MAKALAH MUHAMMADIYAH



MAKALAH
MUHAMMADIYAH


OLEH :



DOSEN PEMBIMBING :


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Alloh s.w.t. karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan Makalah Sejarah Berdirinya Muhammadiyah. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Al islam dan Kemuhammadiyahan yaitu Bapak Irfangi dan pihak-pihak lain yang telah mendukung dalam kelancaran pembuatan makalah ini. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Al islam dan Kemuhammadiyahan. Di dalam
penulisan ini, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan serta kekeliruan. Untuk itu, saya mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyusun laporan ataupun tugas lain di masa yang akan datang. Akhirnya saya mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat, tidak hanya bagi saya, tetapi juga untuk rekan-rekan. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.

Baturaja, Januari 2016

  
Penulis

  
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A.  Sejarah Berdirinya Organisasi Muhammadiyah........................................... 1
B.  Tujuan Muhammadiyah .............................................................................. 2
C. Latar Belakang Kelahiran............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Visi dan Misi Muhammadiyah...................................................................... 4
B. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah.............................. 4
C. Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia............................................... 6
D. Tokoh Muhammadiyah................................................................................ 8
E. Prinsip-Prinsip Muhammadiyah Dalam Mengamalkan Ajaran Islam..... 8
BAB III  PENUTUP
A.  Kesimpulan............................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Sejarah Berdirinya Organisasi Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.

Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

KH Ahmad Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

B.  Tujuan Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.

Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.

Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.

C. Latar Belakang Kelahiran
Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18 Nopember 1912 M. Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama nabi terakhir, kemudian mendapatkan ‘ya nisbiyah’ yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikutnya Muhammad. Tujuannya adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923),pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang.

Selain Yogyakarta, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia. Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.

Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, berasa Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan Muhammadiyah bermaksud untuk berta’faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup sebagai realita.

Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Visi dan Misi Muhammadiyah
1.    Visi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

2.    Misi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi sebagai berikut.
a.   Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
b.   Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
c.  Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
     d.  Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

B. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah
1.    Faktor obyektif yang bersifat Internal, yang terbagi atas :
a.   Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
a)    Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.

b)   Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.

b.   Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.

1.    Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal
a.   Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.

b.  Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.

c.   Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.

Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.


C. Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia
1. Perkembanngan secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.

2. Perkembangan secara Horizontal
Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:
1. Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
3. Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
4. Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
5. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga berencana.
6. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
7. Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara sederhana, tetapi menyeluruh.

Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:
1. Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan, dan
2. Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum. Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.

Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:
1. Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
2. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.
3. Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.
4. Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntunan Ilahi.

Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:
1. Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
2. Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
3. Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.
4. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-tulisannya.
5. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.
6. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di dalamnya.
7. Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.

Dalam persyarikatan Muhammadiyah, organisasi otonom (Ortom) ini ada beberapa buah, yaitu:
1. ‘Aisyiyah
2. Nasyiatul ‘Aisyiyah
3. Pemuda Muhammadiyah
4. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
5. Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)
6. Tapak Suci Putra Muhamadiyah
7. Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan

   Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Demikian organisasi otonom yang telah ada.


D. Tokoh Muhammadiyah
·      Kyai Haji Ibrahim
·      KH Hisyam
·      KH Mas Mansyur
·      Ki Bagus Hadikusuma
·      H. M. Yunus Anis
·      KH Ahmad Badawi
·      KH Faqih Usman
·      KH AR Fachdrudin
·      KHA Azhar Basyir, MA
·      Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed


