KATA PENGANTAR
Pertama-tama perkenankanlah kami selaku penyusun makalah ini
mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan judul Beriman Kepada Rasul Allah SWT..
Ucapan terima kasih dan puji syukur kami sampaikan kepada Allah dan
semua pihak yang telah membantu kelancaran, memberikan masukan serta ide-ide
untuk menyusun makalah ini.
Kami selaku penyusun telah berusaha sebaik mungkin untuk
menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila terdapat kekurangan
maupun kesalahan. Oleh karena itu kami memohon saran serta komentar yang dapat
kami jadikan motivasi untuk menyempurnakan pedoman dimasa yang akan datang.
, September 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah.................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Epistemologi dan Islam ........................................................ 2
2.2.Sumber Pengetahuan (Wahyu, Akal dan Rasa)...................................... 4
2.3.Kriteria Kebenaran dalam Epistemologi Islam........................................ 5
2.4 Peranan dan Fungsi Pengetahuan Islam.................................................. 6
BAB
II KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13 M. hingga saat ini,
fenomena pemahaman ke-Islaman umat Islam Indonesia masih ditandai oleh keadaan
amat variatif. Kondisi pemahaman ke-Islaman serupa ini barangkali terjadi pula
diberbagai negara lainnya. Kita tidak tahu persis apakah kondisi demikian itu
merupakan sesuatu yang alami yang harus diterima sebagai suatu kenyataan untuk
diambil hikmahnya, ataukah diperlukan adanya standar umum yang perlu diterapkan
dan diberlakukan kepada berbagai paham keagamaan yang variatif itu, sehingga
walaupun keadaannya amat bervariasi tetapi tidak keluar dari ajaran yang
terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah serta sejalan dengan data-data
historis yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahaannya
1.2
Rumusan masalah
Berkaitan dengan uraian di atas, maka
permasalahan yang perlu untuk dilakukan pengkajian adalah:
1. Apa
pengertian epistemologi dan Islam?
2. Bagaimana
sumber pengetahuan (wahyu, akal, dan rasa)?
3. Bagaimana
kriteria kebenaran dalam epistemologi Islam?
4. Bagaimana
peranan dan fungsi pengetahuan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Epistemologi dan Islam
a. Pengertian
Epistemologi
Menurut Harun Nasution, pengertian epistemologi ; episteme berarti pengetahuan
dan epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang apa pengetahuan dan
bagaimana memperoleh pengetahuan.
Selanjutnya,
Drs. R.B.S. Furdyartanto memberikan pengertian epistemologi sebagai berikut;
Epistemologi berarti : ilmu filsafat tentang pengetahuan atau pendek kata,
filsafat pengetahuan.
Dari
pengertian diatas Nampak bahwa epistemologi bersangkutan dengan masalah-masalah
yang meliputi:
1) Filsafat
yaitu sebagai ilmu berusaha mencari hakekat dan kebenaran pengetahuan.
2) Metode
yaitu sebagai metode bertujuan mengantarkan manusia untuk memperoleh realitas
kebenaran pengetahuan.
3) Sistem
yaitu sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.
b. Pengertian
Islam
Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek
kebahasaan dan aspek peristilahan. Menurut bahasa, kata islam berasal dari kata ﺍﺴﻠﻢ - ﻴﺴﻠﻢ - ﺇﺴﻼﻤﺎ ,
yang mempunyai arti, yaitu keselamatan, perdamaian, dan penyerahan diri kepada
Allah SWT.
Dari pengertian kebahasaan ini, kata Islam dekat dengan arti
kata agama yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang,
balasan dan kebiasaan. Senada dengan itu Nurcholis Majid berpendapat bahwa
sikap pasrah kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam.
Pengertian
Islam menurut Maulana Muhammad Ali dapat dipahami dari Firman Allah yang
terdapat pada ayat 208 surat Al-Baqarah yang artinya: Hai orang-orang
yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah
kamu turuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu. Dan juga dapat dipahami dari ayat 61 surat al-Anfal yang
artinya: dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah
kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dari uraian diatas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa
kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh tunduk, taat dan berserah
diri kepada Tuhan dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup baik
didunia maupun diakhirat. Hal demikian dilakukan atas kesadaran dan kemauan
diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari
fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan
patuh dan tunduk kepada Tuhan.
