MAKALAH AGAMA
PERKEMBANGAN AJARAN
ALIRAN QADARIYAH DAN
JABARIYAH
OLEH :
DOSEN PEMBIMBING :
2016
KATA PENGANTAR
Sebelumnya
kami mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya kepada kami , sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Semoga
makalah ini dapat memenuhi kewajiban saya dalam tugas mata kuliah system
operasi. Adapun harapan saya, semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca
mengenai perkembangan Windows dari generasi ke generasi , dengan maksud
nantinya pembaca dapat mengetahui perkembanggannya sampai sekarang ini.
Saya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu Saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Baturaja,
Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah..................................................................................... 1
1.3
Tujuan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Hakikat dan makna kaum Jabariyah dan Qadariyah............................... 3
2.2.
Ajaran-ajaran kaum Jabariyah dan Qadariyah......................................... 6
2.2.1. Ajaran-ajaran Kaum Jabariyah...................................................... 6
2.2.2. Ajaran-ajaran Kaum Qadariyah..................................................... 7
2.2.3. Sekte-sekte beserta Doktrin Kaum
Jabariyah dan Qadariyah....... 9
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan............................................................................................ 14
3.2 Saran...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembahsan ilmu kalam sebagai hasil pengembangan
masalah keyakinan agama belum muncul di zaman Nabi. Umat di masa itu menerima
sepenuhnya penyampaian nabi. Mereka tidak mempertanyakan secara filosofis apa
yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman, mereka langsung bertanya
kepada nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal itu berubah setelah Nabi
wafat. Pada waktu itu pengetahuan dan budaya umat semakin berkembang pesat
karena terjadi persentuhan dengan berbagai umat dan budaya yang lebih maju.
Penganut Islam sudah beragam dan sebagiannya telah menganut agama lain dan
memiliki kebudayaan lama. Hal-hal yang diterima secara imani mulai
dipertanyakan dan dianalisa. Al-syahrastani menyebutkan beberapa prinsip yang
merupakan dasar bagi pembagian aliran teologi dalam Islam. Diantara prinsip
fundamental yang dibahas dalam ilmu al-kalam yakni berkenaan dengan qadar dan
keadilan Tuhan. Ketika ulama kalam membicarakan masalah qada’ dan qadar, hal
itu mendorong mereka untuk membicarakan asas taklif, pahala dan siksa, mereka
pun berselisih dalam menentukan fungsi perbuatan manusia.
Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam
semesta termasuk di dalamnya perbuatan manusia itu sendiri. Tuhan juga bersifat
Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang bersifat mutlak dan absolut. Dari sinilah
banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan
bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan
hidupnya? Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk mengatur
hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaaan Tuhan
yang Absolut. Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut maka muncullah dua
paham yang saling bertolak belakang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua
paham tersebut dikenal dengan istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan
Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan manusia. Kedua paham
tersebut dikenal dengan istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah
menekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan manusia. Mereka memandang bahwa
manusia itu berkehendak dan melakukan perbuatannya secara bebas. Sedangkan
Golongan jabariyah adalah antitesa dari pemahaman Qadariyah yang menekankan
pada otoritas Tuhan. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.
Di samping itu, berbagai ayat Al-quran menampakkan
kedua aliran itu secara nyata. Berbagai ayat menunjukkan manusia melakukan
perbuatannya. Setiap manusia dibebani tanggung jawab atas segala tingkah
lakunya. Karenanya mereka berhak memperoleh pahala atau menerima siksa, dipuji
atau dicela. Demikian pula banyak ayat lain dalam Al-quran yang mengisyaratkan
bahwa manusia itu dikuasai sepenuhnya oleh Tuhan. Dengan kata lain manusia
tidak memiliki kebebasan. Para ahli agama dan filosof dalam berbagai kurun
waktu aktif membahas apakah manusia bebas berbuat sesuatu dengan kehendaknya
atau kehendaknya disebabkan oleh sesuatu yang diluar dirinya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah:
1.
Apakah hakikat dan makna kaum Jabariyah dan Qadariyah?
2.
Bagaimana ajaran-ajaran kaum Jabariyah dan Qadariyah ?
3.
Bagaimana sekte-sekte dan doktrin-doktrin
kaum Jabariyah dan Qadariyah ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan
masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk:
1.
Mendiskripsikan hakikat dan makna kaum Jabariyah dan Qadariyah
2.
