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif.
    3. Keduanya berbentuk visual yang statis
    4. Pengembangannya sangat bergantung kepada prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual.
    5. Keduanya berpusat pada pembelajar
    6. Informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
  2. Teknologi Audio-Visual; merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran. Peralatan audio-visual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang beukuran besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.
    Secara khusus, teknologi audio-visual cenderung mempunyai karakteristik sebagai berikut : 
    1. Bersifat linier
    2. Menampilkan visual yang dinamis
    3. Secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang.
    4. Cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak.
    5. Dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif.
    6. Sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interaktivitas belajar si pembelajar.
  3. Teknologi Berbasis Komputer; merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan  perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya, teknologi berbasis komputer menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut “computer-based intruction (CBI)”, “computer assisted instruction (CAI”), atau “computer-managed instruction (CMI)”.
    Aplikasi-aplikasi ini hampir seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan pembelajaran terprogram, akan tetapi sekarang lebih banyak berlandaskan pada teori kognitif. Aplikasi-aplikasi tersebut dapat bersifat : (1) tutorial, pembelajaran utama diberikan, (2) latihan dan pengulangan untuk membantu pembelajar mengembangkan kefasihan dalam bahan yang telah dipelajari sebelumnya, (3) permainan dan simulasi   untuk memberi kesempatan menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari; dan (5) dan sumber data yang memungkinkan pembelajar untuk mengakses sendiri susunan data melalui tata cara pengakasesan (protocol) data yang ditentukan secara eksternal.
    Teknologi komputer, baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak  biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut :
    1. Dapat digunakan secara secara acak, disamping secara linier
    2. Dapat digunakan sesuai dengan keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
    3. Gagasan-gagasan biasanya diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol maupun grafis.
    4. Prinsip-prinsip ilmu kognitif diterapkan selama pengembangan
    5. Belajar dapat berpusat pada pembelajar dengan tingkat interaktivitas tinggi.
  4. Teknologi Terpadu; merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan  beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi ini,-- khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni adanya interaktivitas pembelajar yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.
    Pembelajaran dengan teknologi terpadu ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
    1. Dapat digunakan secara acak, disamping secara. linier
    2. Dapat digunakan sesuai dengan keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya.
    3. Gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks pengalaman Pembelajar, relevan dengan kondisi pembelajar, dan di bawah kendali pembelajar.
    4. Prinsip-prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan pembelajaran
    5. Belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk pada saat digunakan.
    6. Bahan belajar menunjukkan interaktivitas pembelajar yang tinggi
    7. Sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan contoh dari banyak sumber media.
  1. Kawasan Pemanfaatan

Domain ketiga dalam teknologi pembelajaran ialah kawasan pemanfaatan. Pemanfatan adalah tindakan mengguakan metode dan model instruksional, bahan dan peralatan media untuk meningkatkan suasana pembelajaran. Adapun kawasan pemanfaatan menurut Seels & Richey (2000:46) dapat digambarkan sebagai berikut:
  1. Pemanfaatan Media
  2. Divusi Inovasi
  3. Implementasi dan Institusionalisasi
  4. Kebijakan dan regulasi
Dalam perkembangan teknologi Pendidikan/pembelajaran sudah mengalami beberapa pergeseran paradigma. Revolusi tersebut dapat dikelompokan menjadi 3 (Beckwith, 1998), yaitu:
a)      Teknologi Masa Lampau.
b)      Teknologi Masa Sekarang, dan
c)      Teknologi Masa Depan.
Tantangan abad ini dan abad mendatang jelas semakin berat dengan tantangan dunia yang mengalami perubahan yang cepat. Dengan perubahan yang cepat itu pula  mau tidak mau pendidikan juga semakin cepat dengan cirri belajar secara cepat. Profesionalitas adalah salah satu pemecahan masalah tersebut. Menciptakan tenaga pendidik yang professional adalah tantangan dan eksistensi dari Teknologi Pendidikan/Pembelajaran. Professional bukanlah profesi yang mudah. Memerlukan banyak waktu seiring dengan perjalanan kehidupan seseorang. Penerapan ilmu teknologi pendidikan/pembelajaran bertujuan mempercepat terjadinya profesi tersebut, dan memecahkan permasalahan dalam pembelajaran.
  1. Kawasan Pengelolaan