Harun Nasution mengatakan bahwa Islam menurut
istilah (islam sebagai agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan
Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sebagai Rasul. Islam
pada hakikatnya membawa ajaran-ajawan yang bukan hanya mengenal satu segi,
tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sementara itu, maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah
agama perdamaian; dua ajaran pokoknya, yaitu kesesaan Allah dan Kesatuan atau
persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama Islam selaras benar
dengan namanya.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka kata
Islam menurut istilah adalah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu
yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia, dan bukan pula berasal
dari Nabi Muhammad SAW. Posisi Nabi dalam ajaran Islam diakui sebagai yang
ditugasi oleh Allah untuk menyebarkan agama Islam tersebut kepada umat manusia.
Dalam proses penyebaran agama Islam nabi terlibat dalam member keterangan,
penjelasan, uraian, dan contoh prakteknya. Namuan keterlibatan ini masih dalam
batas-batas yang dibolehkan Tuhan.
2.2. Sumber Pengetahuan
(Wahyu, Akal dan Rasa)
Bagi yang mengaku dirinya muslim sumber utamanya adalah
wahyu atau al-Quran sebagai sumber absolut yang berasal dari Tuhan semesta
alam. Wahyu menempati posisi absolut karena bersumber dari yang absolut pula.
Semua yang terkandung dalam wahyu adalah benar dan kebenarannnya tidak dapat
dibantah manusia. Hampir setiap penilaian terhadap sesuatu senantiasa merujuk
kepada wahyu tersebut. Wahyu yang menekankan ketiga sumber tersebut dan
mengingatkan manusia tentang ketertinggalan dan kemunduran untuk memperoleh
pengetahuan dan kebenaran tidak lain disebabkan oleh diri manusia itu sendiri
yang lalai dan malas menggunakan semua potensi- potensi yang telah
dianugerahkan kepada mereka atau pengetahuan itu tidak menghampiri manusia
karena ada hijab (batas) yang menghalanginya.
Di
kalangan kaum muslimin ada dua tipe pemikiran dalam memahami wahyu itu sebagai
sumber. Pertama, sebagai sumber ilmu pengetahuan ilmiyah dan kedua, sebagai
sumber petunjuk. Jalaluddin al-Suyuthi, Muhammad Shadiq al-Rafi’i, Abd
al-Razzaq al-Naufal dan Maurice Bucaille, mereka tergolong kedalam kelompok
yang pertama sedangkan Ibn Ishak al-Syathibi dan Quraish Shihab termasuk
kelompok yang kedua. Mahdi Ghulsyani memilih berada diantara kedua kelompok
tersebut, ia menekankan wahyu itu sebagai petunjuk bagi manusia yang mengandung
ilmu pengetahuan dan manusia itu diperintahkan untuk senantiasa menggunakan
indra, akal dan hatinya untuk menggali pengetahuan dari alam ini atas bimbingan
wahyu itu sendiri.
Sumber
pengetahuan yang lain adalah akal yang mempunyai fungsi sangat besar untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Posisinya sangat tinggi dalam Islam, ia berpotensi
sebagai alat untuk berfikir, memahami dan mengambil kesimpulan, khususnya
dikalangan para filosof dibagi kepada dua yakni aktif dan teoritis dengan
fungsinya masing-masing. Akal aktif berkaitan dengan etika, sedangkan yang
pokok akal teoritis merupakan fakultas pemahaman.
Manusia
dibedakan dari hewan oleh kecakapan mental yang luar biasa , yang tidak
dimiliki oleh hewan yakni akal. Akal mempunyai kemampuan bertanya secara
kritis. Kelebihan yang paling istimewa dari akal terletak pada kecakapan atau
kemampuannya untuk menangkap kuiditas atau esensi dari sesuatu yang diamati
atau dipahaminya.
Sebagai
sumber atau ada yang mengatakan alat pengetahuan, indra tentu sangat penting.