Menjelaskan ajaran-ajaran kaum Jabariyah dan Qadariya
3. Menjelaskan sekte-sekte dan doktrin-doktrin
kaum Jabariyah dan Qadariyah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hakikat dan makna kaum
Jabariyah dan Qadariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang berarti
memaksa. Didalam Al-Mujid dijelaskan nama Jabariyah berasal dari kata Jabara
yang berarti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Kalau dikatakan Allah
memiliki sifat al jabbar(dalam bentuk mubalaghah), itu artinya Allah maha
memaksa. Ungkapan Al-Insan Majbur (bentuk isim maf’ul) mempunyai arti manusia
dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya kata jabara (bentuk pertama), setelah
ditarik menjadi jabariyah (dengan menambah ya nisbah), memiliki arti suatu
kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan bahwa paham
Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesngguhnya
dan menyandarkan kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa inggris jabariyah disebut
Fatalism atau Predestination, yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan.
Paham Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar
Tuhan yang berlaku bagi segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau
peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut
kehendaknya. Paham ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu
menurut mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah.
Paham
Al-Jabbar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d Bin Dirham kemudian disebarkan
oleh Jahm Bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi islam, Jahm tercatat
sebagai seorang tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah.
Ia adalah sekretaris Suraih Bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan
melawan kekuasaan Bani Umayah. Namun dalam perkembangannya paham al jabar juga
dikembangkan oleh tokoh lainnya diantaranya Al-Husain Bin Muhammad An-Najjar
dan Ja’d Bin Dirrar.
Munculnya
paham Al-Jabar para ahli sejarah meggambarkan bahwa kehidupan yang dikungkung
oleh gurun pasir sahara berpengaruh besar dalam cara pandang hidup mereka.
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasai demikian bangsaarab tidak
melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan
mereka.mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya
mereka banyak bergantung pada alam yang disebut sikap fatalism.
Benih-benih
paham sudah muncul dalam peristiwa sejarah berikut ini.
a. Suatu
ketika nabi menjumpai sahabat yang bertengkar masalah takdir Tuhan. Nabi
melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhundar dari
kekeliruan dalam penafsiran ayat- ayat Tuhan mengenai takdir.
b. Khalifah
Umar Bin Khattab pernah menagkap seseorang yang ketahuan mencuri ketika
diintrogasi pencuri itu berkata “Tuhan telah menentuka aku mencuri” mendengr
ucapan itu, Umar marah dan mengagap orang itu berdusta pada Tuhan oleh kerena
itu umar memberikan dua hukuman kepada pencuri itu, pertama potong tangan karna
mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan
c. Khalifah
Ali Bin Abi Talib seusai perang Shiffin ditanya oleh seorang tua tentang qadar
Tuhan dalam kaitannya dalam pahala dan siksa. Ornag itu bertanya” bila
perjalanan (menuju perang shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan,
tak ada pahala sebagai balasannya”ali menjelaskan bahwa qadha dan qadar bukan
paksaan Tuhan. Ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia.
Seandainya qadha dan qadar itu merupakan paksaan, batAllah pahala dan siksa,
gugur pulalah makna janji dan ancaman Tuhan serta tidak ada celaan Allah atas
pelaku dosa dan pujianNya terhadap orang-orang baik.
Berkaitan dengan hal itu ada yang mengatakan
kemunculan aliran jabariyah akibat pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh
agama yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit. Namun tanpa
pengaruh asing itu, paham aljabar akan muncul juga dikalangan umat islam dalam
alquran sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham ini
Sedangkan pengertian Qodariyah secara etimologi,
berasal dari kata qadara yang bermakna kemampuan dan kekuatan, adapun secara
terminologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan
manusia tidak diinversi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa
tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran-aliran ini lebih
menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya, Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari
pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut
Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham
qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu
melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Tak
dapat diketahui dengan pasti kapan Qadariayah ini timbul dalam sejarah
perkembangan teologi Islam. Tetapi menurut keterangan ahli-ahli teologi Islam,
bahwa golongan ini dimunculkan pertama kali dalam Islam oleh Ma’bad al-Juhany
di Basrah. Dikatakan bahwa yang pertama kali berbicara dan berdebat masalah
qadar adalah seorang Nasrani yang masuk Islam di Irak. Kemudian darinyalah
paham ini diambil oleh Ma’bad al-Juhany dan temannya Ghailan al-Dimasyqi.
