HUBUNGAN STRUKTUR KONFLIK SOSIAL DAN MOBILITAS



MAKALAH
HUBUNGAN STRUKTUR KONFLIK SOSIAL DAN MOBILITAS


 



Disusun Oleh :


NAMA SEKOLAH
Tahun Pelajaran 2017/2018


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hubungan Struktur Konflik Sosial Dan Mobilitas .

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak penyusun harap untuk kesempurnaan lebih lanjutnya dari penyusunan makalah selanjutnya.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.

November 2017


        Penyusun.
 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3  Tujuan .................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian struktur sosial...................................................................... 2
2.2  Stratifikasi sosial .................................................................................. 4
2.3  Mobilitas Sosial................................................................................... 15
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 24


BAB I
PENDAHULUAN

1.1           Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tak lepas dari sautu kelompok sehingga dalam proses kehidupannya pasti terjadi sebuah interaksi antar sesama, hal inilah yang akan menjadi sebuah ikatan erat yang memperkecil lingkup perbedaan diantara mereka. Oleh karena itu, bentuk-bentuk atau struktur sosial menjadi fenomena dalam kehidupan manusia. Struktur sosial merupakan objek kajian yang menarik dan esensial dalam sosiologi agar manusia mampu memahami perbedaan tersebut sebagai suatu anugerah dari Tuhan. Perbedaan manusia dalam kehidupan bermasyarakat bukan untuk dibesar-besarkan sehingga dapat memicu terjadinya konflik dan menghilangkan integritas masyarakat, seperti yang sering terjadi akhir-akhir  ini dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Selain struktur sosial untuk memahami fenomena dalam kehidupan manusia, mobilitas sosial merupakan hal yang wajib mendampinginya. Hal ini dilakukan agar dalam kehidupan masyarakat yang serba kotak-kotak dapat berjalan selaras dengan cita-cita bangsa untuk dapat berdampingan tanpa membedakan SARA.

1.2        Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud struktur sosial?
2.      Apakah mobilitas sosial?
3.      Bagaimanakah hubungan struktur sosial dengan mobilitas sosial?

1.3        Tujuan
1.      Untuk mengetahui agar pembaca dapat mengetahui struktur sosial
2        Untuk mengetahui agar pembaca dapat mengetahui mobilitas sosial
3        Mengetahui hubungan sosial dengan mobilitas social

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian struktur sosial
Struktur sosial merupakan susunan atau konfigurasi dari unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat, yaitu kelompok,  kelas sosial,  nilai dan norma sosial, dan lembaga sosial.
Adanya system stratifikasi sosial dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses perkembangan masyarakat. Beberapa alasan terbentuknya stratifikasi sosial yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Stratifikasi sosial yang ada di suatu desa  merupakan stratifikasi sosial yang bersifat terbuka dimana masing-masing anggota masyarkat mempunyai kesempatan untuk melakukan mobilitas sosial.
Pada mayarakat desa seperti pada tempat tinggal saya sekarang stratifikasi sosial yang menempati kedudukan tertinggi adalah kepala desa, ketua RW, ketua RT, dan pemilik tanah. Kelas menengah adalah pedagang dan pegawai. Sementara yang mempunyai kedudukan rendah adalah buruh. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kedudukan yang sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, pembedaan atas lapisan merupakan gejala yang universal yang merupakan bagian dari system sosial setiap masyarakat.
Ukuran atau kriteria yang biasa di pakai untuk menggolongkan anggota masyarakat kedalam suatu lapisan adalah ukuran kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Ukuran dalam menentukan pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat tidak hanya terpatok pada hal diatas masih banyak ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Tetapi, ukuran-ukuran diatas sangat menentukan sebagai dasar timbulnya system pelapisan sosial pada suatu masyarakat.
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat yang dipakai sebagai panduan, tatanan dan pengendali tingkah laku. Mula-mula norma terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama kelamaan norma tersebut terbentuk dan dibuat secara sadar. Norma yang ada di dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang kuat daya ikatnya.
Norma-norma yang ada di suatu masyarakat umumnya sama, mempunyai tujuan yang sama yaitu demi kelangsungan hidup masyarakat yang aman, tentram dan damai. Norma untuk menghargai sesama dan menghormati orang yang lebih tua telah ada sejak lama di daerah pedesaan. Norma tersebut mengajarkan kita untuk menghormati sesama dan terjalin hubungan yang baik antar anggota masyarakat, baik itu yang muda maupun yang tua. Selain itu di daerah pedesaan juga mempunyai norma tentang jam belajar masyarakat. Jadi ketika malam hari lingkungan di sekitar desa sepi karena anak-anak belajar di rumah dan orang-orang dewasa banyak menghabiskan waktu di rumah. Kebiasaan yang telah menjadi norma dalam masyarakat itu telah disepakati bersama oleh masing-masing anggota masyarakat.
Norma yang ada dalam masyarakat mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institusionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Lembaga Sosial merupakan suatu system tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas social untuk memenuhi kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan bermasyarakat. Lembaga kembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur perilaku manusia. Lembaga perkawinan berperan mengatur hubungan antara pria dengan wanita. Dengan adanya lembaga perkawinan hubungan yang terjalin antara pria dan wanita disahkan secara agama dan Negara, mendapat pengakuan dimata masyarakat dan hukum, serta menjamin hak-hak serta kewajiban suami istri. Selain itu ada lembaga kekeluargaan bertujuan untuk mengatur hubungan antara anggota keluarga di dalam suatu masyarakat.
Lembaga pendidikan merupakan salah satu lembaga sosial yang berperan cukup penting dalam masyarakat. Dengan adanya pendidikan, diharapkan manusia dapat meningkat dan berkembang seluruh potensi atau bakat alamiahnya sehingga menjadi manusia yang relative lebih baik, lebih berbudaya dan lebih manusiawi. Diharapkan pendidikan yang didapat oleh individu memberikan pengaruh yang positif bagi masyarakat agar masyarakat dapat berkembang dan lebih maju.
Kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lainlah yang menjadi dasar adanya kelompok sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya untuk makan seorang individu harus membeli bahan untuk makan dari orang lain, begitu pula dengan hal-hal yang lain.
Suatu kelompok sosial cenderung untuk tidak menjadi kelompok yang statis, tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Perubahan-perubahan itu bisa dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya pengaruh perubahan sosial budaya dalam masyarakat, ilmu pengetahuan, penemuan-penemuan baru dan globalisasi. Salah satu bentuk kelompok sosial yang ada di desa adalah trah. Trah atau paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang bersifat nyata dan organis.

