MAKALAH
MUHAMMADIYAH
OLEH :
DOSEN PEMBIMBING :
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Alloh s.w.t. karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah saya
dapat menyelesaikan Makalah Sejarah Berdirinya Muhammadiyah. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Al islam dan
Kemuhammadiyahan yaitu Bapak Irfangi dan pihak-pihak lain yang telah mendukung
dalam kelancaran pembuatan makalah ini. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Al islam dan Kemuhammadiyahan.
Di dalam
penulisan ini, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan serta
kekeliruan. Untuk itu, saya mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk menyusun laporan ataupun tugas lain di masa yang akan datang. Akhirnya
saya mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat, tidak hanya bagi saya,
tetapi juga untuk rekan-rekan. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.
Baturaja, Januari 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL......................................................................................... i
KATA
PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR
ISI................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Sejarah Berdirinya Organisasi Muhammadiyah........................................... 1
B.
Tujuan Muhammadiyah .............................................................................. 2
C. Latar Belakang Kelahiran............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Visi dan Misi Muhammadiyah...................................................................... 4
B. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya
Muhammadiyah.............................. 4
C. Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia............................................... 6
D. Tokoh Muhammadiyah................................................................................ 8
E. Prinsip-Prinsip Muhammadiyah Dalam Mengamalkan
Ajaran Islam..... 8
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Sejarah Berdirinya Organisasi Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah
sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi
ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat
dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.Tujuan
utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang
terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam
bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan
Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat
yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang
bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem
kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Dalam
pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat
104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para
tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan
dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan
tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan
ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat
gerakan yang niscaya.
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman
Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang
bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Beliau adalah
pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku
dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya
untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan
Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan
dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat
ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman
dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga
dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke
luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka
didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya
kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam
forum pengajian yang disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran
untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang
telah dewasa.
KH Ahmad Dahlan memimpin Muhammadiyah dari
tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem
permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah
dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun
1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada
tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan
seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
B.
Tujuan Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam
yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad
SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan
seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering
menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu
dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat
membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik
(ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah
yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang
bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem
kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan
kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak
merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran
ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh
Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan
dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung
penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan
dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi
sebagai alat gerakan. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah
banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh
Indonesia.
C. Latar Belakang Kelahiran
Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam
yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18
Nopember 1912 M. Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama
nabi terakhir, kemudian mendapatkan ‘ya nisbiyah’ yang artinya menjeniskan.
Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikutnya Muhammad. Tujuannya
adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenarnya.Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan
(1912-1923),pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti:
Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang.
Selain Yogyakarta, cabang-cabang Muhammadiyah
berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim
Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai
Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah
telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian
Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun
1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia. Terdapat pula organisasi
khusus wanita bernama Aisyiyah.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah
amar ma’ruf nahi munkar, berasa Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.
Gerakan Muhammadiyah bermaksud untuk berta’faul (berpengharapan baik) dapat
mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam rangka
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul
Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup sebagai
realita.
Faktor
utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad
Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji
kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan
hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak
hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang
teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam
amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Visi dan Misi Muhammadiyah
1. Visi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang
berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya
senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi
munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin
menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2. Misi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah
amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi sebagai berikut.
a. Menegakkan keyakinan
tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul
sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
b. Memahami agama dengan
menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan
menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
c. Menyebar luaskan ajaran Islam
yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul
untuk pedoman hidup umat manusia.
d. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi,
keluarga dan masyarakat.
B. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya
Muhammadiyah
1. Faktor obyektif yang
bersifat Internal, yang terbagi atas :
a. Kelemahan dan praktek ajaran
Islam.
a) Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme
ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam
masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan
pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini
mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang
banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan
adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap
perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah
menjadi pengalaman hidup selama ini.
b) Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping
telah memperkaya khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan
format-format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli
masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini
tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika
percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam
tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai
muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis tidak
berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut
pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa.
Islam, Hindu, Budha dan animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem
kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
b. Kelemahan Lembaga Pendidikan
Islam
Lembaga
pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan Islam yang
khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan
kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini.
Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala
untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang
sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran
yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist,
Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan materi-materi
pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain
sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami
perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka
bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah
yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu
pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
1. Faktor Objektif yang
Bersifat Eksternal
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang
paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni
kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk
asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini
mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme
Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki
dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan
kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda.
Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad
Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh
yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara
sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik
Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin
menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan
perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah
berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan
kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui
jalur pendidikan.
c. Gerakan Pembaharuan Timur
Tengah
Gerakan
Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari
sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu
Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan
Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca
oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan
itu, ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan
gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.
Dengan
melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa
KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad.
Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran
dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki
karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman
Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka
(misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan
Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.
C. Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia
1. Perkembanngan secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal,
Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi,
dibandingkan dengan perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit
ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah
Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam
mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga
banyak menemui tantangan dari masyarakat.
2. Perkembangan secara Horizontal
Dari
segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak
berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Perkembangan Muhamadiyah
dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya
Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah
yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam
bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak
telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:
1. Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang
ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
2. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah
puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai
dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
3. Mendirikan mushalla khusus wanita, dan
juga meluruskan arah kiblat yang ada pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla
sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
4. Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran
zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur
pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
5. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang
keluarga sejahtera dan keluarga berencana.
6. Terbentuknya Departemen Agama Republik
Indonesia juga termasuk peran dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
7. Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan
Cita-Cita hidup Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam
secara sederhana, tetapi menyeluruh.
Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh
Muhammadiyah meliputi:
1. Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan
memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan, dan
2. Mendirikan
madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum. Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada
lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan
dalam naungan agama.
Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang
telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:
1. Mendirikan rumah-rumah sakit modern,
lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah
bersalin, apotek, dan sebagainya.
2. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim,
baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.
3. Mendirikan perusahaan percetakan,
penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur
dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu,
dan kebudayaan Islam.
4. Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu
dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia
telah tua atau cacat jasmani.
5.
Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntunan
Ilahi.
Dalam bidang politik, usaha-usaha
Muhammadiyah meliputi:
1. Menentang pemerintah Hindia Belanda yang
mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
2. Pengadilan agama di zaman kolonial berada
dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di
Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh
orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
3. Ikut memelopori berdirinya Partai Islam
Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai
Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai
tempat kelahirannya.
4. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan
cinta tanah air Indonesia di kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan
bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun
tulisan-tulisannya.
5. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia,
pernah seluruh bangsa Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari,
tuhan bangsa Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei,
membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat
matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.
6. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis
Islam A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik
Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu
juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia
Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di
dalamnya.
7.
Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan
Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang
sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967,
Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang
juga berfungsi sebagai partai politik.
Dalam persyarikatan Muhammadiyah, organisasi
otonom (Ortom) ini ada beberapa buah, yaitu:
1. ‘Aisyiyah
2. Nasyiatul ‘Aisyiyah
3. Pemuda Muhammadiyah
4. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
5. Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)
6. Tapak Suci Putra Muhamadiyah
7. Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan
Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah,
dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu
pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis
dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu
organisasi yang bernaung di bawah
organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah
tangganya sendiri. Demikian organisasi otonom yang telah ada.
D. Tokoh Muhammadiyah
E. Prinsip-Prinsip Muhammadiyah Dalam Mengamalkan
Ajaran Islam
Islam secara normatif
harus dipahami secara tepat, dan pada tahap implementasinya. memerlukan kecerdasan
umatnya untuk menerjemahkan dalam konteks yang berbeda-beda. Itulah kurang
lebih yang meresahkan KH.A. Dahlan, setelah melalui pengembaraan intelektualnya
dalam realitas kehidupan umat Islam yang ternyata menurut pengamatannya masih
memahami dan mengamalkan Islam secara sinkretik.
Ketika pengertian
tentang (agama) Islam sudah dipahaminya, lalu muncul pemikiran pada dirinya
bahwa untuk melaksanakan (agama) Islam sebagaimana yang dipahaminya itu umat
Islam di Indonesia, bahkan di seluruh dunia, harus diberi pengertian yang tepat
tentang (agama) Islam, lalu diarahkan untuk dapat melaksanakannya secara
proporsional. Itulah gagasan KHA. Dahlan yang kemudian dikenal luas sebagai
seorang Kyai yang sangat cemerlang pada masanya, di ketika hampir semua orang di
sekelilingnya merasa puas dengan apa yang (sudah) ada.
KH. A. Dahlan
memahami bahwa al-Quran adalah sumber utama yang menjadi rujukan baku untuk
siapa pun, di mana pun dan kapan pun dalam ber-(agama)-Islam. Konsep normatif
Islam sudah tersedia secara utuh di dalamnya (al-Quran) dan sebegitu rinci
dijelaskan oleh Rasulullah SAW. di dalam sunnahnya, baik yang bersifat qaulî
(tindakan), fi’lî (ucapan) dan taqrîrî (sikap). Hanya saja apa yang dikerjakan
oleh Rasulullah s.a.w. perlu diterjemahkan ke dalam konteks yang berbeda-beda,
dan oleh karenanya memerlukan ijtihad.