Begitu pentingnya indra sehingga oleh aliran filsafat tertentu, seperti
empirisme, indra dipandang sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Indra
adalah sumber awal mengenal alam sekeliling kita. Bahkan satu riwayat menyatakan
: “apabila seorang manusia kehilangan salah satu indranya, maka ia telah
kehilangan setengah ilmu”. Melalui mata manusia menangkap hal-hal yang tampak
apakah bentuk, keberadaan, sifat atau karakteristik benda-benda yang ada di
dunia. Melalui telinga dapat mendengar suara. Demikian juga dengan indra
perasa, kita bisa mengenal dimensi yang lain lagi dari objek-objek dunia yaitu
rasa, (masam, manis , asam, pahit dan lain-lain) yang tentunya tidak dapat
dilihat dan didengar oleh mata dan telinga .Indra peraba untuk memegang. Tak
kalah pentingnya juga indra penciuman yang dapat menyerap aspek lain dari
objek-objek fisik yaitu bau Setelah melihat fungsi indra sangat besar
pengaruhnya untuk mendapatkan pengetahuan. Persoalan sekarang, cukupkah indra
memenuhi kebutuhan akan ilmu sebagai pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana
adanya?. Apakah misalnya penglihatan manusia telah mampu memberikan pengetahuan
tentang sebuah benda, katakanlah langit, bulan, bintang ? Sepintas bisa dijawab
ya, dapat dikatakan langit itu biru dan bintang itu kecil. Namun apakah
penglihatan kita melaporkan benda-benda itu sendiri sebagaimana adanya atau
semata-mata kesan yang tercerap oleh mata belaka?. Apakah kesan-kesan inderawi
itu sama dengan kenyataan? tidak, ternyata indra itu terbatas. Banyak dorongan
dan perintah bagi kaum muslimin dalam Alquran untuk mengadakan pengamatan
(observasi) dengan indera juga penalaran dalam memahami alam.
2.3. Kriteria Kebenaran
dalam Epistemologi Islam
Pandangan Islam akan kebenaran merujuk kepada landasan
keimanan dan keyakinan terhadap keadilan yang bersumber pada Al-Qur’an.
Sebagaimana yang diutarakan oleh fazrur rahman bahwa semangat dasar dari
Al-qur’an adalah semangat moral, ide-ide keadilan social dan ekonomi. Hokum
moral adalah abadi, ia adalah “perintah Allah”. Manusia tak dapat membuat dan
memusnahkan hokum moral: ia harus menyerahkan diri kepadanya. Pernyataan ini
dinamakan Islam dan Implementasinya dalam kehidupan di
sebut Ibadah atau pengabdian kepada Allah. Tetapi hokum moral
dan nilai-nilai spiritual, untuk bisa dilaksanakan haruslah diketahui.
Dalam
kajian epistemologi Islam dijumpai beberapa teori tentang kebenaran :
a. Teori
Korespondensi
Menurut teori ini suatu posisi atau
pengertian itu benar adalah apabila terdapat suatu fakta bersesuaian, yang
beralasan dengan realitas, yang serasi dengan situasi actual, maka kebenaran
adalah sesuai fakta dan sesuatu yang selaras dengan situasi akal yang diberinya
interpretasi.
b. Teori
Konsistensi
Menurut teori ini kebenaran tidak
dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan suatu yang lain
yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu
sendiri. Dengan kata lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara
putusan-putusan yang baik dengan putusan lainnya yang telah kita ketahui dan
diakui benar terlebih dahulu, jadi sesuatu itu benar, hubungan itu saling
berhubungan dengan kebenaran sebelumnya.
c. Teori
Prakmatis
Teori ini mengemukakan benar
tidaknya suatu ucapan, dalil atau semata-mata tergantung kepada berfaedah
tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk berfaedah dalam
kehidupannya.
2.4. Peranan dan Fungsi
Pengetahuan Islam
Ilmu atau pengetahuan dalam Islam mempunyai peran dan fungsi
yang cukup penting. Tak dapat dipungkiri keberadaan ilmu menempati posisi
sangat tinggi karena mempunyai peran dan pengaruh cukup besar pada
perkembangan, perubahan dan kemajuan umat manusia.
Jalaluddin
Rakhmat mengungkap peran penting ilmu menurut Islam antara lain :
1. Ilmu
pengertahuan harus berusaha menemukan keteraturan (sistem), hubungan sebab
akibat dan tujuan dialam semesta. Dalam banyak ayat Alquran dijelaskan bahwa
alam ini diurus oleh pengurus dan pencipta yang tunggal, karena itu tidak
pernah ada kerancuan (tahafut) di dalamnya. Alam bergerak menuju tujuan
tertentu, karena Allah tidak menciptakannya untuk main-main dan bukan perbuatan
sia-sia. Keteraturan dalam ilmu biasanya disebut hukum-hukum yang terdapat
dalam afaq disebut alquran sebagai qadar atau takdir sedangkan aturan dalam anfus
dan tarikh disebut sebagai sunnatullah.