2.2     Stratifikasi sosial
2.2.1        Pengertian Stratifikasi Sosial
Masyarakat sebenarnya telah mengenal pembagian atau pelapisan sosial sejak dahulu. Pada zaman dahulu, Aristoteles menyatakan bahwa didalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur, yakni orang-orang kaya sekali, orang-orang melarat dan orang-orang kaya. Menurut Aristoteles, orang-orang kaya sekali ditempatkan dalam lapisan atas oleh masyarakat, sedangkan orang-orang melarat ditempatkan dalam lapisan bawah, dan orang-orang di tengah ditempatkan dalam lapisan masyarakat menengah.
Adam Smith membagi masyarakat ke dalam kategori sebagai berikut: orang-orang yang hidup dari hasil penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja dan orang-orang yang hidup dari keuntungan perdagangan. Thostein Veblen membagi masyarakat ke dalam golongan pekerja, yang berjuang untuk mempertahankan hidup, dan golongan yang mempunyai banyak waktu luang, yang begitu kayanya sehingga perhatian utamanya hanyalah “pola konsumi yang menyolok mata” untuk menunjukkan betapa kayanya mereka.
Pada tahun 1937 Franklin D. Roosevelt memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan golongan rendah dalam salah satu bagian pidato pelantikannya (sebagai Presiden Amerika Serikat): “Saya melihat sepertiga dari seluruh rakyat bangsa ini kekurangan tempat tinggal, kekurangan sandang dan kekurangan pangan”.

Berikut ini berapa definisi stratifikasi sosial :
1.      Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).

2.      Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.

3.      cCuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.


4.      Karakteristik Stratifikasi Sosial
Ada tiga aspek yang merupakan karakteristik stratifikasi sosial, yaitu perbedaan kemampuan, perbedaan gaya hidup, serta perbedaan hak dan akses dalam pemanfaatan sumber daya.
v  Perbedaan kemampuan dan kesanggupan
Anggota masyarakat yang menduduki strata tinggi tentu memiliki kesanggupan dan kemampuan yang lebih besar dibandingkan anggota masyarakat di bawahnya.
v  Perbedaan Gaya Hidup
Seorang direktur perusahaan dituntut selalu berpakaian rapi. Biasanya mereka juga melengkapi penampilan dengan aksesori-aksesori lain untuk menunjang kemantapan penampilan seperti memakai dasi, bersepatu mahal, memakai pakaian merek terkenal dan perlengkapan lain yang sesuai dengan statusnya.
v  Perbedaan Hak dan Akses dalam Pemanfaatan Sumber Daya
Seseorang yang menduduki jabatan tinggi biasanya akan makin banyak hak dan fasilitas yang diperolehnya. Sementara itu seseorang yang tidak menduduki jabatan apapun tentu saja hak dan fasilitas yang mampu dinikmati akan makin kecil.