Ijtihad dalam
ber-(agama)-Islam bagi KHA. Dahlan adalah “harga mati”. Yang perlu dicatat
bahwa Dia menganjurkan umat Islam untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah
secara kritis. Ia sangat menyayangkan adanya sikap taqlid
umat Islam terhadap
apa dan siapa pun yang pada akhirnya menghilangkan sikap kritis. Ia sangat
menganjurkan umat Islam agar memiliki keberanian untuk berijtihad dengan
segenap kemampuan dan kesungguhannya, dan dengan semangat untuk kembali kepada
al-Quran dan as-Sunnah ia pun ingin merombak sikap taqlid menjadi minimal
menjadi sikap Ittiba’ . Sehingga muncullah kolaborasi antara para Mujtahid dan
Muttabi’ yang secara sinergis membangun Islam Masa Depan, bukan Islam Masa
Sekarang yang stagnant (jumud, berhenti pada kepuasaan terhadap apa yang sudah
diperoleh)
1. Prinsip-prinsip Utama Pemahaman Agama Islam Muhammadiyah memperkenalkan dua prinsip utama pemahaman (agama) Islam:
1. Prinsip-prinsip Utama Pemahaman Agama Islam Muhammadiyah memperkenalkan dua prinsip utama pemahaman (agama) Islam:
Ajaran agama Islam
yang otentik (sesungguhnya) adalah apa yangØ terkandung di dalam al-Quran dan as-Sunnah dan bersifat absolut. Oleh
karena itu, semua orang Islam harus memahaminya.
Hasil pemahaman terhadap al-Quran dan
as-Sunnah yang kemudianØ disusun dan
dirumuskan menjadi kitab ajaran-ajaran agama (Islam) bersifat relatif.
Dari kedua prinsip utama tersebut, pendapat-pendapat Muhammadiyah tentang apa yang disebut doktrin agama yang dirujuk dari al-Quran dan as-Sunnah selalu (dapat) berubah-ubah selaras dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan zaman. Hal ini bukan berarti Muhammadiyah tidak bersikap istiqamah dalam beragama, tetapi justeru memahami arti pentingnya ijtihad dalam menyusun dan merumuskan kembali pemahaman agama Islam sebagaimana yang diisyaratkan oleh al-Quran dan as-Sunnah. Dipahami oleh Muhammadiyah bahwa al-Quran dan as-Sunnah bersifat tetap, sedang interpretasi- nya bisa berubah-ubah. Itulah konsekuensi keberagamaan umat Islam yang memahami kebenaran ajaran agama yang tidak akan pernah usang dimakan zaman dan selalu selaras untuk diterapkan di mana pun, kapan pun dan oleh siapa pun.
Dari kedua prinsip utama tersebut, pendapat-pendapat Muhammadiyah tentang apa yang disebut doktrin agama yang dirujuk dari al-Quran dan as-Sunnah selalu (dapat) berubah-ubah selaras dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan zaman. Hal ini bukan berarti Muhammadiyah tidak bersikap istiqamah dalam beragama, tetapi justeru memahami arti pentingnya ijtihad dalam menyusun dan merumuskan kembali pemahaman agama Islam sebagaimana yang diisyaratkan oleh al-Quran dan as-Sunnah. Dipahami oleh Muhammadiyah bahwa al-Quran dan as-Sunnah bersifat tetap, sedang interpretasi- nya bisa berubah-ubah. Itulah konsekuensi keberagamaan umat Islam yang memahami kebenaran ajaran agama yang tidak akan pernah usang dimakan zaman dan selalu selaras untuk diterapkan di mana pun, kapan pun dan oleh siapa pun.
2. Mengamalkan
al-Quran
Untuk memahami
al-Quran menurut Muhammadiyah diperlukan seperangkat instrumen yang menandai
kesiapan orang untuk menafsirkannya dan mengamalkannya dalam kehidupan nyata.
Semangatnya sama dengan ketika seseorang berkeinginan untuk memahami Islam,
yaitu: ijtihad.