2. Ilmu
harus dikembangkan untuk mengambil manfaat dalam rangka mengabdi kepada Allah
sebab Allah telah menundukkan matahari, bulan, bintang dan segala yang langit
dan dibumi untuk manusia.
3. Ilmu
harus dikembangkan dengan tidak menimbulkan kerusakan baik afaq atau anfus.
Adapun
fungsi ilmu menurut RBS. Fubyartana sebagaimana dikutip Endang Saifuddin
Anshari antara lain:
1. fungsi
Deskriptis : menggambarkan, melukiskan dan memaparkan suatu obyek atau masalah
sehingga mudah dipelajari oleh peneliti
2. Fungsi
pengembangan : Melanjutkan hasil penemuan yang lalu yang menemukan hasil ilmu
pengetahuan yang baru
3. Fungsi
prediksi : meramalkan kejadian yang besar kemungkinan terjadi sehingga manusia
dapat mengambil tindakan-tindakan yang perlu dalam usaha menghadapinya
4. Fungsi
kontrol : berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa yang tidak dikehendaki.
Dalam
Ensiklopedi, Dawam Raharjo menyatakan satu fungsi ilmu yakni, perbaikan atau
pembaharuan, dalam istilah Alquran “ishlah” .Mahdi Ghulsyani menerangkan
manfaat ilmu antara lain :
1. Ilmu
dapat meningkatkan pengetahuan seseorang akan Allah.
2. Ilmu
dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan
tujuan-tujuannya.
3. Dapat
membimbing orang lain.
4. Dapat
memecahkan berbagai problem masyarakat.
Terakhir,
seraya mengutip pandangan Murtadha Muthahhari, Quraisy Shihab menyingkap
hubungan penting antara ilmu pengetahuan dan agama sebagai berikut :
· Ilmu
mempercepat anda sampai ke tujuan, agama menentukan arah yang dituju.
· Ilmu
menyesuaikan manusia dengan lingkungannya dan agama menyesuaikan dengan jati
dirinya.
· Ilmu
hiasan lahir dan agama hiasan batin
· Ilmu
memberikan kekuatan dan menerangi jalan dan agama memberi harapan dan dorongan
bagi jiwa
· Ilmu
menjawab pertanyaan yang dimulai dengan “bagaimana” dan agama menjawab yang
dimulai dengan “mengapa”.
· Ilmu
tidak jarang mengeruhkan pikiran pemeluknya, sedangkan agama selalu menenangkan
jiwa pemeluknya yang tulus..
BAB
II
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Epistemologi sebagai cabang ilmu
filsafat yang eksistensinya adalah mengajak manusia untuk berfikir, mentadaburi
alam yang dikemas dalam ilmu pengetahuan yang sistematis, memberi konstribusi
bagi perkembangan manusia dalam ranah keilmuan. Dan dengan beberapa prinsip
dasar epistemologi islam kita bisa mengatehaui peranan islam dalam ilmu
pengetahuan, yang mana Al-Quran (wahyu) sebagai salah satu sumber ilmu
pengetahuan yang kemudian ditalar melaui akal sebagai keistimewaan bagi manusia
dan serta panca indra (rasa) atau sentuhan indrawi yang membantu memperoleh
pengetahuan.
REFERENSI
Dr.
H. Abuddin Nata, MA, Metodologi Studi Islam, Jakarta, 2000, h.
95.
Harun
Nasution, Filsafat Islam, Jakarta, 1978, h. 10.
Drs.
T. Ibrahim dan Drs. H. Darsono, Membangun Akidah Akhlak, (Solo:
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003) h. 15-16.
Dr.
H. Abuddin Nata, MA, Op.Cit, h.62-65.
http://File.satus.net/i/identical/-20110527T003832-q26aqr7.html
http://saumua.blogspot.co.id/2014/01/prinsip-dasar-epistemologi-islam_5107.html
0 Comments