5.      Sebab-Sebab Timbulnya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.

6.      Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial
Jika dalam suatu masyarakat, faktor ekonomi merupakan salah satu hal yang dihargai maka memungkinkan terjadinya pelapisan atau stratifikasi sosial di bidang ekonomi. Orang-orang yang mampu memperoleh kekayaan akan menduduki lapisan atas. Istilah kaya identik dengan orang-orang yang memiliki banyak benda-benda bernilai ekonomi. Sebaliknya, mereka yang kurang atau tidak mampu akan menduduki lapisan bawah.
Pelapisan ekonomi dapat dilihat dari segi pendapatan, kekayaan dan pekerjaan. Kemampuan ekonomi yang berbeda-beda dapat menyebabkan terjadinya stratifikasi ekonomi. Orang-orang yang berpendapatan sangat kecil dan tidak memiliki harta benda akan menduduki lapsian bawah. Lapisan atas, misalnya konglomerat, pengusaha besar, pejabat dan pekerja profesional yang berpenghasilan tinggi. Lapisan bawah, misalnya gelandangan, pemulung, buruh tani dan orang-orang miskin lainnya.
Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi ini bersifat terbuka, jadi perpindahan antar kelas dapat terjadi secara bebas sesuai dengan kemampuan seseorang. Seseorang dari golongan pekerja kasar, yang karena keuletannya berhasil mengumpulkan harta kekayaan, secara ekonomis telah merubah statusnya menjadi kelas yang lebih tinggi. Akan tetapi dari sisi perilaku dan kebiasaan, dia tampak tertinggal untuk mengimbangi anggota kelas atas.

\7.  Terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut:
Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
Terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama Biasanya dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti : pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.

8.      Kriteria untuk Menentukan Stratifikasi Sosial
Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah sebagai berikut :

a.         Kekayaan
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin.

b.         Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah.

c.          Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar :
– Andi di masyarakat Bugis,
– Raden di masyarakat Jawa,
– Tengku di masyarakat Aceh, dsb.

d.         Pendidikan
Pendidikan bukan sekedar memberikan keterampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan dalam keseluruhan cara hidup seseorang seperti perubahan mental, selera, minat, tujuan, etika, cara berbicara dan sebagainya. De Fronzo (1973) menemukan bahwa dalam segi sikap pribadi dan perilaku sosial para pekerja kasar sangat berbeda dengan para karyawan kantor. Namun demikian, perbedaan itu sebagian besar tidak tampak bilamana tingkat pendidikan mereka sebanding.

e.          Pekerjaan
Pekerjaan merupakan salah satu penentu kelas sosial. Pada masyarakat primitif pembuat tombak, pembuat sampan, dan dukun memiliki status sosial yang jelas berdasarkan jenis pekerjaan mereka. Orang-orang Cina Klasik menghormati ilmuwan dan memandang rendah serdadu; Orang Nazi Jerman bersikap sebaliknya.
Jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memberi penghasilan yang lebih tinggi. Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memerlukan pendidikan tinggi. Pekerjaan merupakan aspek stratifikasi sosial yang penting, karena begitu banyak segi kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Jika kita mengetahu jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar hidup, jam kerja dan kebiasaan sehari-hari keluarga orang itu. Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera rekreasi, standar moral dan orientasi keagamaannya.

9.         Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
— Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti menentukan penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan/pangkat/ kedudukan seseorang.
— Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima anugerah penghargaan/gelar/kebangsawanan, dan sebagainya.
— Penentu lambang-lambang (simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaian dan bentuk rumah.
— Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
— Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok, yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.

10.     Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial
Unsur-unsur di dalam stratifikasi sosial adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan unsur pokok sistem lapisan dalam suatu masyarakat dan mempuanya arti yang sangat penting bagi masyarakat.

a.          Status Sosial
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakatnya.
Bagaimana cara individu memperoleh statusnya? Cara-cara memperoleh status atau kedudukan adalah sbb:
@ Ascribed Status adalah keuddukan yang diperoleh secara otomatis tanpa usaha. Status ini sudah diperoleh sejak lahir.
Contoh: Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.
@ Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi, bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengajar serta mencapai tujuan tujuannya. Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.
@ Assigned Status merupakan kombinasi dari perolehan status secara otomatis dan status melalui usaha. Status ini diperolah melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk kepentingan atau kebutuhan masyarakat.
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dan sebagainya.