Ma’bad termasuk tabi’in atau generasi kedua setelah Nabi. Tetapi memasuki
lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman ibn al-Asy’as, gubernur Sajistan,
dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Ma’bad al-Juhany akhirnya mati terbunuh
dalam pertempuran melawan al-Hajaj tahun 80H.
Paham
Qadariyah muncul sekitar tahun 70H (680M) ini memiliki ajaran yang sama dengan
Mu’tazilah. Yaitu bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan atau perbuatannya
sendiri. Tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia itu, dan mereka
menolak segala sesuatau terjadi karena qada dan qadar. Ma’bad al-Juhany sebagai
tokoh utama paham Qadariyah yang menyebarkan paham Qadariyah di Irak ini juga
berguru dengan Hasan al-Bashri yang juga merupakan guru Washil bin Atha’
pendiri aliran Mu’tazilah.
Dari
segi politik, Qadariyah merupakan tantangan bagi dinasti Bani Umayyah, sebab
dengan paham yang disebarluaskannya dapat membangkitkan pemberontakan. Dengan
paham itu maka setiap tindakan bani Umayyah yang negatif, akan mendapat reaki
keras dari masyarakat. Karena kehadiran Qadariyah merupakan isyarat penentangan
terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, walaupun ditekan terus oleh
pemerintahan tetapi ia tetap berkembang. Paham ini tertampung dalam madzhab
Mu’tazilah.
2.2. Ajaran-ajaran kaum Jabariyah
dan Qadariyah
2.2.1. Ajaran-ajaran kaum Jabariyah
Berkaitan dengan kemunculan aliran
Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh
pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen
bermazhab Yacobit. Namun tanpa pengaruh asing itu, paham aljabar akan muncul
juga dikalangan umat islam dalam alquran sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat
menimbulkan paham ini, misalnya:
والله
خلقكم وما تعملون
Artinya:
Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat. ( Q.S. Ash-shaffat :96)
ما
كانوا ليؤمنوآ الا أن يشاء الله
Artinya:
Mereka
sebenarnya tidak percaya sekiranya Allah tidak menghendaki (Q.S. al-An’am :111)
وما
رميت اذ رميت ولكن الله رمى
Artinya:
Bukanlah
engkau yang melontar ketika melontar (musuh), tetapi Allahlah yang melontar
mereka (Q.S. Al-Anfal : 17)
وما
تشاءون إلا أن يشاء الله
Artinya:
Kamu
tidak menghendaki, kecuali Allah menghendakinya ( Q.S. Al-Insan :30)
Hal
seperti yang diatas merupakan ajaran aliran Jabariyah menurut dalil naqli,
adapun ajarannya menurut dalil Aqliy sebagai berikut:
Makhluk tidak boleh
mempunyai sifat sama dengan sifat Tuhan,
dan kalau itu terjadi, berarti menyamakan Tuhan dengan makhluknya. Mereka
menolak keadaan Allah Maha Hidup dan
Maha Mengetahui, namun ia mengakui keadaan Allah Yang Maha Kuasa. Allahlah yang
berbuat dan menciptakan, oleh karena itu, makhluk tidak mempunyai kekuasaan.
Manusia tidak memiliki kekuasaan sedikitpun,
manusia tidak dapat dikatakan mempunyai kemampuan (Istitha`ah). Perbuatan yang
tampaknya lahir dari manusia bukan dari
perbuatan manusia karena manusia tidak
mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai pilihan
antara memperbuat atau tidak memperbuat. Semua perbuatan yang terjadi pada
makhluk adalah perbuatan Allah dan perbuatan itu disandarkan kepada makhluk hanya
penyandaran majazi. Sama seperti kata pohon berbuah, air mengalir, batu
bergerak, matahari terbit dan tenggelam dan biji-bijian tumbuh dan sebagainya
2.2.2. Ajaran-ajaran kaum Qadariyah
Harun
Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik
atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan
atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh
an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia
dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan
demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.
Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini
disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan
balasan neraka kelak di akhirat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya
sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat
akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
فمن
شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر
a.QS
al-Kahfi: 29
“Maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang
ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
b.QS
Ali Imran: 165
Dan
Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah
menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?"
Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.
c.QS
ar-Ra'd:11
Sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang
ada pada diri mereka sendiri.
d.QS.
An-Nisa: 111
Barangsiapa
yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan)
dirinya sendiri.
Adapun
ciri-ciri paham Qadariyah adalah:
1. Manusia
berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka perbuatan dan
nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri, tanpa
ada campur tangan Allah SWT.