E. Prinsip-Prinsip Muhammadiyah Dalam Mengamalkan Ajaran Islam
Islam secara normatif harus dipahami secara tepat, dan pada tahap implementasinya. memerlukan kecerdasan umatnya untuk menerjemahkan dalam konteks yang berbeda-beda. Itulah kurang lebih yang meresahkan KH.A. Dahlan, setelah melalui pengembaraan intelektualnya dalam realitas kehidupan umat Islam yang ternyata menurut pengamatannya masih memahami dan mengamalkan Islam secara sinkretik.
Ketika pengertian tentang (agama) Islam sudah dipahaminya, lalu muncul pemikiran pada dirinya bahwa untuk melaksanakan (agama) Islam sebagaimana yang dipahaminya itu umat Islam di Indonesia, bahkan di seluruh dunia, harus diberi pengertian yang tepat tentang (agama) Islam, lalu diarahkan untuk dapat melaksanakannya secara proporsional. Itulah gagasan KHA. Dahlan yang kemudian dikenal luas sebagai seorang Kyai yang sangat cemerlang pada masanya, di ketika hampir semua orang di sekelilingnya merasa puas dengan apa yang (sudah) ada.
KH. A. Dahlan memahami bahwa al-Quran adalah sumber utama yang menjadi rujukan baku untuk siapa pun, di mana pun dan kapan pun dalam ber-(agama)-Islam. Konsep normatif Islam sudah tersedia secara utuh di dalamnya (al-Quran) dan sebegitu rinci dijelaskan oleh Rasulullah SAW. di dalam sunnahnya, baik yang bersifat qaulî (tindakan), fi’lî (ucapan) dan taqrîrî (sikap). Hanya saja apa yang dikerjakan oleh Rasulullah s.a.w. perlu diterjemahkan ke dalam konteks yang berbeda-beda, dan oleh karenanya memerlukan ijtihad.
Ijtihad dalam ber-(agama)-Islam bagi KHA. Dahlan adalah “harga mati”. Yang perlu dicatat bahwa Dia menganjurkan umat Islam untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah secara kritis. Ia sangat menyayangkan adanya sikap taqlid
umat Islam terhadap apa dan siapa pun yang pada akhirnya menghilangkan sikap kritis. Ia sangat menganjurkan umat Islam agar memiliki keberanian untuk berijtihad dengan segenap kemampuan dan kesungguhannya, dan dengan semangat untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah ia pun ingin merombak sikap taqlid menjadi minimal menjadi sikap Ittiba’ . Sehingga muncullah kolaborasi antara para Mujtahid dan Muttabi’ yang secara sinergis membangun Islam Masa Depan, bukan Islam Masa Sekarang yang stagnant (jumud, berhenti pada kepuasaan terhadap apa yang sudah diperoleh)
1. Prinsip-prinsip Utama Pemahaman Agama Islam Muhammadiyah memperkenalkan dua prinsip utama pemahaman (agama) Islam:
Ajaran agama Islam yang otentik (sesungguhnya) adalah apa yangØ terkandung di dalam al-Quran dan as-Sunnah dan bersifat absolut. Oleh karena itu, semua orang Islam harus memahaminya.
 Hasil pemahaman terhadap al-Quran dan as-Sunnah yang kemudianØ disusun dan dirumuskan menjadi kitab ajaran-ajaran agama (Islam) bersifat relatif.
Dari kedua prinsip utama tersebut, pendapat-pendapat Muhammadiyah tentang apa yang disebut doktrin agama yang dirujuk dari al-Quran dan as-Sunnah selalu (dapat) berubah-ubah selaras dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan zaman. Hal ini bukan berarti Muhammadiyah tidak bersikap istiqamah dalam beragama, tetapi justeru memahami arti pentingnya ijtihad dalam menyusun dan merumuskan kembali pemahaman agama Islam sebagaimana yang diisyaratkan oleh al-Quran dan as-Sunnah. Dipahami oleh Muhammadiyah bahwa al-Quran dan as-Sunnah bersifat tetap, sedang interpretasi- nya bisa berubah-ubah. Itulah konsekuensi keberagamaan umat Islam yang memahami kebenaran ajaran agama yang tidak akan pernah usang dimakan zaman dan selalu selaras untuk diterapkan di mana pun, kapan pun dan oleh siapa pun.
2. Mengamalkan al-Quran
Untuk memahami al-Quran menurut Muhammadiyah diperlukan seperangkat instrumen yang menandai kesiapan orang untuk menafsirkannya dan mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Semangatnya sama dengan ketika seseorang berkeinginan untuk memahami Islam, yaitu: ijtihad.