b.         Peran
Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status.Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan, karena saling tergantung satu sama lain.
Dalam rumah tangga, tidak ada peranan Ayah jika seorang suami tidak mempunyai anak. Seseorang tidak bisa memberikan surat Tilang (bukti pelanggaran) kalau dia bukan polisi. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama, seperti seorang wanita dapat mempunyai peranan sebagai isteri, ibu, karyawan kantor sekaligus (lihat gambar berikut).
Peran juga dapat diartikan sebagai seperangkat harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan itu mempunyai dua segi.
      Role expectation. Yaitu harapan-harapan masyarakat terhadap pemegang peran. Hal ini merupakan kewajiban.
      Role performance. Yaitu harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakatnya. Hal ini merupakan hak pemegang peran.
Sedangkan jika ditinjau dari segi cakupannya, peranan sosial dapat mencakup tiga hal berikut:
v  Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Contoh :Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi panutan dan suri teladan para anggotanya, karena dalam diri pemimpin tersebut tersandang aturan/norma-norma yang sesuai dengan posisinya.
v  Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat, contoh : seorang ulama, guru dan sebagainya, harus bijaksana, baik hati, sabar, membimbing dan menjadi panutan bagi para muridnya.
v  Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, contoh : Suami, isteri, karyawan, pegawai negeri, dsb, merupakan peran dalam masyarakat yang membentuk struktur/susunan masyarakat.
Peranan memiliki beberapa fungsi bagi individu maupun orang lain. Fungsi tersebut antara lain:
Z  Peranan yang dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan struktur masyarakat, seperti peran sebagai ayah atau ibu.
Z  Peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk membantu mereka yang tidak mampu dalam masyarakat. Tindakan individu tersebut memerlukan pengorbanan, seperti peran dokter, perawat, pekerja sosial, dsb.
Z  Peranan yang dimainkan seseorang juga merupakan sarana aktualisasi diri, seperti seorang lelaki sebagai suami/bapak, seorang wanita sebagai isteri/ ibu, seorang seniman dengan karyanya, dsb.

c.       Akibat Perbedaan Kedudukan dan Peran Sosial dalam Tindakan dan Interaksi Sosial
Perbedaan pendidikan, kekayaan, pekerjaan, status atau kelas sosial tidak hanya mengakibatkan perbedaan gaya hidup dan tindakan. Perbedaan tersebut juga menimbulkan sejumlah perbedaan lain dalam berbagai aspek kehidupan manusia, seperti:

d.                  Menentukan kesempatan hidup
Sejak masa dalam kandungan hingga pada saat meninggal dunia, kesempatan dan imbalan seseorang memang telah dipengaruhi oleh kelas sosialnya. Kurang gizi sang ibu bisa mempengaruhi kesehatan dan kekuatan janin sebelum dilahirkan. Seorang bayi dari kelas sosial rendah bukan hanya lebih berkemungkinan untuk meninggal dunia sebelum dewasa, tetapi juga akan menderita penyakit lebih lama selama hidupnya. Data sensus menyangkut “ketidakmampuan kerja” (dalam pengertian tidak bekerja karena adanya penyakit serius yang memakan waktu relatif lama) menemukan bahwa kasus ketidakmampuan kerja dikalangan pekerja berpenghasilan rendah lebih tinggi daripada kalangan pekerja berpenghasilan tinggi.

e.                   Kebahagiaan dalam keluarga
Pada tahun 1974 Cameron dan kawan-kawan meminta kepada sejumlah besar orang orang untuk menyatakan perasaan mereka tentang kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Cameron dan kawan-kawan menemukan bahwa kebahagiaan tidak dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya cacat tubuh. Tidak pula dipengaruhi oleh faktor usia, karena orang tua pun sering merasa bahagia sebagaimana halnya orang muda. Dari semua faktor yang diteliti ditemukan bahwa kelas sosial lah yang memiliki kaitan paling erat.

f.                   Membentuk gaya hidup
Perbedaan kelas sosial dalam banyak hal mempengaruhi perilaku dan gaya hidup yang ditampilkan. Salah satu contohnya adalah penggunaan waktu luang berbeda-beda pada setiap kelas sosial. Keragaman penggunaan waktu luang tersebut sebagian disebabkan oleh faktor biaya dan selebihnya oleh faktor selera.
Disamping itu, dalam beberapa segi gaya hidup dan perilaku sosial, kelas sosial rendah tampak leibh konservatif daripada kelas sosial lainnya. Kelas sosial rendah merupakan kelas sosial yang paling terlambat dalam menerapkan kecenderungan baru, seperti misalnya, cara pengambilan keputusan dalam keluarga yang bersifat demokratis, cara mendidik anak atau cara penggunaan alat keluarga berencana.
Orang-orang kelas sosial rendah rampaknya ragu-ragu untuk menerima pemikiran dan cara-cara baru. Terbatasnya pendidikan, kebiasaan membaca, dan pergaulan mengakibatkan orang-orang kelas sosial rendah itu tidak mengetahui latar belakang pemikiran yang mendasari perubahan tersebut. Hal tersebut, yang diperkuat oleh sikap tidak percaya terhadap orang-orang yang berstatus sosial tinggi membuat orang-orang kelas sosial rendah mencurigai para ahli dari kalangan kelas sosial menengah dan atas, serta orang-orang yang menunjang perubahan.