KAWASAN PENGELOLAAN

KAWASAN PENGELOLAAN
1.      Konsep Kawasan Pengelolaan
Konsep pengelolaan merupakan bagian yang integral dalam bidang teknologi pendidikan dan dari peran kebanyakan para teknolog pendidikan. Secara perorangan tiap ahli dalam bidang ini dituntut untuk dapat memberikan pelayanan pengelolaan dalam berbagai latar. Seorang teknolog pendidikan mungkin terlibat dalam usaha pengelolaan projek pengembangan pembelajaran atau pengelolaan pusat media sekolah. Tujuan yang sesungguhnya dari pengelolaan kasus demi kasus dapat sangat bervariasi, namun keterampilan pengelolaan yang mendasarinya relative tetap sama apapun kasusnya.
Banyak teknolog pendidikan  memegang jabatan yang jelas-jelas memerlukan fungsi pengelolaan. Misalnya seorang direktur Pusat Sumber Belajar pada sebuah Universitas. Orang ini bertanggungjawab atas kekseluruhan program sumber belajar termasuk tujuan organisasi, staf, keuangan, fasilitas, dan peralatan.
Orang yang lain lagi mungkin bertugas sebagai ahli media pada sebuah sekolah. Orang ini bertanggungjawab atas keseluruhan program pusat media tersebut. Program-program yang dilakukan oleh mereka itu dapat sangat berbeda, akan tetapi keterampilan dasar yang diperlukan untuk mengelolaprogram tersebut tetap sama. Keterampilan yang dimaksud meliputipengorganisasin program, supervise personil, perencanaan, pengadministrasian dana dan fasilitas, serta pelaksanaan perubahan.

Kawasan pengelolaan semula berasal dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli perpustakaan media sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum. Pada tahun 1976 Chisholm dan Ely menulis buku Media Personnel In Education: A Competency Approach yang menekankan bahwa administrasi program media memegang peran sentral dalam khasanah teknologi pendidikan