Kandungan al-Quran hanya akan dapat dipahami oleh orang yang memiliki kemauan dan kemampuan yang memadai untuk melakukan eksplorasi dan penyimpulan yang tepat terhadap al-Quran. Keikhlasan dan kerja keras seorang mufassir menjadi syarat utama bagi setiap orang yang ingin secara tepat memahami al-Quran. Meskipun semua orang harus sadar, bahwa sehebat apa pun seseorang, ia tidak akan dapat menemukan kebenaran sejati, kecuali sekadar menemukan kemungkinan-kemungkinan kebenaran absolut al-Quran yang pada akhirnya bernilai relatif. Akhirnya, kita pun dapat memahami dengan jelas sebenar apa pun hasil pemahaman orang terhadap al-Quran, tafsir atasnya (al-Quran) tidak akan menyamai kebenaran al-Quran itu sendiri. Karena al-Quran adalah kebenaran ilahiah, sedang tafsir atas al-Quran adalah kebenaran insaniah. Akankah kita menyatakan bahwa Manusia akan sebenar Tuhan? Jawaban tepatnya: mustahil. Oleh karena itu, yang dituntut oleh Allah kepada setiap muslim hanyalah berusaha sekuat kemampuannya untuk menemukan kebenaran absolut al-Quran, bukan harus menghasilkan kebenaran absolut, karena akal manusia tidak akan pernah menggapai kemutlakan kebenaran sejati dari Allah.
Akhirnya, kita pun harus sadar bahwa tidak akan ada pendapat (hasil pemahaman al-Quran) yang pasti benar. Tetapi sekadar “mungkin benar”.
3. Mengamalkan Ajaran Islam Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah
Ketika kita berkesimpulan bahwa hasil pemahaman siapa pun, kapan pun dan di mana pun terhadap al-Quran adalah relatif, maka alangkah bijaksananya bila kita rujuk as-Sunnah sebagai panduan dalam beragama. Karena, bagaimanapun relatifnya hasil pemahaman al-Quran, hasil interpretasi Rasulullah s.a.w. baik dalam bentuk perkataan, tindakan dan taqrîr merupakan interpretasi atas al-Quran yang terjamin kebenarannya. Asumsi ini didasarkan pada paradigma ishmah ar-rasûl. Ada jaminan dari Allah bahwa Nabi Muhammad s.a.w. akan selalu benar dalam berijtihad, karena setiap langkahnya akan selalu diawasi oleh-Nya. Teguran atas kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w. akan selalu dilakukan oleh Allah, dan hal itu tidak dijamin akan terjadi pada selain Rasulullah s.a.w.
Untuk itu, yang kita perlukan sekarang adalah: membangun kearifan menuju pada pemahaman yang sinergis dan seimbang.
4. Berislam Secara Dewasa
Muhammadiyah selama ini memperkenalkan Islam yang arif, yang dirujuk dari apa yang dikandung dalam al-Quran dan as-Sunnah dengan memperkenalkan pola istinbath yang proporsional.
Muhammadiyah menyatakan diri tidak bermazhab, dalam arti tidak mengikatkan diri secara tegas dengan mazhab-mazhab tertentu baik secara qaulî maupun manhajî . Tetapi Muhammadiyah bukan berarti anti mazhab. Karena, ternyata dalam memahami Islam Muhammadiyah banyak merujuk pada pendapat orang dan utamanya juga Imam-imam mazhab dan para pengikutnya yang dianggap “râjih” (kokoh/kuat) dan meninggalkan yang “marjûh” (rapuh/lemah).
Pola pikir yang diperkenalkan Muhammadiyah dalam memahami ajaran Islam adalah berijtihad secara: bayânî, qiyâsî dan ishtishlâhî. Yang ketiganya dipakai oleh Muhammadiyah secara simultan untuk menghasilkan pemahaman Islam yang kontekstual dan bersifat (lebih) operasional.
1. Ijtihâd bayânî dipahami sebagai bentuk pemikiran kritis terhadap nash (teks) al-Quran maupun as-Sunnah; ijtihâd qiyâsî dipahami sebagai penyeberangan hukum yang telah ada nashnya kepada masalah baru yang belum ada hukumnya berdasarkan nash, karena adanya kesamaan ‘illât; dan ijtihâd ishtishlâhî dipahami sebagai bentuk penemuan hukum dari realitas-empirik berdasarkan pada prinsip mashlahah (kebaikan), karena tidak adanya nash yang dapat dirujuk dan tidak adanya kemungkinan untuk melakukan qiyâs.