g.                  Membentuk sikap politik
Berbagai studi memperlihatkan bahwa kelas sosial mempengaruhi perilaku politik seseorang. Menyangkut sikap politik, orang-orang kelas sosial rendah lebih sering mendukung calon-calong pemimpin yang berpandangan radikal, yang menghendaki perubahan secara drastis, terutama jika perubahan itu berkaitan dengan bantuan pemerintah terhadap para pemilih tersebut .
Sedangkan hasil studi yang dilakukan oleh Erbe (1964), Hansen (1975), Kim, Petrocik dan Eneksen (1975) menyimpulkan bahwa makin tinggi kelas sosial, makin cenderung individu memiliki ketertarikan di bidang politik. Mereka cenderung mendaftarkan diri sebagai pemilih, memberikan suara, tertarik politik, menjadi anggota organisasi yang mempunyai arti penting secara politis dan berusaha mempengaruhi pandangan politik yang lain.

h.                  Menyelesaikan “pekerjaan kotor”
Pada setiap masyarakat terdapat banyak pekerjaan yang tidak menyenangkan, sehingga orang harus dibujuk untuk mau mengerjakannya. Namun demikian, setiap masyarakat yang kompleks menaruh kepercayaan terutama pada sistem kelas sosial untuk memaksa orang agar mau mengerjakan pekerjaan yang membosankan. Gabungan yang terdiri atas latar belakang kebudayaan, pembatasan kesempatan belajar dan disikriminasi kesempatan kerja, semua itu membuat orang kelas sosial rendah tidak mampu bersaing untuk memperoleh jenis pekerjaan yang lebih baik. Sebagai akibatnya hanya jenis pekerjaan buruk yang tersisa. Apakah keadaan tersebut diciptakan secra sengaja atau tidak, sasaran akhirnya tetap sama juga, yakni agar pekerjaan kotor itu dapat dikerjakan oleh orang-orang yang tidak bekerja pada jenis pekerjaan yang baik

i.                    Menyiapkan anggota demi status yang lebih baik
Kelas sosial menengah dan kelas sosial atas atas berusaha menyiapkan para anggota kelas sosialnya untuk memerankan fungsi khusus dalam masyarakat. Para orang tua kelas sosial menengah berupaya untuk mendorong anak-anak mereka dengan memberikan harapan-harapan keberhasilan dan bayangan-bayangan yang menakutkan jika mereka jatuh ke dalam status kelas sosial yang lebih rendah. Jadi, diantara kelas sosial, kelas sosial menengahlah yang paling giat upayanya untuk “memperoleh kemajuan”.
Orang-orang kelas sosial atas tidak perlu “bekerja untuk hidup” atau berjuang untuk memperoleh status. Walaupun demikian, mereka mungkin merasa didesak untuk mempertegas status dan pendapatan mereka dengan cara mengabdikan diri pada salah satu bentuk pengabidan masyarakat. Contohnya keluarga Roosevelt, keluarga Rockfeller, keluarga Kennedy dan banyak eluarga lainnya. Keluarga berstatus tinggi semacam itu acapkali mengambangkan kebijakan-kebijakan sosial yang menguntungkan kelas sosial rendah. Keberhasilan politik mereka membuktikan bahwa massa bisa menerima pemimpin dari golongan elit, jika pemimpin tersebut ternyata peka terhadap kebutuhan kelas sosial rendah.
Kelas sosial atas pada kebanyakan negara mencakup pula golongan “the Jetset”, orang-orang kaya yang senang bermalas-malasan dan hidup dalam pemborosan yang tidak bermanfaat. Mungkin jumlah orang semacam itu tidak banyak, namun mereka tampak sangat menyolok dalam zaman komunikasi seperti saat ini, sehingga kecemburuan serta kebencian yang diakibatkannya menimbulkan keraguan orang terhadap legitimasi kelas sosial atas.

2.3  Mobilitas Sosial
Pengertian Mobilitas Sosial
Istilah mobilitas (Ing: mobility) berasal darai kata mobilis (Latin) yang artinya bergerak atau berpindah. Meskipun demikian mobilitas sosial tidak sama dengan gerakan sosial.
Yang dimaksud gerakan sosial (social movement) suatu kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelas atau golongan sosial untuk memperoleh tujuan-tujuan yang diinginkan.
Mobilitas sosial merupakan perubahan posisi atau kedudukan orang atau kelompok orang dalam struktur sosial, misalnya dari satu lapisan ke lapisan lain yang lebih atas ataupun lebih bawah, atau dari satu kelompok/golongan ke kelompok/golongan lain.
Dalam ruang imaginer ”struktur sosial”, setiap orang punya tempat tinggal, dan sama dengan di ruang geografi, tempat tinggal itu dapat berubah-ubah.  Orang dan sekelompok orang dapat bermigrasi dalam ruang geografi, dari Jawa ke Sumatra, atau sebaliknya. Maka, dalam ruang sosial, orang atau sekelompok orang dapat mengalami ”mobilitas sosial”, dari orang kaya menjadi orang miskin, atau sebaliknya, dari orang miskin menjadi orang kaya. Dari pemimpin menjadi orang biasa. Dari orang baik menjadi orang jahat, atau sebaliknya dari orang jahat menjadi orang baik.