Kandungan al-Quran
hanya akan dapat dipahami oleh orang yang memiliki kemauan dan kemampuan yang
memadai untuk melakukan eksplorasi dan penyimpulan yang tepat terhadap
al-Quran. Keikhlasan dan kerja keras seorang mufassir menjadi syarat utama bagi
setiap orang yang ingin secara tepat memahami al-Quran. Meskipun semua orang
harus sadar, bahwa sehebat apa pun seseorang, ia tidak akan dapat menemukan
kebenaran sejati, kecuali sekadar menemukan kemungkinan-kemungkinan kebenaran
absolut al-Quran yang pada akhirnya bernilai relatif. Akhirnya, kita pun dapat
memahami dengan jelas sebenar apa pun hasil pemahaman orang terhadap al-Quran,
tafsir atasnya (al-Quran) tidak akan menyamai kebenaran al-Quran itu sendiri.
Karena al-Quran adalah kebenaran ilahiah, sedang tafsir atas al-Quran adalah
kebenaran insaniah. Akankah kita menyatakan bahwa Manusia akan sebenar Tuhan?
Jawaban tepatnya: mustahil. Oleh karena itu, yang dituntut oleh Allah kepada
setiap muslim hanyalah berusaha sekuat kemampuannya untuk menemukan kebenaran
absolut al-Quran, bukan harus menghasilkan kebenaran absolut, karena akal
manusia tidak akan pernah menggapai kemutlakan kebenaran sejati dari Allah.
Akhirnya, kita pun harus sadar bahwa tidak akan ada pendapat (hasil pemahaman al-Quran) yang pasti benar. Tetapi sekadar “mungkin benar”.
Akhirnya, kita pun harus sadar bahwa tidak akan ada pendapat (hasil pemahaman al-Quran) yang pasti benar. Tetapi sekadar “mungkin benar”.
3. Mengamalkan Ajaran
Islam Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah
Ketika kita
berkesimpulan bahwa hasil pemahaman siapa pun, kapan pun dan di mana pun
terhadap al-Quran adalah relatif, maka alangkah bijaksananya bila kita rujuk
as-Sunnah sebagai panduan dalam beragama. Karena, bagaimanapun relatifnya hasil
pemahaman al-Quran, hasil interpretasi Rasulullah s.a.w. baik dalam bentuk
perkataan, tindakan dan taqrîr merupakan interpretasi atas al-Quran yang
terjamin kebenarannya. Asumsi ini didasarkan pada paradigma ishmah ar-rasûl.
Ada jaminan dari Allah bahwa Nabi Muhammad s.a.w. akan selalu benar dalam
berijtihad, karena setiap langkahnya akan selalu diawasi oleh-Nya. Teguran atas
kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w. akan selalu dilakukan oleh
Allah, dan hal itu tidak dijamin akan terjadi pada selain Rasulullah s.a.w.
Untuk itu, yang kita
perlukan sekarang adalah: membangun kearifan menuju pada pemahaman yang
sinergis dan seimbang.
4. Berislam Secara
Dewasa
Muhammadiyah selama
ini memperkenalkan Islam yang arif, yang dirujuk dari apa yang dikandung dalam
al-Quran dan as-Sunnah dengan memperkenalkan pola istinbath yang proporsional.
Muhammadiyah
menyatakan diri tidak bermazhab, dalam arti tidak mengikatkan diri secara tegas
dengan mazhab-mazhab tertentu baik secara qaulî maupun manhajî . Tetapi
Muhammadiyah bukan berarti anti mazhab. Karena, ternyata dalam memahami Islam
Muhammadiyah banyak merujuk pada pendapat orang dan utamanya juga Imam-imam
mazhab dan para pengikutnya yang dianggap “râjih” (kokoh/kuat) dan meninggalkan
yang “marjûh” (rapuh/lemah).
Pola pikir yang
diperkenalkan Muhammadiyah dalam memahami ajaran Islam adalah berijtihad
secara: bayânî, qiyâsî dan ishtishlâhî. Yang ketiganya dipakai oleh
Muhammadiyah secara simultan untuk menghasilkan pemahaman Islam yang
kontekstual dan bersifat (lebih) operasional.
1. Ijtihâd bayânî dipahami
sebagai bentuk pemikiran kritis terhadap nash (teks) al-Quran maupun as-Sunnah;
ijtihâd qiyâsî dipahami sebagai penyeberangan hukum yang telah ada nashnya
kepada masalah baru yang belum ada hukumnya berdasarkan nash, karena adanya
kesamaan ‘illât; dan ijtihâd ishtishlâhî dipahami sebagai bentuk penemuan hukum
dari realitas-empirik berdasarkan pada prinsip mashlahah (kebaikan), karena
tidak adanya nash yang dapat dirujuk dan tidak adanya kemungkinan untuk melakukan
qiyâs.