Rukun-rukun qiyas
1. Ashal, yang berarti pokok, yaitu suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash. Ashal disebut juga maqis ‘alaih (yang menjadi ukuran) atau musyabbah bih (tempat menyerupakan), atau mahmul ‘alaih (tempat membandingkan);
2. Fara’ yang berarti cabang, yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena tidak ada nash yang dapat dijadikan sebagai dasar. Fara’ disebut juga maqis (yang diukur) atau musyabbah (yang diserupakan) atau mahmul (yang dibandingkan);
3. Hukum ashal, yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan berdasar nash dan hukum itu pula yang akan ditetapkan pada fara’ seandainya ada persamaan ‘illatnya.
4. ‘IIIat, yaitu suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat itu yang dicari pada fara’. Seandainya sifat ada pula pada fara’, maka persamaan sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum fara’ sama dengan hukum ashal.
Hasil pemahaman dari upaya optimal dalam berijtihad inilah yang kemudian ditransformasikan ke dalam pengembangan pemikiran yang mungkin saja linear atau berseberangan, berkaitan dengan tuntutan zaman. Demikian juga dalam wilayah praksis, tindakan keberagamaan yang ditunjukkan dalam sikap dan perilaku keagamaan umat Islam harus juga mengacu pada kemauan dan kesediaan untuk melakukan kontekstualisasi pemahaman keagamaan (Islam) yang bertanggung jawab. Tidak harus terjebak pada pada pengulangan dan juga pembaruan, yang secara ekstrem berpijak pada adagium purifikasi (pemurnian) dan reinterpretasi (penafsiran ulang) baik yang bersifat dekonstruktif (membuang, meniadakan dan menganggap tidak berlaku) maupun rekonstruktif (memperbaharui, menyelaraskan dan menjadikannya relevan).
Sekali lagi, yang perlu dibangun adalah: kearifan dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Di mana pun, kapan pun dan oleh dan kepada siapa pun. Sebab, keislaman kita adalah keislaman: yang harus kita pertaruhkan secara horisontal (hablun minannâs, hubungan antarmanusia) dan sekaligus vertikal (hablun minallâh, hubungan antara manusia dengan Allah)
B. Matan Keyakinan Dancita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) .
Prinsip-prinsip pemahaman islam dalam gerakan muhammadiyah adalah rumusan yang di sebut dengan matan keyakinan dancita-cita hidup muhammadiyah. naska ini awalnya di rumuskan pada muktamar ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta, dan di tetapkan pada siding tanwir, tahun 1969 di ponorogo.
Adapun tujuan rumusan ini yaitu untuk di jadikan bekal bagi seluruh warga muhammadiyah secara ideologis ,khususnya sebagai lalu lintas alam pikiran yang semakin terbuka pada saat itu
KH. Ahmad Azhar Basyir yang merupakan ketua PP muhammadiyah pada periode 1990-1993,beliau mengemukakan bahwa setelah kelahiran orde baru,pimpinan pusat muhammadiyah berusaha membahas tentang permasalahan mendasar yang berkaitan dengan perkembangan zaman yang erat dengan warna lalu lintas dan pluralitas alam pikiran,terutama alam pikiran keagamaan.yang semakin bebas dan terbuka. MKCH inilah maka pimpinan dan warga muhammadiyah akan tetap memiliki pijakan yang jelas.sehingga tidak terjadi perpecahan dan polarisasi,baik dalam tataran pemikiran maupun pada tingkat gerakan dakwa muhammadiyah.
Di jelaskan bahwa kebijakan orde baru orde baru di dalam mensosialisasikan politiknya, adalah dengan memantapkan ideology pancasila. Makanya di kuatirkan apabila Muhammadiyahmenggunakan kata ideology dalam’’ ideology gerakannya’’maka akan terjadi bias pengertian seolah-olah Muhammadiyah memiliki pengertian ideology lain selain ideology pancasila.
Oleh sebab itu,susunan materi MKCH Muhammadiyah ini sebagai sebuah ikhtiyar yang bersifat internal untuk nmelakukan Tajdidi Ideologi dengan tidak menggunakan kata “ideologi.”(Haeder Naser,1992).