1. Macam-macam Mobilitas sosial
Di samping manusia hidup dan bergerak dalam sebuah ruang geografik, manusia juga hidup dalam sebuah ruang yang unik, yaitu struktur sosial yang di dalamnya terdapat pemilahan-pemilahan vertikal maupun horizontal. Sehingga, di samping manusia dapat berpindah dari satu ruang geografik (wilayah) ke ruang geografik yang lain, dalam sebuah ruang sosial yang unik tadi, manusia juga dapat berpindah dari satu strata atau kelas sosial ke strata atau kelas sosial yang lain, ataupun dari satu golongan ke golongan yang lain.
Mobilitas dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni:

2.   Mobilitas geografik, yakni perpindahan orang dari satu tempat/daerah ke tempat/daerah yang lain
  1. Mobilitas sosial, yakni perpindahan posisi dari suatu kelas sosial atau kelompok sosial ke kelas sosial atau kelompok sosial yang lain.
  2. Berdasarkan arah perpindahan, mobilitas sosial dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
  3. Mobilitas sosial horizontal, yakni perpindahan posisi individu atau kelompok individu dari satu kelompok atau golongan sosial ke kelompok atau golongan sosial lain yang sederajat
  4. Mobilitas sosial vertikal, yaitu perpindahan posisi atau kedudukan individu atau kelompok individu dari satu strata sosial ke strata sosial lain, baik yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah.
  5. Mobilitas sosial vertikal dapat dibedakan menjadi:

a.       Mobilitas sosial vertikal naik (social climbing), dapat berupa:
a.       masuknya individu dari kedudukan rendah ke kedudukan tinggi
b.      pembentukan kelompok baru yang derajatnya lebih tinggi
c.       Mobilitas sosial vertikal turun (social sinking), dapat berupa:
d.      turunnya individu dari kedudukan yang lebih tinggi ke kedudukan yang lebih rendah
e.       turunnya derajat sekelompok individu karena disintegrasi kelompok (sering disebut sebagai dislokasi sosial)
1. Mobilitas sosial antar-generasi,  yang dimaksud adalah mobilitas yang terjadi pada generasi yang berbeda,  misalnya:
·               orang tua berkedudukan sebagai petani atau buruh, anak-anaknya menjadi pengajar di perguruan tinggi atau majikan. Contoh mobilitas dalam bentuknya yang demikian banyak terjadi di daerah-daerah yang mengalami industrialisasi. Banyak orang yang akhirnya meninggalkan pekerjaan sebagai petani atau pekerjaan agraris yang lain sebagaimana yang ditekuni oleh para orangtua mereka karena tertarik untuk bekerja di pabrik-pabrik/industri.
·               Atau sebaliknya, orang tuanya sebagai majikan atau pejabat negara, sedangkan anak-anaknya menjadi buruh atau pegawai biasa di instansi pemerintah.
Di samping dua macam mobilitas di atas, sering pula dijumpai istilah mobilitas mental, yang artinya perubahan sikap dan perilaku individu atau sekelompok individu karena didorong oleh rasa ingin tahu, tuntutan penyesuaian diri, hasrat meraih prestasi, dan sebagainya. Sedangkan faktor penghambatnya dapat berupa sikap malas dan kepasrahan terhadap nasib maupun isolasi sosial.

3.  Faktor-faktor yang mendorong dan menghambat mobilitas social
Menurut berbagai pengamatan terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial, antara lain:
— Status sosial
Ketidakpuasan seseorang atas status yang diwariskan oleh orangtuanya, karena orang pada dasarnya tidak dapat memilih oleh siapa ia dilahirkan, dapat menjadi dorongan untuk berupaya keras memperoleh status atau kedudukan yang lebih baik dari status atau kedudukan orangtuanya.
— Keadaan ekonomi
Keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya yang dialami oleh masyarakat di daerah minus, mendorong mereka untuk berurbanisasi ke kota-kota besar dengan harapan memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih baik.
— Situasi politik
Situasi politik yang tidak menentu, biasanya juga berakibat pada jaminan keamanan yang juga tidak menentu, dapat mendorong orang untuk meninggalkan tempat itu menuju ke tempat lain.
— Motif-motif keagamaan
Mobilitas sosial yang didorong oleh motif keagamaan tampak pada peristiwa orang berhaji. Orang yang melakukan ibadah haji lazim disebut naik haji. Istilah “naik” jelas menunjuk adanya peristiwa mobilitas sosial, bahwa status orang tersebut akan menjadi berbeda antara sebelum dan sesudah menjalankan ibadah haji. Demikian juga fenomena-fenomena dalam kehidupan agama yang lain, misalnya yang dilakukan oleh kaum misionaris atau zending.
— Faktor kependudukan/demografi
Bertambahnya jumlah dan kepadatan penduduk yang berimplikasi pada sempitnya permukiman, kualitas lingkungan yang buruk, kesempatan kerja yang menyempit,  kemiskinan, dan sebagainya, dapat mendorong orang untuk melakukan migrasi ke tempat lain.
— Keinginan melihat daerah lain
Hal ini tampak pada fenomena tourisme, orang mengunjungi daerah atau tempat tertentu dengan tujuan sekedar melihat sehingga menambah pengalaman atau bersifat rekreasional.
Di samping faktor-faktor yang mendorong ada pula faktor-faktor yang menghambat mobilitas sosial, misalnya:
1.      Perangkap kemiskinan
2.      Diskriminasi gender, ras, agama, kelas sosial
3.      Subkultur kelas sosial, misalnya apa yang oleh Oscar Lewis disebut sebagai the culture of poverty, ataupun rendahnya hasrat meraih prestasi, yang oleh David McClelland disebut sebagai need for achievement (n-Ach).
4.      Prinsip-prinsip Mobilitas Sosial