Rukun-rukun qiyas
Rukun-rukun qiyas
1. Ashal, yang
berarti pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar
nash. Ashal disebut juga maqis ‘alaih (yang menjadi ukuran) atau musyabbah bih
(tempat menyerupakan), atau mahmul ‘alaih (tempat membandingkan);
2. Fara’ yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara’ disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang dibandingkan);
3. Hukum ashal, yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara’ seandainya ada persamaan ‘illatnya.
4. ‘IIIat, yaitu suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara’. Seandainya sifat ada pula pada fara’, maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum fara’ sama dengan hukum ashal.
2. Fara’ yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara’ disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang dibandingkan);
3. Hukum ashal, yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara’ seandainya ada persamaan ‘illatnya.
4. ‘IIIat, yaitu suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara’. Seandainya sifat ada pula pada fara’, maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum fara’ sama dengan hukum ashal.
Hasil pemahaman dari
upaya optimal dalam berijtihad inilah yang kemudian ditransformasikan ke dalam
pengembangan pemikiran yang mungkin saja linear atau berseberangan, berkaitan
dengan tuntutan zaman. Demikian juga dalam wilayah praksis, tindakan
keberagamaan yang ditunjukkan dalam sikap dan perilaku keagamaan umat Islam
harus juga mengacu pada kemauan dan kesediaan untuk melakukan kontekstualisasi
pemahaman keagamaan (Islam) yang bertanggung jawab. Tidak harus terjebak pada
pada pengulangan dan juga pembaruan, yang secara ekstrem berpijak pada adagium
purifikasi (pemurnian) dan reinterpretasi (penafsiran ulang) baik yang bersifat
dekonstruktif (membuang, meniadakan dan menganggap tidak berlaku) maupun
rekonstruktif (memperbaharui, menyelaraskan dan menjadikannya relevan).
Sekali lagi, yang
perlu dibangun adalah: kearifan dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Di mana
pun, kapan pun dan oleh dan kepada siapa pun. Sebab, keislaman kita adalah
keislaman: yang harus kita pertaruhkan secara horisontal (hablun minannâs,
hubungan antarmanusia) dan sekaligus vertikal (hablun minallâh, hubungan antara
manusia dengan Allah)
B. Matan Keyakinan
Dancita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) .
Prinsip-prinsip
pemahaman islam dalam gerakan muhammadiyah adalah rumusan yang di sebut dengan
matan keyakinan dancita-cita hidup muhammadiyah. naska ini awalnya di rumuskan
pada muktamar ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta, dan di tetapkan pada siding tanwir,
tahun 1969 di ponorogo.
Adapun tujuan rumusan
ini yaitu untuk di jadikan bekal bagi seluruh warga muhammadiyah secara
ideologis ,khususnya sebagai lalu lintas alam pikiran yang semakin terbuka pada
saat itu
KH. Ahmad Azhar
Basyir yang merupakan ketua PP muhammadiyah pada periode 1990-1993,beliau
mengemukakan bahwa setelah kelahiran orde baru,pimpinan pusat muhammadiyah
berusaha membahas tentang permasalahan mendasar yang berkaitan dengan
perkembangan zaman yang erat dengan warna lalu lintas dan pluralitas alam
pikiran,terutama alam pikiran keagamaan.yang
semakin bebas dan terbuka. MKCH inilah maka pimpinan dan warga muhammadiyah
akan tetap memiliki pijakan yang jelas.sehingga tidak terjadi perpecahan dan
polarisasi,baik dalam tataran pemikiran maupun pada tingkat gerakan dakwa
muhammadiyah.
Di jelaskan bahwa
kebijakan orde baru orde baru di dalam mensosialisasikan politiknya, adalah
dengan memantapkan ideology pancasila. Makanya di kuatirkan apabila
Muhammadiyahmenggunakan kata ideology dalam’’ ideology gerakannya’’maka akan
terjadi bias pengertian seolah-olah Muhammadiyah memiliki pengertian ideology
lain selain ideology pancasila.
Oleh sebab
itu,susunan materi MKCH Muhammadiyah ini sebagai sebuah ikhtiyar yang bersifat
internal untuk nmelakukan Tajdidi Ideologi dengan tidak menggunakan kata
“ideologi.”(Haeder Naser,1992).