2. Iman
adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak mempengaruhi
iman. Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.
3. Orang
yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan amal-amal
kebijakan lainnya.
2.2.3. Sekte-sekte beserta doktrin
kaum Jabariyah dan Qadariyah
a. Sekte-sekte beserta Doktrin Kaum
Jabariyah
Dalam aliran ini ajarannya dibedakan menjadi
dua aliran, yaitu: Jabariyah ekstrim dan moderat.
Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh
adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya, bahwa manusia tidak mampu untuk
berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan
tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal
dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam
Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan neraka
tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah
ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang
dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak
mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat,
dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak. Aliran
ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau Jabariyah Khalisah.
Ja'ad
bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Al-quran dan
Al-quran merupakan makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan
kepada Allah. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti
berbicara, melihat dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.
Dengan
demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak
berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak
dan kemauan bebas sebagaimana dimiliki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan
dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari skenario dan kehendak Allah.
Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan
hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.
Kedua,
ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik
itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga
yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang
dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi
manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh yang berpaham seperti
ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan
menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di
akhirat. Akan tetapi, An-najar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan
potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat lainnya) berpendapat:
1. Satu
perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan
manusia tidak hanya ditimbukan oleh Tuhan tetapi juga oleh manusia itu sendiri.
2. Mengenai
ru’yat Tuhan di akhirat Dhirar mengatakan Tuhan dapat dilihat melalui indra
keenam, ia juga brpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah nabi adalah
ijtihad.
Tokoh-tokoh
aliran jabariah yaitu:
1. Tokoh-tokoh yang ekstrem
a.
Jahm ibn Shufwan
Ia
dikenal sebagai seorang budak yang telah dimerdekakan dari Khurasan dan
bermukim di Kuffah ( Irak ). Jahm terkenal sebagai seorang yang pintar
berbicara sehingga pendapatnya mudah diterima oleh orang lain. Perlu dicatat
bahwa Jahm juga mempunyai hubungan kerja dengan al-Harits ibn Suriah yakni
sebagai sekretaris yang menentang kepemimpinan Bani Umayyah di Khurasan .
Perlawanan Harits dapat dipatahkan dan akhirnya ia dijatuhi hukuman mati pada
tahun 128 H / 745 M. Sementara Jahm diperlakukan sebagai tawanan yang pada akhirnya juga dibunuh.
Pembunuhannya kurang lebih dua tahun setelah kematian Harits yakni pada
tahun747 M yang pada saat itu memerintah adalah khalifah Marwan ibn Muhammad (
744-750 M ).
Pendapat
beliau mengenai teologi, yakni :
1) Manusia tidak mampu berbuat apa-apa
2) Surga dan neraka tidak kekal
3) Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam
hati
4) Kalam Tuhan adalah makhluk
b. Ja’ad ibn Dirham
Doktrin
pokok Ja’ad secara umum sama dengan pikiran Jahm, Al-Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:
1) Al-Quran itu adalah makhluk.
2) Allah tidak mempunyai sifat yang serupa
dengan makhluk.
3) Manusia terpaksa oleh Allah dalam
segala-galanya.
2. Tokoh-tokoh yang moderat
a) An-Najjar
Di
antara pendapatnya, yaitu :
1)
Tuhan menciptakan segala segala perbuatan manusia, tetapi manusia bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2)
Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.
b) Adh-Dhirrar
Pendapatnya
tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najjar. Mengenai rukyat Tuhan di
akhirat, Dirrar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera
keenam.
b. Doktrin aliran Qadariyah dan tokoh-tokohnya
Segala
tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai
kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik
berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala
atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas
kejahatan yang diperbuatannya. Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan
surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di
akhirat, itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan akhir Tuhan. Sungguh
tidak pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan
atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Faham
takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di
pakai bangsa Arab ketika itu, yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.
Dalam faham Qadariyah, takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi
alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam
istilah Al-quran adalah sunatullah.
Secara
alamiah, sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berubah lain, kecuali mengikuti
hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau
ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai
kekuatan. Seperti gajah yang mampu membawa barang beratus kilogram, akan tetapi
manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif.
Demikian
pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat
sesuatu, dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih
terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat
berenang di laut lepas. Demikian juga manusia yang dapat membuat benda lain
yang bisa membantunya membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih
dari itu, disinilah terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki
manusia.