1.         Hampir tidak terdapat masyarakat yang sistem pelapisan sosialnya secara mutlak tertutup, sehingga mobilitas sosial – meskipun terbatas – tetap akan dijumpai pada setiap masyarakat
2.         Sekalipun suatu masyarakat menganut sistem pelapisan sosial yang terbuka, namun mobilitas sosial tidak dapat dilakukan sebebas-bebasnya
3.         Tidak ada mobilitas sosial yang umum berlaku bagi semua masyarakat; artinya setiap masyarakat memiliki karakteristiknya sendiri dalam hubungannya dengan mobilitas sosial
4.         Laju mobilitas sosial yang disebabkan faktor-faktor ekonomi, politik maupun pekerjaan tidaklah sama
5.         Tidak ada kecenderungan yang kontinyu mengenai bertambah atau berkurangnya laju mobilitas sosial

1.      Saluran-saluran Mobilitas Sosial
Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa mobilitas sosial vertikal mempunyai saluran-saluran yang disebut social circulation sebagai berikut:
2.      Angkatan bersenjata (tentara); terutama dalam masyarakat yang dikuasai oleh sebuah rezim militer atau dalam keadaan perang
3.      Lembaga keagamaan. Contohnya tokoh organisasi massa keagamaan yang karena reputasinya kemudian menjadi tokoh atau pemimpin di tingkat nasional
4.      Lembaga pendidikan; sekolah sering merupakan saluran yang paling konkrit untuk mobilitas sosial, sehingga disebut sosial elevator yang utama. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang berhasil diraih seseorang semakin terbuka peluangnya untuk menempati posisi atau kedudukan tinggi dalam struktur sosial masyarakatnya.
5.      Organisasi politik, ekonomi dan keahlian (profesi); seorang tokoh organisasi politik yang pandai beragitasi, berorganisasi, memiliki kepribadian yang menarik, penyalur aspirasi yang baik, akan lebih terbuka peluangnya memperoleh posisi yang tinggi dalam masyarakat.
6.      Perkawinan; melalui perkawinan seorang rakyat jelata dapat masuk menjadi anggota kelas bangsawan. Status sosial seseorang yang bersuami/beristerikan orang ternama atau menempati posisi tinggi dalam struktur sosial ikut pula memperoleh penghargaan-penghargaan yang tinggi dari masyarakat.
7.      Konsekuensi Mobilitas Sosial
Terjadinya mobilitas sosial di dalam masyarakat menimbulkan berbagai konsekuensi, baik positif maupun negatif. Apakah konsekuensi tersebut positif atau negatif ditentukan oleh kemampuan individu atau kelompok individu menyesuaikan dirinya terhadap “situasi” baru: kelompok baru, orang baru, cara hidup baru.
Apabila individu atau kelompok individu yang mengalami mobilitas sosial mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan memperoleh hal-hsl posiitif sebagai konsekuensi mobilitas sosial, antara lain:
o    mengalami kepuasan, kebahagiaan dan kebanggaan.
o    Peluang mobilitas sosial juga berarti kesempatan bagi individu atau kelompok individu untuk lebih maju.
o    Kesempatan mobilitas sosial yang luas akan mendorong orang-orang untuk mau bekerja keras, mengejar prestasi dan kemajuan sehingga dapat meraih kedudukan yang dicita-citakan.
Apabila individu atau kelompok individu tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi baru, maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut:
o    Konflik antar-kelas
Konflik ini terjadi karena benturan kepentingan antar-kelas sosial. Misalnya konflik antara majikan dengan buruh yang menghendaki kenaikan upah.
o    Konflik antar-kelompok
Konflik antar-kelompok (konflik horizontal) bisa melibatkan ras, etnisitas, agama atau aliran/golongan. Konflik jenis ini dapat terjadi karena perebutan peluang mobiitas sosial, misalnya kesempatan memperoleh sumber-sumber ekonomi, rekrutmen anggota, peluang memperoleh kekuasasan politik atau pengakuan masyarakat.
o    Konflik antar-individu
Konflik antar-individu dapat terjadi misalnya karena masuknya individu ke dalam kelompok tidak diterima oleh anggota kelompok yang lain. Misalnya lingkungan organisasi atau seseorang tidak dapat menerima kehadiran seseorang yang dipromosikan menduduki suatu jabatan tertentu.
o    Konflik antar-generasi
Konflik ini terjadi dalam hubungannya mobilitas antar-generasi. Fenomena yang sering terjadi  adalah ketika anak-anak berhasil meraih posisi yang tinggi, jauh lebih tinggi dari posisi sosial orang tuanya, timbul ethnosentrisme generasi. Masing-masing generasi –orang tua maupun anak— saling menilai berdasarkan ukuran-ukuran yang berkembang dalam generasinya sendiri. Generasi anak memandang orang tuanya sebagai generasi yang tertinggal, kolot, kuno, lambat mengikuti perubahan, dan sebagainya. Sementara itu generasi tua mengganggap bahwa cara berfikir, berperasaan dan bertindak generasinya lebih baik dan lebih mulia dari pada yang tumbuh dan berkembang pada generasi anak-anaknya.