C. Maslah lima
Ada lima masalah
fundamental yang harus di cermati terus oleh warga persyarikatan. Disini
penulis menggunakan istilah Pokok Pikiran. Yaitu:
Pokok pikiran
pertaama,merupakan pokok pikiran yangØ substansial,esensial,dan ideologys tentang penegasan hakekat
Muhammadiyah dan hakekat islam dalam panndangan Muhammadiyah. Penegasan ini
merujuk pada muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah yang telah di rumuskan
terdahulu,namun dalam MKCH ini lebih di mantapkan bahwa Muhammadiyah adalah
gerakan islam yang melaksanakan kewajiban Agama dengan mmbentuk wadah
organisasi,di mana organisasi itu termasuk kategori urusan dunia yang di
perlukan adanya untuk melaksanakan kewajiban agama. Oleh sebab itu maka
pembentukaan organisasi termasuk dalam kaidah :” Mala yatimu al wajib illa biha
fa huwa wajib “. Makanya wujud organisasi Muhammadiyah adalah Fi sabillah,yang
bernilai ibadah dan ini harus di inspirasikan terus oleh semua warga
persyarikatan . artinya berjuang untuk tegaknya kalimah Allah yang harus di
tempuh dengan berbagai macam usaha Muhammadiyah ( Djindar Tamimy,1981).
Pokok pikiran kedua,
mengandung penegasan tentang hakikat agama islamØ dan keyakinan Muhammadiyah atas agama islam itu sendiri. Rumusan Ini
berkaitan dengan kitab Maslah Lima yang terdapat di dalam HPT. terutama pada
kata atau kalimat ma huwa al-din? Penekanan bahwa islam adalah agama yang di
butuhkaan manusia sepanjang masa untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang bahagia
baik di dunia maupun di akhirat nanti. Hal itu sangat sejalan dengan apa yang
di katakan bahwa Agama Islam adalah ajaran yang Rahmatan Lil’alamin.
Muhammadiyah sangat berkeyakinan bahwa Agama islamlah Agama Allah yang telah di
wahyukan kepada Rasulnya mulai dari Nabi Adam AS.sampai dengan Nabi Muhammad
SAW, sebagai hidayah dan Rahmat Allah SWT.kepada umat manusia sepanjang masadan
menjamin kesejahteraan hidup materi dan spiritual,duniawi dan ukhrawi. Untuk
menegaskan batasan agama islam ini Azhar Basyir menegaskan;”kita tidak menyebut
Yahudi dan Kristen sebagai nama agama wahyu resmi.Agama
wahyu resmi hanyalah islam“Inna al dina ‘inda al-allahi al-islam “(QS. Ali
Imran ayat 19).Djindar tamimy menegaskan bahwa muhammadiyah berkeyakinan ,dinul
islam risalah atau pesan-pesan Allah yang mengandung satu kesatuan ajaran yang
utuh dan terpadu,penuh keserimbangan dan keserasian.risalah itu mengandung:
1. petunjuk mengenai pola hidup dan kehidupan yang benar yang di ridoi allah swt
2. petunjuk allah mengenai pedoman pokok pelaksanaan untuk terwujudnya pola hidup dan kehidupan di
1. petunjuk mengenai pola hidup dan kehidupan yang benar yang di ridoi allah swt
2. petunjuk allah mengenai pedoman pokok pelaksanaan untuk terwujudnya pola hidup dan kehidupan di
3. petunjuk allah
mengenai sistim kepemimpinan dalam melaksanakan pedoman pokok dalam rangka
mewujudkan pola hidup.
pokok pikiran ketiga,masalah sumber ajaran,
Dengan menggunakan akalØ pikiran yang sesuai
dengan jiwa ajaran islam.dengan pandangan inilah maka muhammadiyah menunjukan
komitmennya yang begitu kuat kepada al-qur’an dan sunnah rasul sekaligus
bersifat kritis dan selektif. sedangkan selain al-qur’an dan sunnah rasul
bukanlah sumber. pemanfaatan akal pikiran adalah untuk mengembangkan pemahaman
dan pengamalan terhadap isi ajaran Al-qur’an dan sunnah rasul.pendirian seperti
inilah sesuai dengan putusan majelis tarjih sebagaimana tertuang dalam masalah
islam. dalam mtn di sebutkan bahwa Muhammadiyah dalam mengamalkan islam
bedasarkan kepada alquran dan sunnah rasul.
