Kurikulum merupakan bagian
dari pendidikan dalam lingkup yang luas. Kurikulum merupakan alat untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Mengevaluasi keberhasilan sebuah pendidikan
berarti juga mengevaluasi kurikulumnya. Hal ini berarti bahwa evaluasi
kurikulum merupakan bagian dari evaluasi pendidikan, yang memusatkan
perhatiannya pada program-program untuk peserta didik. Sedangkan evaluasi
merupakan bagian penting dalam proses pengembangan kurikulum, baik dalam
pembuatan kurikulum baru, memperbaiki kurikulum yang ada atau
menyempurnakannya. Evaluasi yang tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan
untuk mendukung terwujudnya fase pengembangan ini dengan efektif dan bermakana.
Dari hasil-hasil evaluasi ini lah pihak pengembang dapat mengadakan perbaikan
dan penyesuaian sebelum kurikulum yang baru tersebut terlanjur disebarluaskan
secara nasional. Menurut Hamid Hasan (1988:13) evaluasi adalah suatu proses
pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan.
Jadi dengan demikian, evaluasi kurikulum adalah suatu proses evaluasi terhadap
kurikulum secara keseluruhan baik yang bersifat makro atau ruang lingkup yang
luas (ideal curriculum) maupun lingkup mikro (actual curriculum) dalam bentuk
pembelajaran.
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
memeriksa tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui
kurikulum yang bersangkutan.
1.
Untuk perbaikan program
Bersifat konstruktif,
karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan yang diperlukan
di dalam program kurikulum yang sedang dikembangkan.
2.
Pertanggungjawaban kepada berbagai pihak
Diperlukan semacam
pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum kepada berbagai pihak yang
berkepentingan. Pihak tersebut baik yang mensponsori kegiatan pengembangan
kurikulum maupun pihak yang akan menjadi konsumen dari kurikulum yang telah
dikembangkan. Tujuan yang kedua ini tidak dipandang sebagai suatu kebutuhan
dari dalam melainkan lebih merupakan suatu ‘keharusan’ dari luar.
3.
Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan
Tindak lanjut hasil
pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan
: pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak akan disebar luaskan
ke dalam sistem yang ada? Kedua, dalam kondisi yg bagaimana dan dengan cara
yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan disebarluaskan ke dalam sistem
yang ada? Dan untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam menjawab
pertanyaan diperlukan kegiatan evaluasi kurikulum.
1. Judgement (menetapkan suatu nilai)
- Subjektif
- Objektif (berdasar kriteria yang disepakati)
2. Kriteria
- Internal (program)
- Eksternal (luar program)
3. Objek penilaian
- Luas (program pendidikan)
- Terbatas (program belajar-mengajar)
D. Kategori evaluasi
kurikulum
1. PENILAIAN KONTEKS
· Dasar
dalam menentukan tujuan programo
· Fisibilitas
dengan kondisi dan situasi di mana program itu akan dilaksanakan
2. PENILAIAN INPUT (MASUKAN)
· Memperoleh
informasi dan menyajikan keterangan sebagai dasar pemanfaatan sumber daya
untuk pencapaian tujuan PENILAIAN
PROSES
· Mengetahui
kekuatan/kelemahan rencana dan pelaksanaano Memperoleh informasi untuk
perbaikan, penyempurnaan, pengembangan program PENILAIAN
3. OUTPUT (KELUARAN-HASIL)
·
Menentukan
keberhasilan program dan dampaknya
Kurikulum memiliki dimensi yang luas karena
mencakup banyak hal. Aspek-aspek kegiatan kurikulum dimulai dari perencanaan,
pengembangan komponen, implementasi serta hasil belajar dianggap sebagai ruang
lingkup kajian evaluasi kurikulum. Dengan demikian, evaluasi kurikulum mencakup
semua aspek tersebut, artinya bahwa evaluasi kurikulum merupakan suatu proses
evaluasi terhadap kurikulum secara keseuruhan baik yang bersifat makro atau
ruang lingkup yang luas (ideal curriculum) maupun lingkup mikro (actual
curricuum) dalam bentuk pembelajaran.
Dimensi
evaluasi kurikulum mencakup dimensi program (tujuan, isi kurikulum dan pedoman
kurikulum) dan dimensi pelaksanaan (input, proses, output dan dampak).
1. Dimensi
Program
a. Tujuan
(institusional, kurikuler, instruksional) yang terdiri dari : Lingkup
abilitas/kompetensi, kedalaman/keluasan tujuan, kesinambungan antar tujuan,
relevansi antar tujuan, rumusan kalimat.
b Isi
Kurikulum (Struktur, Komposisi, Jumlah mata pelajaran, alokasi waktu) yang
terdiri dari : Kesesuaian dengan tujuan, scope dan sequence, sifat isi, esensi, kesinambungan, organisasi,
keseimbangan, dan kegunaan.
c. Pedoman Pelaksanaan yang terdiri dari : Proses belajar-mengajar, sistem
penilaian, administrasi dan supervisi, dan sumber belajar.