2.      Fungsi Kawasan Pengelolaan
Definisi AECT tahun 1977 membagi fungsi pengelolaan dalam pengelolaan organisasi dan pengelolaan personil, seperti halnya yang dilakukan oleh para administrator dari program dan pusat media.
Dengan semakin rumitnya praktek pengelolaan dalam bidang ini, teori pengelolaan umum mulai diterapkan dan diadaptasi. Teori pengelolaan projek digunakan, khususnya dalam proyek dasain pembelajaran, karena semakin diperlukan dalam prkatek pengelolaan. Teknik atau cara untuk mengelola proyek-proyek ini harus dikembangkan atau dipinjam dari bidang lain. Tiap perkembangan baru memerlukan cara pengelolaan yang abru pula. Keberhasilan sistem belajar jarak jauh tergantung pengelolaannya, karena lokasinya yang menyebar. Dengan lahirnya teknologi baru , dimungkinkan tersedianya cara baru untuk mendapatkan informasi. Akibatnya pengetahuan tentang pengelolaan informasi menjadi sangat potensial.
Suatu dasar teoritis dari pengelolaan informasi berasal dari disiplin ilmu informasi. Dasar lain yang muncul dari praktek berasal dari teknologi terpadu kawasan pengembangan , dan dari ilmu perpustakaan. Pengelolaan informasi membuka banyak kemungkinan untuk desain pembelajaran, khususnya dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dan pembelajaran yang dirancang sendiri.
Pengelolaan meliputi pengendalian teknologi pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkooerdinasian, dan supervise. Pengelolaan biasanya meruapakan hasil dari penerapan suatu sistem nilai . kerumitan dalam mengelola berbagai macam sumber, personil, usaha desain maupun pengembangan akan semakin meningkat dengan membesarnya usaha dari sebuah sekolah atau bagian kantor yang kecil menjadi kegiatan pembelajaran berskala nasional atau menjadi perusahaan multi-nasional dengan skala global. Terlepas dari besarnya program atau proyek teknologi pendidikan yang ditangani, salah satu kunci keberhasilan yang esensial adalah pengelolaan. Perubahan jarang terjadi hanya pada tingkat pembelajaran yang mikro. Untuk menjamin keberhasilan dari tiap intervensi pembelajaran, proses perubahan prilaku kognitif maupun afektif ahrus terjadi bersamaan dengan perubahan pada tingat makro.
3.      Kategori Kawasan Pengelolaan
Secara singkat ada empat kategori dalam kawasan pengelolaan, yaitu pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem penyampaian dan penegelolaan informasi. Disetiap sub kategori tersebut ada seperangkat tugas yang sama yang ahrus dilakukan. Organisasi harus dimantapkan, personil harus diangkat dan di supervise, dana harus direncanakan dan dipertanggungjawabkan, dan fasilitas harus dikembangkan serta dipelihara.
Disamping itu harus ada perencanaan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mengontrol organisasi, pengelola harus menciptakan struktur yang membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Pengelola ini harus menjadi pemimpin yang dapat memberikan motivasi, arahan, melatih, membina, memberi wewenang, dan mempunyai keterampilan berkomunikasi (Prostano dan Prostano, 1987). Tugas dalam bidang personil mencakup seleksi, pengangkatan, supervise, dan penilaian. Tugas keuangan mencakup perencanaan anggaran, justifikasi dan pemantauan, pertanggungjawaban dan pembelian. Tanggungjawab akan fasilitas meliputi perencanaan,bimbingan, serta supervise. Pengelolaan bertanggungjawab membuat rencana jangka panjang (Caffrela, 1993).
a.       Pengelolaan proyek
Pengelolaan proyek meliputiperencanaan, monitoring dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. Menurut Rothwell dan Khazanas (1992), pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisonal, yaitu organisasi garis dan staf. Perbedaan itu disebabkan karena
1)      Staf proyek mungkin baru, yaitu anggota tim untuk jangka pendek
2)      Pengelola proyek biasanya tidak menpunyai wewenang jangka panjang atas orang karena sifat tugas mereka yang sementara
3)      Pengelola proyek memiliki kendali dan fleksibilitas yang lebih luas dari yang biasa terdapat pada organisasi garis dan staf.
Para pengelola proyek bertanggungjawab atas perencanaan, penjdwalan dan pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis proyek lain. Mereka harus melakukan negosisasi, menyusun anggaran, membentuk sistem pemantauan informasi, serta menilai kemajuan. Peran pengelolaan proyek biasanya berhubungan dengan cara mengatasi ancaman proyek dan memberi saran perubahan ke dalam.
b.      Pengelolaan sumber
Pengelolaan sumber mencakup perencanaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber sangat penting artinya karena mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup personil, keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas, dan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran mencakup semua teknologi yang telah dijelaskan pada kawasan pengembangan efektivitas biaya dan justifikasi belajar yang efektif merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.
c.       Pengelolaan sistem penyampaian
Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan…Hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pebelajar” (Ellington dan Harris, 1986:47). Contoh pengelolaan sperti itu trdapat pada proyek belajar jarak jauh  di National Technological University dan Nova University. Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna maupun operator. Penglolaan ini juga memperhatikan permasalahn proses seperti pedoman bagi desainer dan instruktur atau pelatih. Dari sekian banyan parameter  ini keputusan harus diambil berdasarkan pada kesesuaian karakteristik teknologi  dengan tujuan pembelajaran. Keputusan tentang pengelolaan sistem penyampaian ini sering tergantung pada sistem pengelolaan sumber.
d.      Pengelolaan informasi
Pengelolaan informasi meliputi perencanaan, pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau proses informasi dalam rangka tersdianya sumber untuk belajar. Teknologi yang dijelaskan pada kawasan pengembangan  merupakan metoda penyimpanan dan penyampaian. Penyiaran atau transfer informasi sering terjadi melalui teknologi terpadu. Pemrosesan adalah pengubahan pengubahan beberapa aspek informasi melalui computer agar lebih sesuai dengan tujuan tertentu (Lindenmayer, 1988, hal 317). Pengelolaan informasi penting untuk memberikan akses dan keakraban pemakai. Pentingnya pengelolaaninformasi terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran. Pertumbuhan ilmu maupun industri pengetahuan di luar yang saat ini dapat diakomodasikan menunjukkan bahwa hal ini merupakan bidang yang sangat penting bagi teknologi pendidikan di masa yang akan datang. Pengelolaan sistem penyimpanan informasi untuk tujuan pembelajaran tetap akan merupakan komponen penting dari bidang teknologi pendidikan.

5. KAWASAN EVALUASI

KAWASAN PENILAIAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
A.    Pengertian Penilaian
Dalam arti yang luas penilaian adalah aktivitas manusia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menakar nilai aktivitas atau kejadian berdasarkan kepada sistem penilaian tertentu. Pengembangan program pendidikan formal menuntut perlunya program penilaian yang bersifat formal pula. Penilaian program-program ini memerlukan penerapan prosedur yang lebih sistematik dan ilmiah.
Berikut ini adalah yang termasuk dalam kawasan penilaian :
PENILAIAN
Analisis Masalah
Pengukuran Beracukan Patokan
Penilaian Formatif
Penilaian Sumatif