Ijma dan qiyas dalam pandangan muhammadiyah, setelah di rumuskan masalah lima dan MKCH termasuk dalam cakupan pendapat ijtihad,bukan sumber ajaran islam,sebab pemikiran islam harus terus berkembang sesuai dengan perkembangannya kemampuan akal pikiran,dan perkembangan kehidupan masyarakat. bagi muhammadiyah ijtihad mutlak di perlukan bagi umat islam seluruhnya, pintu ijtihad muhammadiyah tetap terbuka, tidak pernah dan tidak boleh di tutup oleh siapapun hanya saja di perlukan perangkat ilmu dan metodologisnya yang sesuai dengan jiwa ajaran islam.
Pokok pikiran keempat, membahas bidang ajaran islam, muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran islam yang meliputi bidang-bidang akidah,akhlak,ibadah dan muamalah duniyawi. aqidah islam menurut muhammadiyah bersumber kepada al-qur’an dan sunnah rasul.
Ijma dan qiyas dalam pandangan muhammadiyah, setelah di rumuskan masalah lima dan MKCH termasuk dalam cakupan pendapat ijtihad,bukan sumber ajaran islam,sebab pemikiran islam harus terus berkembang sesuai dengan perkembangannya kemampuan akal pikiran,dan perkembangan kehidupan masyarakat. bagi muhammadiyah ijtihad mutlak di perlukan bagi umat islam seluruhnya, pintu ijtihad muhammadiyah tetap terbuka, tidak pernah dan tidak boleh di tutup oleh siapapun hanya saja di perlukan perangkat ilmu dan metodologisnya yang sesuai dengan jiwa ajaran islam.
Pokok pikiran keempat, membahas bidang ajaran islam, muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran islam yang meliputi bidang-bidang akidah,akhlak,ibadah dan muamalah duniyawi. aqidah islam menurut muhammadiyah bersumber kepada al-qur’an dan sunnah rasul.
Akal pikiran di
perlukan untuk menggukuhkan kebenaran Al-qur’an dan sunnah rasul
bukan untuk
menta’wilkan ajaran aqidah yang memang di luar jangkauan akal manusia.itu bukan wewenang akal,maka tidak
boleh di perdebatkan. dalam mengimplementasikan aqidah islam yang murni, bersih
dari gejala kemusryrikan, tahayul, bid’ah dan khurafat, namun tetap menumbuhkan
sikap tasamuh terhadap penganut paham lain dan agama lain, serta tidak memaksa
kan ajaran islam kepada orang lain,dengan tetap memberikan gambaran, bahwa
agama yang menjamin memberikan kehidupan yang hakiki di dunia dan di akhirat
hanyalah islam. inna al-dina ‘indah al-allahi al-islam, haris dimaknai agama
yang benar dan di ridoi Allah hanyalah Agama islam.
Allah SWT tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak akan tercapai dalam hal aqidah, sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang zat Allah, dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada padanya. maka janganlah membicarakan hal itu. tak ada kesangsian tentang wujud allah. ”adakah orang yang ragu tentang allah, yang maha menciptakan langit dan bumi” QS Ibrahim (14)ayat 10 (HPT), 1983).
Bidang akhlak Muhammadiyah memandang bahwa sumber akhlak islam hanyalah al-qur’an dan sunnah rasul,tidak bersedia kepada nilai-nilai ciptaan manusia, walaupun al-quran dan sunnah menggakui adanya sumber ‘Qalb’atau ‘basirah’ yakni hati nurani, namun tolak ukurannya tetap al-qur’an dan As- sunnah (Hambali, 2006).
Bidang ajaran islam berikutnya adalah bidang ibadah.istilah ibadah dimaksud tentunya ibadah “ mahda” di tegaskan bahwa muhmmadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang di tuntunkan Rasulullah SAW,tambah ada tambahan,pengurangan dan perubahan dari manusia. itulah sebabnya Muhammadiyah slalu melakukn penelitian,terhadap dalil yang berkaitan dengan ibadah, konsekwensinya apabila di temukan dalil-dalil yang lebih kuat,maka muhammadiyah akan memperbaiki pendapat lamanya. Keputusan tersebut terkadang merefisi pendapat KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri muhamadiyah.Itulah sebabnya jangan mengatakan, tarji tidak menghargai pendirinya, ini jelas tidak proporsional (azhar basyir 1992).
Allah SWT tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak akan tercapai dalam hal aqidah, sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang zat Allah, dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada padanya. maka janganlah membicarakan hal itu. tak ada kesangsian tentang wujud allah. ”adakah orang yang ragu tentang allah, yang maha menciptakan langit dan bumi” QS Ibrahim (14)ayat 10 (HPT), 1983).