o    Konflik status dan konflik peran
Seseorang yang mengalami mobilitas sosial, naik ke kedudukan yang lebih tinggi, atau turun ke kedudukan yang lebih rendah, dituntut untuk mampu menyesuaikan dirinya dengan kedudukannya yang baru.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan statusnya yang baru akan menimbulkan konflik status dan konflik peran.
Konflik status adalah pertentangan antar-status yang disandang oleh seseorang karena kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan banyaknya status yang disandang oleh seseorang.
Konflik peran merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat melaksanakan peran sesuai dengan tuntutan status yang disandangnya. Hal ini dapat terjadi karena statusnya yang baru tidak disukai atau tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Post Power Syndrome merupakan bentuk konflik peran yang dialami oleh orang-orang yang harus turun dari kedudukannya yang tinggi.

Hubungan struktur sosial dengan mobilitas sosial
Struktur sosial merupakan fakta sosial, yaitu cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang berada diluar individu tetapi mengikat. Sehingga, kelas sosial tertentu identik dengan cara hidup tertentu. Kelas sosial bukanlah sekedar kumpulan dari orang-orang yang pendidikan atau penghasilannya relative sama, tetapi lebih merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki cara atau gaya hidup yang relative sama.
Struktur sosial berkaitan dengan posisi-posisi individu atau kelompok dalam masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat sering disebut dengan status atau kedudukan sosial. Kedudukan seseorang dalam masyarakat atau kelompok sosial ditentukan berdasarkan kepemilikan harta, pendidikan (ilmu pengetahuan), kekuasaan dan wewenang, serta keturunan.
Dalam struktur sosial kedudukan seseorang dalam kelompok sosial di masyarakat terbagi dalam stratifikasi sosial. Startifikasi sosial merupakan pelapisan sosial dalam masyarakat secara vertikal. Seseorang yang memiliki kedudukan sosial tinggi atau berada pada lapisan atas dalam masyarakat akan lebih disegani oleh masyarakat. Kedudukan masyarakat ditunjukkan dengan “kekuasaan” dan identitas sosialnya.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Istilah struktur berasal dari kata structum (bahasa Latin) yang berarti menyusun. Dengan demikian, struktur sosial memiliki arti susunan masyarakat. Adapun penggunaan konsep struktur sosial tampaknya beragam. Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal.
Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran. Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam suatu sebuah kelompok atau masyarakat. Kelompok masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur sosialnya sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Seiring berjalannya struktur sosial yang megakibatkan berbagai macam ragam budaya di Indonesia selain karena struktur sosial juga tidak lepas dari mobilitas sosial yang selalu menggerakkan seseorang untuk berubah dan terus bergerak dari suatu tempat kedudukan di masyarakat menjadi lebih baik.
Di samping manusia hidup dan bergerak dalam sebuah ruang geografik, manusia juga hidup dalam sebuah ruang yang unik, yaitu struktur sosial yang di dalamnya terdapat pemilahan-pemilahan vertikal maupun horizontal. Sehingga, di samping manusia dapat berpindah dari satu ruang geografik (wilayah) ke ruang geografik yang lain, dalam sebuah ruang sosial yang unik tadi, manusia juga dapat berpindah dari satu strata atau kelas sosial ke strata atau kelas sosial yang lain, ataupun dari satu golongan ke golongan yang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, Bagja, 2009. Sosiologi menyelami fenomena sosial di masyarakat. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Post a Comment

0 Comments