Adapun
tokoh-tokohnya,yaitu :
1) Ma’bad Al-Juhani
Ia merupakan tokoh yang
pertama kali memunculkan paham Qadariyah dalam islam bersama temannya Ghailan
Al-Dimasyqi . Ma’bad Al-Juhani adalah seorang tabi’in yang pernah belajar
kepada Washil bin Atha’, pendiri Mu’tazilah. Ada juga pendapat lain yang
mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan ajaran itu bukan Ma’bad
Al-Juhani. Ada seorang penduduk negeri
Irak yang mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam. Setelah itu, ia
kembali ke Kristen lagi . Dari orang inilah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan
Al-Dimasyqi mengambil pemikirannya.
2) Ghailan ibn Muslim Al-Dimasyqi
Pada masa muda, ia
pernah menjadi pengikut al-Haris ibn Sa’id yang dikenal sebagai pendusta. Ia
pernah taubat terhadap pengertian pahamnya dihadapan khalifah Umar bin Abdul
Aziz,namun setelah khalifah Umar bin
Abdul Aziz wafat, ia kembali lagi terang-terangan dengan madzhabnya.
Ghailan
merupakan penduduk kota Damaskus yang menyebarkan ajarannya secara
terang-terangan pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani
Umayyah. Dia mengirim sebuah pernyataan tentang taqdir kepada khalifah dan
sewaktu dihadapkan kepada khalifah, ia dengan nada menantang meminta khalifah
mendatangkan ahli debat. jika ia kalah maka ia siap dibunuh, kemudian khalifah
mengirim Al-Auza’iy. Karena ia tidak dapat menjawab tiga pertanyaan yang
dilontarkan oleh Al-Auza’iy , jadi ia dibunuh oleh Hisyam bin Abdul Malik.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Solusi terhadap pandangan aliran
Jabariyah dan Qadariyah yaitu bahwa manusia benar-benar memiliki kebebasan
berkehendak dan karenanya ia akan dimintai pertanggungjawaban atas
keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya merupakan
pemenuhan takdir yang telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak
manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan Allah, seperti seseorang yang
ingin membuat meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai tanpa adanya kayu
sementara kayu tersebut yang membuat adalah Allah SWT. Dalam masalah Iman dan
Kufur ajaran Jabariyah yang begitu lemah tetap bisa diberlakukan seecara
temporal, terutama dalam langkah awal menyampaikan dakwah Islam sehingga dapat
merangkul berbagai golongan Islam yang masih memerlukan pengayoman. Disamping
itu pendapat-pendapat Jabariyah sebenarnya didasarkan karena kuatnya iman
terhadap qudrat dan iradat Allah SWT ditambah pula dengan sifat wahdaniyat-Nya.
Sementara bagi Qadariyah manusia
adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan, keimanan, kekufuran, ketaatan, dan
juga ketidaktaatan.
Sebagai penutup dalam makalah ini,
kedua aliran, baik Jabariyah maupun Qadariyah nampaknya memperlihatkan paham
yang saling bertentangan sekalipun mereka sma-sama berpegang pada Al-quran. Hal
ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam Islam.
3.2. Saran
Dalam
penyusunan karya tulis ini tentu terdapat berbagai kekeliruan dan kekurangan
sebagaimana fitrah kami sebagai manusia, tempat salah dan lupa.
Oleh
karena itu, dengan setulus hati kami mengharapkan apresiasi pembaca sekalian
untuk menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Rosihun, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2006
Daudy,
Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997
Halim,
Arief. Aliran-aliran Ilmu Kalam dan Kontemporer (Sejarah Pemikiran
Perkembangan). UMI Makassar: 2008
http://motipasi.wordpress.com/2009/12/07/mazhab-khawarij-murjiah-jabariah-dan-qadariyah-dalam-ilmu-kalam/
http://www.surgamakalah.com/2011/10/dalil-naqli-dan-aqli-landasan-jabariyah.html
http://farida90.blogspot.com/2009/10/jabariyah-dan-qadariah.html
iansyah,
AB, pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Peikiran Islam, Banjarmasin: Antasari
Press, 2008
Nassution,
Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI
Press, 2008
Razaq,
Abdul dan Rasihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka setia, 2007
Ja’far
Syamsuddin, Muhammad.1977Dirasat fil ‘Aqidatil-Islamiyyah.Darul-Kutub-al-Lubnaniy-Darul-Kutub-al-Mishriy.
0 Comments