Ahli kurikulum Ralph Tyler dikenal orang sebagai pencetus gagasan tentang penilaian pada tahun-tahun 1930an. Pada tahun 1965 hal tersebut terlihat dalam naskah “Ele
mentary and Secondary Education Act” (Undang-undang Pendidikan Dasar dan Menengah A.S) yang memberikan wewenang perlunya diadakan analisis kebutuhan dan penilaian untuk jenis-jenis program tertentu.
Pada akhir tahun 1960an Stufflebeam memperkenalkan pendekatan lain untuk penilaian yang sekarang menjadi karya klasik yaitu menelaah “bukan untuk membuktikan tapi untuk memperbaiki”.  Model Stufflebeam ini mengemukakan empat jenis penilaian : context, input, proses, and product (CIPP). Keempat unsur dalam model CIPP memberikan informasi yang masing-masing berhubungan dengan analisis kebutuhan, keputusan desain tentang isi dan strategi, petunjuk pelaksanaan, serta hasil penilaian (Branden, 1992 dalam seels and richy 1994).
Dalam pendidikan penilaian diartikan sebagai proses penentuan memadai tidaknya belajar dan pembelajaran. Penilaian dimulai dengan analisis masalah, Ini merupakan langkah awal yang penting dalam pengembangan dan penilaian pembelajaran karena tujuan dan hambatan dijelaskan pada langkah ini. Kegiatan penilaian dilakukan secara teliti, akurat, dan sistematis merupakan urusan bersama antara evaluator dan klien.

B.     Tujuan Penilaian
Tujuan penilaian ialah membantu pengambilan keputusan yang tepat, bukannya untuk menguji hipotesa. Dengan demikian, penelitian penilaian dan penelitian tradisional, dibedakan menurut beberapa karakteristik. Walaupun keduanya menggunakan instrument yang sama, namun tujuannya berbeda. Tujuan penelitian tradisional secara garis besar ialah peningkatan ilmu. Sedangkan tujuan penelitian penilaian adalah untuk mendapatkan data untuk pengambilan keputusan memperbaiki, memperluas, atau menghentikan suatu proyek, program, atau produk.

C.    Jenis Kawasan Penilaian
Dalam kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, penilaian proyek dan penilaian produk. Masing-masing merupakan jenis penilaian penting untuk perancang pembelajaran, seperti halnya penilaian formatif dan penilaian sumatif.
The Joint Committee on Standards for Educational Evaluation (Komisi gabungan standar penilaian pendidikan) pada tahun 1981 memberikan definisi untuk masing-masing jenis penilaian sebagai berikut :
1.      Penilaian Program
Penilaian program adalah evaluasi yang menaksir kegiatan pendidikan yang memberikan pelayanan secara berkesinambungan dan sering terlibat dalam penyusunan kurikulum. Sebagai contoh misalnya penilaian untuk program membaca dalam suatu wilayah persekolahan, program pendidikan khusus dari pemerintah daerah, atau suatu program pendidikan berkelanjutan dari suatu universitas.
2.      Penilaian Proyek
Yaitu evaluasi untuk menaksir kegiatan yang dibiayai secara khusus guna melakukan suatu tugas tertentu dalam suatu kurun waktu. Sebagai contoh, suatu lokakarya 3 hari mengenai tujuan perilaku atau suatu proyek demonstrasi pendidikan karir yang lamanya tiga tahunan.
Kunci perbedaan antara program dan proyek ialah bahwa program diharapkan berlangsung dalam waktu yang tidak terbatas, sedangkan proyek biasanya diharapkan berjangka pendek. Proyek yang dilembagakan dalam kenyataannya dijadikan program.
3.      Penilaian Bahan (Produk Pembelajaran)
Yaitu menafsir kebaikan atau manfaat isi yang menyangkut benda-benda fisik, termasuk buku, pedoman kurikulum, film, pita rekaman, dan produk pembelajaran lainnya yang dapat dipegang.