2. Dimensi
Pelaksanaan
a) Komponen
Masukan
· Masukan
mentah (input peserta didik)
Komponen- komponen yang
ada didalam masukan mentah ini yaitu
: Jumlah peserta didik, minat dan motivasi, kecakapan
sebelumnya, dan bakat/potensi.
·
Masukan Alat yang terdiri dari : Bahan
pelajaran/pelatihan, alat-alat
pembelajaran, media
dan sumber belajar, pengajar/pelatih
(jumlah dan kualitasnya), Sistem administrasi, dan prasarana pendidikan.
·
Masukan Lingkungan yang terdiri dari : lingkungan social, lingkungan budaya, lingkungan geografis, dan lingkungan religius.
b) Komponen Proses
Interaksi
unsur-unsur masukan untuk mencapai tujuan :
·
Peserta
– Peserta
·
Peserta
– Pengajar/pelatih
·
Peserta
– Lingkungan
·
Pengajar
– Pengajar
c) Komponen Keluaran
Komponen keluaran ini
nantinya akan menghasilkan suatu perubahan tingkah laku (kompetensi) setelah
mengalami proses : pengetahuan, sikap/nilai, dan keterampilan.
d) Komponen Dampak
Dampak yang akan
dirasakan oleh peserta didik di masyarakat /tempat kerja yaitu : Kemandirian, kemampuan intelektual, kemampuan social, moral, etos
kerja, dsb.
Tujuan
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa ketercapaian tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui
kurikulum yang bersangkutan indikator kinerja yang akan dievaluasikan yang
merupakan efektivitas program.
Dalam
sebuah evaluasi harus berpatokan pada kurikulum atau silabi dan dirancang
secara jelas yaitu apa yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilai, dan
interpretasi hasil penilaian.
Beberapa prinsip yang harus dipegang dalam
suatu pelaksanaan evaluasi pendidikan:
1. Keterpaduan.
Evaluasi tersebut harus memegang pada
prinsip-prinsip keterpaduan atau
keselarasan. Dimana ada kesesuaian antara tujuan intruksional pengajaran tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, dan metode pembelajaran.
2. Keterlibatan peserta didik
Dalam sebuah prinsip evaluasi harus memperhatikan keterlibatan
peserta didik merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta
didik dalam evaluasi bukan alternatif dan seluruhnya mempunyai keterkaitan yang
erat.
3. Koherensi
Suatu evaluasi pendidikan harus berkaitan
dengan materi pembelajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah
kemampuan peserta didik yang hendak diukur. Dan keselarasan peseta didik dengan
pembelajaran harus sesuai.
4. Pedagogis
Pedagogis adalah seni dalam mengajar. Prinsip
evaluasi pendidikan yang ketujuah adalah perlu adanya alat penilai dari aspek
pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil
evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa atau peserta didik.
5. Akuntabel
Sudah semestinya hasil evaluasi haruslah
menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertanggungjawaban bagi pihak yang
berkepentingan seperti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya.
Yang
harus diperhatikan agar mendapat informasi yang akurat, diantaranya:
1.
Dirancang secara jelas abilitas
2. Penilaian hasil belajar menjadi bagian
integral dalam proses belajar mengajar.
3. Agar hasil penilaian obyektif, menggunakan
penilaian yang komprehensif.
4. Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.
5. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dengan
penilaian (grading)
6. Penilaian harus bersifat komparabel.
7. Sistem penilaian yang digunakan hendaknya
bagi siswa dan juga guru.
Secara
sederhana dalam penggambaran prinsip-prinsip evaluasi menyangkut beberapa hal
yang mesti diperhatikan diantaranya
adalah sebagai berikut:
a.
Kejelasan Tujuan adalah Menjabarkan segala proses dan hasil pembelajaran yang
dicapai
b.
Realistik dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi kondisi dan kemampuan para
siswa
c.
Ekologi adalah memperhitungkan situasi dimana kurikulum yang akan dilaksanakan
d.
Operasional adalah merumuskan secara spesifik dan terperinci segala sesuatu
yang harus diukur
e.
Klasifikasi merupakan Jenjang atau tingkatan, jenis pendidikan, daya dukung,
dan geografis
f.
Keseimbangan merupakan Penilaian kurikulum yang ideal dan aktual, mengenai
komponen kurikulum yang mesti diperhatikan
g.
Kontinuitas merupakan penilaian yang harus dilakukan secara menyeluruh terhadap
semua program yang akan dilaksanakan.