Bidang akhlak Muhammadiyah memandang bahwa sumber akhlak islam hanyalah al-qur’an dan sunnah rasul,tidak bersedia kepada nilai-nilai ciptaan manusia, walaupun al-quran dan sunnah menggakui adanya sumber ‘Qalb’atau ‘basirah’ yakni hati nurani, namun tolak ukurannya tetap al-qur’an dan As- sunnah (Hambali, 2006).
Bidang ajaran islam berikutnya adalah bidang ibadah.istilah ibadah dimaksud tentunya ibadah “ mahda” di tegaskan bahwa muhmmadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang di tuntunkan Rasulullah SAW,tambah ada tambahan,pengurangan dan perubahan dari manusia. itulah sebabnya Muhammadiyah slalu melakukn penelitian,terhadap dalil yang berkaitan dengan ibadah, konsekwensinya apabila di temukan dalil-dalil yang lebih kuat,maka muhammadiyah akan memperbaiki pendapat lamanya. Keputusan tersebut terkadang merefisi pendapat KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri muhamadiyah.Itulah sebabnya jangan mengatakan, tarji tidak menghargai pendirinya, ini jelas tidak proporsional (azhar basyir 1992).
Aspek yang berkaitan
dengan masalah ibadah dalam arti ibadah ummah adalah aspek muamalah duniawiyah,
yang titik beratnya pada pengelolaan dunia dan pembinaan masyarakatnya, dan
termasuk didalamnya adalah pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
pengembangan skill manusia itu sendiri. Dalam hal ini muhamadiyah berpendapat
bahwa islam telah memberikan wewenang terhadap akal seluas-luasnya sehingga
seluruh warga muhamdiyah herus menguasai ilmu pengetahuan dan berbagi profesi
dalam kehidupan yang dinamis ini, dengan tetap berpijak pada ilmu agama. Ilmu
agama yang membimbing akal dan hati nurani dalam berkarya, dan menjalani
profesi.
Pokok pikiran kelima, ini berkaitan erat dengan fungsi dan misi muhamadiyah, dalam masalah kemasyarakatan dan kebangsaan. Perlu dicermati bahwa muhamadiyah terus mengajak kepada seluruh warga atau elemen bangsa ini, untuk terus mensyukuri nikmat yang diberikan Allah swt kepada bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, berupa kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah, tanah air yang luas, kemerdekaan bangsa, dan Negara Indonesia berdasarkan pancasila, sembari terus menjadikan Negara ini yang adil dan makmur diridoi Allah swt “Baldatun Tayyibatun Warabbun Gaffur” statement ini menunjukan bahwa sangat sadar akan keberadaan bangsa dan Negara ini, menuju kehidupan bangsa dan Negara yang berakhlak, tertib dan disiplin, serta martabat, diridhoi Allah swt. Olehnya itu maka setiap terjadi ketimpangan kehidupan sosial kebangsaan, muhamadiyah selalu prihatin bahkan tidak segan-segan ikut adil dalam mencari penyelesaian masalah.
Pokok pikiran kelima, ini berkaitan erat dengan fungsi dan misi muhamadiyah, dalam masalah kemasyarakatan dan kebangsaan. Perlu dicermati bahwa muhamadiyah terus mengajak kepada seluruh warga atau elemen bangsa ini, untuk terus mensyukuri nikmat yang diberikan Allah swt kepada bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, berupa kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah, tanah air yang luas, kemerdekaan bangsa, dan Negara Indonesia berdasarkan pancasila, sembari terus menjadikan Negara ini yang adil dan makmur diridoi Allah swt “Baldatun Tayyibatun Warabbun Gaffur” statement ini menunjukan bahwa sangat sadar akan keberadaan bangsa dan Negara ini, menuju kehidupan bangsa dan Negara yang berakhlak, tertib dan disiplin, serta martabat, diridhoi Allah swt. Olehnya itu maka setiap terjadi ketimpangan kehidupan sosial kebangsaan, muhamadiyah selalu prihatin bahkan tidak segan-segan ikut adil dalam mencari penyelesaian masalah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelahiran
Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan
langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang
ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka
pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari
kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan,
sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas,
memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun
kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek
tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan
kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni
Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad
DAFTAR PUSTKA
Sumber
:http://www.suara-muhammadiyah.or.id
1 M.C
Ricklefs, 2005, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (terjemahan oleh
Satrio Wahono, dkk), Jakarta : Serambi, h. 356. 2
http://muhammadiyahunited.wordpress.com/2009/10/23/sejarah-berdirinya-muhammadiyah/
0 Comments