D.    Sub-Kawasan dalam Kawasan Penilaian
Dalam kawasan penilaian terdapat empat sub-kawasan, yaitu :
1.      Analisis Masalah
Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan.
Jadi kegiatan penilaian meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan sejauh mana masalahnya dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi hambatan, sumber dan karekateristik pebelajar, serta penentuan tujuan dan prioritas.
2.      Pengukuran acuan-patokan (PAP)
Pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar meliputi teknik-teknik menentukan kemampuan pebelajar menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran acuan patokan, yang sering berupa tes, juga dapat disebut acuan isi, acuan tujuan, atau acuan kawasan. Sebab, kriteria tentang cukup tidaknya hasil belajar ditentukan oleh seberapa jauh pebelajar telah mencapai tujuan. PAP memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan.
3.      Penilaian formatif  dan Penilaian Sumatif
Penilaian formatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi sebagai dasar pengembangan selanjutnya. sedangkan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan.
 Penekanan baik untuk penilaian formatif pada tahap-tahap awal dari pengembangan produk, maupun penilaian sumatif setelah kegiatan pembelajaran merupakan perhatian utama dari para teknolog pembelajaran.
Keseimbangan antara pengukuran kuantitatif dan kualitatif perlu mendapat perhatian yang cukup dalam penilaian formatif maupun sumatif. Pengukuran kuantitatif lazim berhubungan dengan angka-angka dan biasanya bekerja menurut gagasan pengukuran objektif. Pengukuran kualitatif lebih menekankan pada aspek-aspek subjektif dan bersifat pengkajian proyek. Hasil pengukuran kualitatif biasanya dilaporkan dalam bentuk uraian variabel.
4.      Kecenderungan dan permasalahan
Perhatian pada konteks jelas terlihat pada gerakan teknologi kinerja, teori belajar situasional dan pada pendekatan yang lebih sistemik terhadap desain. Sebagai konsekuensinya, tahap penilaian kebutuhan menjadi semakin penting. Disamping itu, banyak yang memberikan rekomendasi agar tahap penilaian kebutuhan tugasnya diperluas, tidak hanya berkonsentrasi pada isi, melainkan ditambah dengan penekanan baru pada analisis pebelajar, lingkungan, dan organisasi. Gerakan teknologi kinerja juga memberikan sumbangan penting pada penilaian kebutuhan yang baru ini. Pendekatan-pendekatan teknologi kinerja dapat memperluas peran para perancang mencakup identifikasi, permasalahan yang bukan bersifat pembelajaran serta bekerja sama dengan pihak lain untuk mendapatkan pemecahan masalah yang bersifat majemuk.
Gerakan perbaikan kualitas juga mempengaruhi kawasan penilaian. Pengendalian kualitas memerlukan penilaian yang berkelanjutan termasuk perluasan siklus di luar penilaian sumatif. Penilaian konfirmatif merupakan langkah logis berikutnya dalam siklus ini.
Bidang-bidang lain yang penting untuk diperhatikan ialah pengukuran untuk tujuan kognitif tingkatan tinggi, tujuan afektif, dan tujuan psikomotor. Penelitian tentang pengukuran acuan patokan  yang berasaskan komputer akan merangsang kawasan ini. Demikian juga halnya dengan pengukuran kualitatif, seperti portofolio dan soal-soal pengukuran yang lebih realistis seperti studi kasus dan penilaian presentasi rekaman pita. Ilmu pengetahuan kognitif akan tetap mempengaruhi kawasan ini dalam pengertian pendekatan yang lebih baru untuk cara mendiagnosis.
Teknologi baru telah menimbulkan permasalahan  baru dalam kawasan penilaian. Keadaan ini menuntut kebutuhan akan teknik dan metoda baru, sebagai contoh, perhatian perlu diarahkan pada perbaikan penilaian tentang proyek-proyek belajar jarak jauh. Proyek-proyek ini cenderung dinilai secara dangkal. Perlu diingat bahwa evaluasi belajar jarak jauh mencakup banyak aspek yaitu ketenagaan, fasilitas, peralatan, bahan, pemprogaman. Eksperimentasi formatif dengan menggunakan pendekatan coba-coba skala kecil untuk mempelajari suatu variabel dalam konteks kehidupan yang sesungguhnya.