1.
Evaluasi Formatif : dilaksanakan apabila kegiatan evaluasi diarahkan untuk
memperbaiki bagian tertentu dari kurikulum yang sedang dikembangkan.
2.
Evaluasi Sumatif : dilaksanakan apabila kurikulum telah dianggap selesai
pengembangannya (evaluasi terhadap
hasil kurikulum).
Prosedur adalah
langkah-langkah teratur dan tertib yang harus ditempuh sesorang evaluator pada
waktu melakukan evaluasi kurikulum. Langkah-langkah tersebut merupakan tindakan
yang harus dilakukan evaluator sejak dari awal sampai akhir suatu kegiatan
evaluasi. Prosedur yang dikemukakan disini adalah hasil revisi dari prosedur,
model, PSP yang dikemukakan Storeange dan Helm (1992).
1.
Kajian terhadap evaluan
Langkah
pertama yang harus dilakukan evaluator terhadap kurikulum atau bentuk kurikulum
yang menjadi evaluannya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pemahaman terhadap
karakterisitk kurikulum. Evaluator harus mempelajari secara mendalam latar
belakang kelahiran suatu kurikulum, landan filsofi fan teoritis kurikulum
tersebut, ide kurikulum, model kurikulum yang digunakan untuk dokumen
kurikulum, proses pengembangan dokumen kurikulum, proses impelemtasi kurikulum,
dan evaluasi hasil belajar.
2. Pengembangan proposal
Berdasarkan
kajian yang dilakukan pada langkah pertama maka evaluator kemudian
mengembangkan proposalnya. Untuk itu maka evaluator memutuskan pendekatan dan
jenis evaluasi yang akan dilakukan. Evaluator dapat menentukan apakah yang akan
digunakannya adalah evaluasi kuantitatif ataukah evaluasi kualitatif. Tentu
saja berbagai faktor pribadinya seeprti pendidikan dan pandangan keilmuannya
akan sangat menentukan pendekatan metodologi yang akan digunakan.
3. Pertemuan atau diskusi proposal dengan
pengguna jasa evaluasi
Pertemuan atau diskusi proposal dengan
pengguna jasa evaluasi merupakan langkah penting dan menentukan. Hasil diskusi
dengan pengguna jasa akan menentukan apakah proposal yang diajukan akan dapat
ditindak lanjuti atau tidak. Jika evaluator berhasil meyakinkan calon pengguna
jasa evaluasi maka proposal yang diajukan mungkin akan disetujui dan pekerjaan
evaluasi akan dapat dilaksanakan. Artinya, tidak ada pekerjaan evaluasi yang
dilakukan berdasarkan proposal tersebut
4. Revisi Proposal
Revisi
proposal adalah tindak lanjut dari hasil pertemuan antara pengguna jas evaluasi
dengan evaluator. Apabila dalam pertemuan dan pembicaraan tersebut berbagai
kompenen harus direvisi maka adalah kewajiban evaluator untuk melakukan revisi tersebut.
Hasil revisi harus diperlihatkan kembali kepada pengguna jasa evaluasi dan
disetujui. Jika dari hasil diskusi pada pertemuan itu tidak ada hal yang perlu
direvisi maka langkah revisi ini dengan sendirinya tidak diperlukan.
5. Rekruitmen personalia
Rekruitmen
personalia untuk pekerjaan evaluasi mungkin 8saja dilakukan ketika proposal
disusun. Jika prosedur itu yang ditempuh maka rekruitmen dianggap sudah
terjadi. Dalam hal demikian maka pada proposal jumlah orang, nama serta
kualifikasi harus dicantumkan. Pencantuman itu akan memberikan nilai lebih pada
proposal.
6. Pengurusan persyaratan administrasi
Setiap kegiatan yang berkenaan dengan
evaluasi kurikulum memrlukan berbagai formalitas administrasi. Evaluator harus
mendapatkan persetjuan dari pengguna kurikulum, pimpinan sekolah atau
atasannya, dan mungkin juga dari pejabat yang terkait dengan masalah keamanan
sosial politik. Untuk itu diperlukan berbagai surat seperti surat izin
melakukan evaluasi, surat permohonan kesediaan menjadi responden, surat
identitas anggota t, dan sebagainya. Keberadaan surat ini sangan penting dan
sangat mutlak diperlukan.
7. Pengorganisasian pelaksanaan
Pengorganisasian
pelaksanaan adalah suatu kegiatan manajemenyang tingkat kerumitannya
ditentuakan oleh ruang lingkup pekerjaan evaluasi dan jumlah evaluator yang
terlibat. Semakin luas wilayah yang harus dievaluasi dan semakin banyak
evaluator yang harus dilibatkan maka semakin rumit pula pekerjaan management
yang harus dilakukan jika evaluasi itu hanya dilakukan oleh seorang maka
management tidak akan serumit jika evaluator terdiri dari sebuah tim.