C. Maslah lima
Ada lima masalah fundamental yang harus di cermati terus oleh warga persyarikatan. Disini penulis menggunakan istilah Pokok Pikiran. Yaitu:
Pokok pikiran pertaama,merupakan pokok pikiran yangØ substansial,esensial,dan ideologys tentang penegasan hakekat Muhammadiyah dan hakekat islam dalam panndangan Muhammadiyah. Penegasan ini merujuk pada muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah yang telah di rumuskan terdahulu,namun dalam MKCH ini lebih di mantapkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan islam yang melaksanakan kewajiban Agama dengan mmbentuk wadah organisasi,di mana organisasi itu termasuk kategori urusan dunia yang di perlukan adanya untuk melaksanakan kewajiban agama. Oleh sebab itu maka pembentukaan organisasi termasuk dalam kaidah :” Mala yatimu al wajib illa biha fa huwa wajib “. Makanya wujud organisasi Muhammadiyah adalah Fi sabillah,yang bernilai ibadah dan ini harus di inspirasikan terus oleh semua warga persyarikatan . artinya berjuang untuk tegaknya kalimah Allah yang harus di tempuh dengan berbagai macam usaha Muhammadiyah ( Djindar Tamimy,1981).
Pokok pikiran kedua, mengandung penegasan tentang hakikat agama islamØ dan keyakinan Muhammadiyah atas agama islam itu sendiri. Rumusan Ini berkaitan dengan kitab Maslah Lima yang terdapat di dalam HPT. terutama pada kata atau kalimat ma huwa al-din? Penekanan bahwa islam adalah agama yang di butuhkaan manusia sepanjang masa untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat nanti. Hal itu sangat sejalan dengan apa yang di katakan bahwa Agama Islam adalah ajaran yang Rahmatan Lil’alamin. Muhammadiyah sangat berkeyakinan bahwa Agama islamlah Agama Allah yang telah di wahyukan kepada Rasulnya mulai dari Nabi Adam AS.sampai dengan Nabi Muhammad SAW, sebagai hidayah dan Rahmat Allah SWT.kepada umat manusia sepanjang masadan menjamin kesejahteraan hidup materi dan spiritual,duniawi dan ukhrawi. Untuk menegaskan batasan agama islam ini Azhar Basyir menegaskan;”kita tidak menyebut Yahudi dan Kristen sebagai nama agama wahyu resmi.Agama wahyu resmi hanyalah islam“Inna al dina ‘inda al-allahi al-islam “(QS. Ali Imran ayat 19).Djindar tamimy menegaskan bahwa muhammadiyah berkeyakinan ,dinul islam risalah atau pesan-pesan Allah yang mengandung satu kesatuan ajaran yang utuh dan terpadu,penuh keserimbangan dan keserasian.risalah itu mengandung:
1. petunjuk mengenai pola hidup dan kehidupan yang benar yang di ridoi allah swt
2. petunjuk allah mengenai pedoman pokok pelaksanaan untuk terwujudnya pola hidup dan kehidupan di
3. petunjuk allah mengenai sistim kepemimpinan dalam melaksanakan pedoman pokok dalam rangka mewujudkan pola hidup.
 pokok pikiran ketiga,masalah sumber ajaran, Dengan menggunakan akalØ pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran islam.dengan pandangan inilah maka muhammadiyah menunjukan komitmennya yang begitu kuat kepada al-qur’an dan sunnah rasul sekaligus bersifat kritis dan selektif. sedangkan selain al-qur’an dan sunnah rasul bukanlah sumber. pemanfaatan akal pikiran adalah untuk mengembangkan pemahaman dan pengamalan terhadap isi ajaran Al-qur’an dan sunnah rasul.pendirian seperti inilah sesuai dengan putusan majelis tarjih sebagaimana tertuang dalam masalah islam. dalam mtn di sebutkan bahwa Muhammadiyah dalam mengamalkan islam bedasarkan kepada alquran dan sunnah rasul.
Ijma dan qiyas dalam pandangan muhammadiyah, setelah di rumuskan masalah lima dan MKCH termasuk dalam cakupan pendapat ijtihad,bukan sumber ajaran islam,sebab pemikiran islam harus terus berkembang sesuai dengan perkembangannya kemampuan akal pikiran,dan perkembangan kehidupan masyarakat. bagi muhammadiyah ijtihad mutlak di perlukan bagi umat islam seluruhnya, pintu ijtihad muhammadiyah tetap terbuka, tidak pernah dan tidak boleh di tutup oleh siapapun hanya saja di perlukan perangkat ilmu dan metodologisnya yang sesuai dengan jiwa ajaran islam.
Pokok pikiran keempat, membahas bidang ajaran islam, muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran islam yang meliputi bidang-bidang akidah,akhlak,ibadah dan muamalah duniyawi. aqidah islam menurut muhammadiyah bersumber kepada al-qur’an dan sunnah rasul.