E.     Peran  dan implikasi penilaian
Analisis, asesmen dan penilaian memainkan peranan penting dalam proses desain pembelajaran dan teknologi pembelajaran. Di dalam kerangka penilaian yang dikemukakan oleh Worthen dan Sunders (1973;1987 dalam seels & richy 1994) penilaian diartikan sebagai suatu bentuk penelitian yang memanfaatkan sarana penelitian untuk memperoleh cara yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh para teknolog pembelajaran dalam membuat keputusan yang kompleks. Oleh karena itu, penilaian pembelajaran diartikan sebagai suatu bentuk disiplin pengkajian dengan orientasi :
1.      Sistematik
2.      Beracu pada patokan
3.      Cenderung positivistic
Tumbuhnya desain pembelajaran sebagai suatu proses keperilakuan (behaviorist process) mengakibatkan digunakannya tujuan perilaku secara regular. Baik kelemahan maupun keunggulan pembelajaran yang berorientasikan tujuan pada umumnya akan berlanjut dengan digunakannya pengujian beracukan kriteria. Pada dasarnya hampir semua prosedur desain pembelajaran mendorong digunakannya tes beracukan patokan dan bukannya tes beracukan norma. Beberapa panganut konstruktivisme keberatan dengan digunakannya kedua pendekatan yang tradisional tersebut. Mereka memilih untuk mengembangkan pendekatan yang sama sekali berbeda.
Hal yang sama juga terjadi pada penelusuran kebutuhan dari berbagai bentuk analisa tahap awal lain yang lazimnya menggunakan pendekatan keperilakuan. Hal ini terlihat jelas dengan diberikannya perhatian terhadap data kinerja dan pemerincian isi ke dalam bagian-bagian yang membentuknya. Teknik-teknik desain seperti penggunaan hirarki belajar dan analisis tugas pekerjaan jelas berorientasi keperilakuan. Penelusuran kebutuhan yang dikembangkan lebih lanjut oleh para teknolog kinerja, pada dasarnya juga dilaksanakan pada pandangan keperilakuan.
Penekanan pada tujuan kognitif pada jenjang yang lebih tinggi tampaknya lebih menstimulasi kawasan ini, khususnya karena penilaian dengan paradigm kognitif lebih banyak berfungsi diagnostik. Pengetahuan kognitif mempengaruhi cara-cara mendiagnosa kebutuhan belajar dan mempengaruhi cara pengukuran prestasi dalam konteks situasi pembelajaran yang bermakna dan kompleks. Analisis kritis dan inovasi yang berlanjut seperti ini akan mempunyai implikasi penting dalam prosedur asesmen dan penilaian yang secara tradisional telah digunakan dalam bidang ini.