8. Analisis data
Pekerjaan
analisis data tentu saja merupakan tindak lanjut setelah proses pengumpuilan
data evaluasi berhasil dilakukan. Ketika model yang digunakan adalah model
kuantitatif dan dengan demikian data utama evaluasiadalah data kuantitatif.
Proses dan tekhnik pengolahan data yang diakui dalam model kuatitatif harus
dilaksanakan.
9. Penulisan pelaporan
Penulisan
laporan sebagaimana halnya dengan analisis data, penulisan laporan harus
dilakukan oleh evaluator dan tim evaluator. Format laporn harus disesuaikan
dengan kesepakatan yang dilakukan pada waktu awal.
10. Pembahasan Laporan dengan pemakai jasa
Pembahasan
ini diperlukan untuk melihat kelengkapan laporan. Dalam pembahasan ini jika
pengguna jasa memerlukan tambahan informasi yang memang tercantum dalam kontrak
maka adalah kewajiban evaluator untuk melengkapi laporan tersebut.
11. Penulisan laporan akhir
Penulisan
Laporan akhir adalah sebagai hasil dari revisi yang harus dilakukan evaluator
ketika terjadi pembahasan laporan dengan pengguna jasa.
Dalam proses pembelajaran yang kita ketahui bersama bahwa syarat dalam
menjalankan proses belajar mengajar harus disertai dengan perencanaan tertulis
atau biasa disebut kurikulum, dan dalam makalah ini kami akan mencoba untuk
membahas mengenai permasalahan yang terjadi pada evaluasi kurikulum dengan
membandingkan KBK ( kurikulum berbasis kompetensi) dan KTSP ( kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan). Sebelum masuk ke studi kasus yang kelompok kami ambil ada
beberapa persamaan dan perbedaan dari kedua kurikulum tersebut yaitu:
1. Persamaan KBK dan KTSP adalah:
A. Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang bertujuan untuk menciptakan tamatan yang
kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Kurikulum
ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar
yang membangun integritas sosial, serta membudayakan dan mewujudkan karakter
nasional.
B. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana
pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar.
2. Perbedaan KBK dan
KTSP adalah:
A. Kurikulum Berbasis
Kompetensi (Depdiknas 2002) memiliki karakteristik yaitu:
a)
Pencapaian kompetensi siswa (individual/klasikal)
b)
Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
c)
Penyampaian pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode bervariasi.
d)
Sumber belajar guru dan sumber lainnya yang memenuhi unsur edukatif
e)
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar (penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi)
f)
Menggunakan sistem sentralisasi penuh dari pusat.
B. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan yaitu:
a)
Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
b)
Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin
meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
c)
KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
d)
KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan
kurang lebih 20%.
e)
KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengam kebutuhan.
Memang dilihat dari perbedaan dan persamaan
kedua kurikulum tersebut, KTSP jauh lebih memahami siswa daripada KBK yang
sedikit agak memberatkan siswa dilihat dari beban belajar siswa. Tapi pada
kenyataan KTSP pun masih dirasakan kekurangannya, diantaranya adalah dalam hal
struktur kurikulum, baik di tingkat SD/MI, SMP/MTs, atau di tingkat SMA/MA.
Yang perubahan strukturnya dirasakan banyak adalah di tingkat SMA/MA. Sementara
sosialisasi dan panduan KTSP belum merata. Apalagi untuk Standar Isi (SK dan
KD) mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Madrasah Aliyah sulit didapat,
entah apakah memang DEPAG RI belum mengeluarkan standar isi tersebut atau
sosialisasinya yang belum merata. Keadaan seperti ini membingungkan sekolah dan
guru-guru, sebenarnya mata pelajaran apa saja yang harus dipelajari anak dalam
KTSP. Di satu sisi sekolah dituntut untuk menyusun dan melaksanakan KTSP, di
sisi lain sosialisasi kurikulum baru ini belum merata dan maksimal, selain itu
perangkat untuk menyusun KTSP belum semuanya tersedia, dan belum
didistribusikan ke sekolah-sekolah. Banyak kasus dibeberapa sekolah, ada
beberapa mata pelajaran yang diajarkan tetapi ketika UAS tidak diujikan, begitu
juga sebaliknya. Selain itu format buku raport yang berubah-ubah, hal ini tentu
membuat semakin bingung pihak sekolah dan guru-guru, apa sebenarnya yang
diinginkan pemerintah dengan KTSP ini.
Hasan, P. D. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Hermawan, A. H. (2009). Kurikulum dan Pebelajaran.
Bandung: Jurusan kurtekpen.
0 Comments