Akal pikiran di perlukan untuk menggukuhkan kebenaran Al-qur’an dan sunnah rasul
bukan untuk menta’wilkan ajaran aqidah yang memang di luar jangkauan akal manusia.itu bukan wewenang akal,maka tidak boleh di perdebatkan. dalam mengimplementasikan aqidah islam yang murni, bersih dari gejala kemusryrikan, tahayul, bid’ah dan khurafat, namun tetap menumbuhkan sikap tasamuh terhadap penganut paham lain dan agama lain, serta tidak memaksa kan ajaran islam kepada orang lain,dengan tetap memberikan gambaran, bahwa agama yang menjamin memberikan kehidupan yang hakiki di dunia dan di akhirat hanyalah islam. inna al-dina ‘indah al-allahi al-islam, haris dimaknai agama yang benar dan di ridoi Allah hanyalah Agama islam.
Allah SWT tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak akan tercapai dalam hal aqidah, sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang zat Allah, dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada padanya. maka janganlah membicarakan hal itu. tak ada kesangsian tentang wujud allah. ”adakah orang yang ragu tentang allah, yang maha menciptakan langit dan bumi” QS Ibrahim (14)ayat 10 (HPT), 1983).
Bidang akhlak Muhammadiyah memandang bahwa sumber akhlak islam hanyalah al-qur’an dan sunnah rasul,tidak bersedia kepada nilai-nilai ciptaan manusia, walaupun al-quran dan sunnah menggakui adanya sumber ‘Qalb’atau ‘basirah’ yakni hati nurani, namun tolak ukurannya tetap al-qur’an dan As- sunnah (Hambali, 2006).
Bidang ajaran islam berikutnya adalah bidang ibadah.istilah ibadah dimaksud tentunya ibadah “ mahda” di tegaskan bahwa muhmmadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang di tuntunkan Rasulullah SAW,tambah ada tambahan,pengurangan dan perubahan dari manusia. itulah sebabnya Muhammadiyah slalu melakukn penelitian,terhadap dalil yang berkaitan dengan ibadah, konsekwensinya apabila di temukan dalil-dalil yang lebih kuat,maka muhammadiyah akan memperbaiki pendapat lamanya. Keputusan tersebut terkadang merefisi pendapat KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri muhamadiyah.Itulah sebabnya jangan mengatakan, tarji tidak menghargai pendirinya, ini jelas tidak proporsional (azhar basyir 1992).
Aspek yang berkaitan dengan masalah ibadah dalam arti ibadah ummah adalah aspek muamalah duniawiyah, yang titik beratnya pada pengelolaan dunia dan pembinaan masyarakatnya, dan termasuk didalamnya adalah pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan skill manusia itu sendiri. Dalam hal ini muhamadiyah berpendapat bahwa islam telah memberikan wewenang terhadap akal seluas-luasnya sehingga seluruh warga muhamdiyah herus menguasai ilmu pengetahuan dan berbagi profesi dalam kehidupan yang dinamis ini, dengan tetap berpijak pada ilmu agama. Ilmu agama yang membimbing akal dan hati nurani dalam berkarya, dan menjalani profesi.
Pokok pikiran kelima, ini berkaitan erat dengan fungsi dan misi muhamadiyah, dalam masalah kemasyarakatan dan kebangsaan. Perlu dicermati bahwa muhamadiyah terus mengajak kepada seluruh warga atau elemen bangsa ini, untuk terus mensyukuri nikmat yang diberikan Allah swt kepada bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, berupa kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah, tanah air yang luas, kemerdekaan bangsa, dan Negara Indonesia berdasarkan pancasila, sembari terus menjadikan Negara ini yang adil dan makmur diridoi Allah swt “Baldatun Tayyibatun Warabbun Gaffur” statement ini menunjukan bahwa sangat sadar akan keberadaan bangsa dan Negara ini, menuju kehidupan bangsa dan Negara yang berakhlak, tertib dan disiplin, serta martabat, diridhoi Allah swt. Olehnya itu maka setiap terjadi ketimpangan kehidupan sosial kebangsaan, muhamadiyah selalu prihatin bahkan tidak segan-segan ikut adil dalam mencari penyelesaian masalah.




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad

DAFTAR PUSTKA

Sumber :http://www.suara-muhammadiyah.or.id
1 M.C Ricklefs, 2005, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (terjemahan oleh Satrio Wahono, dkk), Jakarta : Serambi, h. 356. 2
http://muhammadiyahunited.wordpress.com/2009/10/23/sejarah-berdirinya-muhammadiyah/


Post a Comment

0 Comments