F.     Nilai dan Perspektif Alternatif Bidang Teknologi Pembelajaran
1.      Nilai-nilai Umum
Pada umumnya nilai-nilai yang ada akan berfungsi sebagai landasan berfikir dan berbuat. Nilai-nilai ini mungkin berasal dari pelatihan dan pengalaman kerja yang sama, pembudayaan yang berasal dari teori-teori, atau karakteristik pribadi orang yang tertarik pada suatu disiplin ilmu.
Pada teknologi pembelajaran, sebagai suatu komunitas professional, cenderung untuk menilai konsep sebagai :
a.       Replikabilitas pembelajaran
b.      Individualisasi
c.       Efisiensi
d.      Penggeneralisasian proses isi lintas bidang
e.       Perencanaan terinci
f.       Analisis dan spesifikasi
g.      Kekuatan visual
h.      Manfaat pembelajaran bermedia
Prioritas yang tidak tertulis ini telah berkembang bersamaan dengan pertumbuhan bidang teknologi pembelajaran. Prioritas tersebut telah membentuk ikatan para anggotanya. Banyak diantara anggota tersebut yang lebih tertarik dalam bidang pembelajaran, belajar, teknologi, media, dan desain pembelajaran. Namun komunitas teknologi pembelajaran bersatu tidak hanya karena kesesuaian minat, melainkan juga tradisi dan budaya yang cenderung mengukuhkan kesamaan nilai dan prioritas.
Nilai-nilai disiplin ilmu terbentuk oleh aspek lain dari budaya seperti : penelitian dan teori, keberadaan filosofis yang dominan, hakekat latar dimana aplikasi dilaksanakan, dan terutama dalam hal ini sumber yang tersedia. Walaupun demikian, ada pandangan alternatif lain yang ikut membentuk karya para teknolog pembelajaran.
2.      Perspektif alternatif
Teknologi pembelajaran merupakan bidang studi dengan beragam pandangan dan kompleksitas, meskipun ada sejumlah kesamaan nilai. Konsep paradigma alternatif dalam menemukan dan memverifikasi pengetahuan baru-baru ini telah menjadi focus utama dalam berbagai disiplin ilmu. Ditinjau dari perspektif ilmiah, paradigm alternatif ini memiliki kecenderungan untuk menerima metodologi penelitian kualitatif, penelitian fenomenologis, dan gerakan kea rah psikologi konstruktivis.
Teknologi pembelajaran cenderung mendudukkan dirinya sebagai suatu ilmu, dan oleh karena itu, para teknolog terorientasikan dengan pandangan positivisme. Positivis berpandangan bahwa pengetahuan hakikatnya memiliki sifat-sifat ilmiah, pengamatan objektif dihargai dan hubungan sebab akibat antara berbagai aspek dan lingkungan dikaji. Para positivis selalu berusaha untuk terampil dalam memperdiksi dan mengontrol dampak. Penelitian yang bersifat eksperimental dan kualitatif adalah bentuk penelitian yang disukai. Pandangan ini terlihat jelas dalam penekanannya pada penilaian dan teori yang senantiasa didasarkan pada hasil penelitian.
Meskipun orientasi seperti ini masih dominan dalam banyak disiplin ilmu, namun sekarang ada sejumlah pandangan alternatif yang berkembang di bidang teknologi pembelajaran. Pandangan alternatif ini yang cenderung pada :
a.      Pengkajian kritis atau posisi yang sudah dianggap umum
Pengkajian ini berupa titik atas pandangan yang menekankan pada teknologi pada bidang studi dan pada masyarakat umumnya. Sebagai contoh, Striebel (1991 dalam seels & Richy 1994) mengemukakan pendapat bahwa “computer bukanlah sekedar bentuk lain dari sistem penyampaian tetapi sebagai suatu lingkungan yang memiliki nilai-nilai tertentu dan segala kecondongan yang terkait padanya”.
Mengingat teknologi bukan merupakan satu-satunya hal yang merupakan kepentingan teknolog pembelajaran, ada sejumlah kritik mengenai teknologi dari para teoritis dan filosof di luar bidang, yang memberikan analisis sejalan dengan profesi kita.
b.      Orientasi/ posisi teori alternatif
Salah satu kelompok yang mewakili perspektif teoritis baru adalah para psikolog konstruktivis. Konstruktivisme berpendapat bahwa di samping adanya realitas fisik, namun pengetahuan kita tentang realitas tersebut berasal dari hasil penafsiran pengalaman.
Konstruktivis cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada penahapan kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan konteks yang kaya baik berupa landasan pengetahuan, masalah yang otentik, dan piranti otentik yang digunakan untuk memecahkan permasalahan.
Perspektif lain, walaupun tidak seluruhnya bertentangan dengan orientasi konstruktivis, mereka memandang penting atas keunggulan dari belajar situasional. Belajar situasional terjadi bilamana siswa mengerjakan tugas otentik dan berlangsung di latar dunia nyata. Belajar semacam ini tidak akan terjadi bilamana pengetahuan dan keterampilan tidak diajarkan secara kontekstual.
Bila orang menekankan pada belajar situasional, maka logika kelanjutannya adalah memahami belajar sebagai suatu proses yang aktif, berlangsung berkesinambungan, dan dinilai lebih pada aplikasi daripada sekedar perolehan. Winn (1993 dalam seels & richy 1994) telah menunjukkan bagaimana prinsip desain pembelajaran dapat diaplikasikan untuk keperluan belajar situasional, dan dalam melaksanakan hal itu ditekankan perlunya “pelajaran diberikan yang bersifat umum sehingga memungkinkan aplikasi dalam berbagai latar”.
Gerakan teknologi kinerja, yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986 dalam seels & richy 1994) juga mengajukan perspektif alternatif dalam teknologi pembelajaran. Gerakan ini bagi beberapa orang bahkan dianggap sebagai bidang alternatif lain dari teknologi pembelajaran.
Para teknolog kinerja lebih cenderung mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan tujuan organisasinya daripada tujuan belajar. Teknologi kinerja, sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah, adalah suatu produk dari berbagai pengaruh teori seperti cybernetics, psikologi perilaku, teori komunikasi, teori informasi, teori sistem, ilmu manajemen, dan ilmu kognitif. Pendapat alternatif ini menunjukkan suatu pola pengaruh dari berbagai teori yang sangat biasa terjadi dalam setiap bidang.
Para teknolog kinerja tidak merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan permasalahannya. Teknologi kinerja akan cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personel, umpan balik, atau alokasi sumber sebagai intervensi, seperti halnya dulu sewaktu mereka merancang intervensi pembelajaran. Nampanya sulit untuk memahami penggunaan prinsip-prinsip teknologi kinerja diluar batas-batas suatu organisasi, sementara prinsip-prinsip teknologi pembelajaran dapat dengan mudah digunakan dalam berbagai situasi pembelajaran baik dalam organisasi formal maupun tidak.
c.       Landasan filosofis alternatif (Filsafat alternatif).
Filsafat pasca modern mendorong untuk melakukan analisis kritis terhadap berbagai landasan keyakinan tradisional dan nilai-nilai dalam bidang teknologi pembelajaran. Perspektif pasca modern berpegang pada pendapat bahwa teknologi pembelajaran sebagai suatu kiat sekaligus sebagai suatu ilmu.
Hlynka (1991 dalam seels & richy 1994) menjelaskan bahwa post-modernism adalah sebagai “suatu cara berpikir yang menjunjung prinsip keanekaragaman, temporal (bersifat sementara), dan yang kompleks daripada yang bersifat universal, stabil dan sederhana”. Paham ini mensyaratkan bahwa sebuah filsafat atau sebuah teori, tidaklah lebih baik dari pada yang lain, semua teori muncul bersama-sama dan harus digunakan bersama-sama.
Banyak implikasi filsafat pasca modern untuk praktek desain dan teori desain sekarang ini. Yang utama adalah bahwa orientasi pemikiran ini mengembangkan penggunaan paradigma desain baru bukannya menyandarkan pada model desain yang sistematis termasuk dalam orientasi ini adalah suatu kepercayaan pada paradigma estetik dan berbagai model yang memperhatikan pada kekompleksan situasi.
Karena dianjurkannya penggunaan pendekatan multi teori, filsafat pasca modern lebih menyenangi pada hal-hal yang bersifat terbuka dan fleksibel daripada hal-hal yang bersifat tertutup, terstruktur dan kaku. Kepedulian mereka juga terkait pada pembelajaran yang hanya memfokuskan diri pada pengetahuan deklaratif, yaitu pembelajaran yang mengisolasi pebelajar dengan dunia nyata yang ada di sekelilingnya, dan pembelajaran yang menghambat rasa keingintahuan pebelajar.

G.    Pengaruh Teknologi
Penelitian dan teori teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang, tidak terlepas dari pengaruh dan kemajuan teknologi. Hal ini terjadi meskipun ada usaha terus-menerus untuk mendefinisikan bidang dalam pengertian proses dan bukannya dalam perangkat keras. Berawal dari penggunaan pembelajaran terprogram” di pertengahan tahun 1950an sampai dengan keberhasilan televisi pembelajaran yang menggunakan prinsip-prinsip desain pembelajaran.
Sekarang ini teknologi-teknologi baru banyak memberikan dorongan pada kemajuan teori dan praktek suatu disiplin. Salomon (1992 dalam seels & richy 1994) menyebutnya sebagai pola pengembangan teori dari bawah ke atas. teknologi-teknologi baru ini memberikan kesempatan pengembangan yang mengarah pada permasalahan-permasalahan yang, termasuk kebutuhan untuk :
a.       Menemukan prinsip-prinsip untuk mengadaptasi pembelajaran dalam situasi yang unik.
b.      Menemukan pendekatan baru dalam mengadaptasi pembelajaran interaktif.
c.       Menemukan pebelajaran dalam lingkungan belajar yang non formal.
Sewaktu mengekplorasi pengaruh teknologi kita dapat mempertimbangkan berbagai kemungkinan sistem penyampaian dan pengaruhnya terhadap belajar dan pembelajaran. Sebagai contoh, teknologi dapat memberikan prospek munculnya stimulus yang realistic, memberikan akses terhadap sejumlah besar informasi dalam waktu yang cepat, dan tepat menghilangkan hambatan jarak antara pengajar dan pebelajar, dan antara pebelajar itu sendiri. Perancang yang terampil dan kreatif dapat menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan keunggulan dalam :
a.       Mengintegrasikan media.
b.      Menyelenggarakan pengendalian atas pebelajar yang jumlahnya hamper tidak terbatas, dan bahkan
c.       Mendesain kembali untuk kemudian disesuaikan dengan kebutuhan, latar belakang dan lingkungan kerja setiap individu.
Kemajuan dalam teknologi akan banyak merubah hakekat praktek dalam bidang teknologi pembelajaran, perubahan ini juga akan berimplikasi pada penelitian dan perluasan teori. Sebagai contoh, lingkungan belajar yang menggunakan teknologi baru memberikan kesempatan kepada para peneliti untuk lebih rinci lagi dalam menjelaskan peranan dan pengaruh interaksi yang intensif dan kompleks dalam belajar, dan akibat dari interaksi kemampuan bakat.
Sebaliknya, bila kita mempertimbangkan pengaruh dengan penggunaan teknologi, maka orientasi pertanyaan akan berbeda. Pertanyaan-pertanyaan akan lebih berfokus pada pengaruh pasangan intelektual antara pebelajar dan teknologi, terhadap peranan lingkungan yang didukung teknologi pada proses kognitif dan berfikir jenjang yang lebih tinggi. Dari sudut pandang ini, teknologi dapat menjadi suatu kekuatan yang mendorong pada teori dan praktek yang lebih berorientasi pada kognisi.

Post a Comment

0 Comments