MAKALAH
FILSAFAT
PENDIDIKAN
COSMOLOGI
DAN ONTOLOGI
DISUSUN
OLEH :
NAMA :
NPM :
KELAS :
DOSEN PEMBIMBING :
PROGRAM
STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke
Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dengan berbagai
observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan
tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang
pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita sekalian.
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................
i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan
Ontologi ....................................................................................... 3
B. Landasan
Epistimologi ................................................................................. 6
C. Landasan
Aksiologi ...................................................................................... 7
D. Hubungan
Antara Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Dalam Filsafat Ilmu ...................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini tidak
terlepas dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke
waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan
ilmu. Tahap-tahap itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai priodesasi
sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman
modern dan zaman kontemporer.
Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata
rantai yang tidak terputus satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu
masa menjadi unsur penting bagi penemuan-penemuan lainnya di masa berikutnya.
Satu hal yang tak sulit untuk disepakati, bahwa hampir semua sisi kehidupan
manusia modern telah disentuh oleh berbagai efek perkembangan ilmu dan
teknologi, sektor ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya,
komunikasi dan transportasi, pendidikan, seni, kesehatan, dan lain-lain,
semuanya membututuhkan dan mendapat sentuhan teknologi.
Satu hal lain yang menjadi karakter spesifik ilmu
kontemporer, dan dalam konteks ini dapat kita temukan secara relatif lebih
mudah pada bidang-bidang sosial, yaitu bahwa ilmu kontemporer tidak segan-segan
melakukan dekontruksi dan peruntuhan terhadap teori-teori ilmu yang pernah ada
untuk kemudian menyodorkan pandangan-pandangan baru dalam rekontruksi ilmu yang
mereka bangun. Dalam hal inilah penyebutan “potmodernisme” dalam bidang ilmu
dan filsafat menjadi diskursus yang akan cukup banyak ditemukan.
Semua kemajuan tersebut adalah buah dari perkembangan ilmu
pengetahuan yang tak pernah surut dari pengkajian manusia. Pengetahuan berawal
dari rasa ingin tahu kemudian seterusnya berkembang menjadi tahu. Manusia mampu
mengembangkan pengetehuan disebabkan oleh dua hal utama; yakni, pertama manusia
mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu
mengembangkan pengetahuannya dengan cepat adalah kemampuan berfikir menurut
suatu alur kerangka berfikir tertentu.
Pengetahuan (knowlodge atau ilmu) adalah bagian yang esensial-aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah dari “berfikir”. Berfikir (atau natiqiyyah) adalah sebagai differentia (atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya, yaitu hewan. Dan sebenarnya kehebatan manusia dan “barangkali” keunggulannya dari spesies-spesies lainnya karena pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya
Pengetahuan (knowlodge atau ilmu) adalah bagian yang esensial-aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah dari “berfikir”. Berfikir (atau natiqiyyah) adalah sebagai differentia (atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya, yaitu hewan. Dan sebenarnya kehebatan manusia dan “barangkali” keunggulannya dari spesies-spesies lainnya karena pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan landasan
ontologi?
2. Apa yang dimaksud dengan landasan
epistemologi?
3. Apa yang dimaksud dengan landasan
aksiologi?
4. Bagaimana hubungan antara ketiga
landasan tersebut?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui makna landasan
ontologi
2. Untuk mengetahui makna landasan
epistemologi
3. Untuk mengetahui makna landasan
aksiologi
4. Untuk mengetahui hubungan ke tiga landasan
tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan
hakikat sesuatu yang ada. Dari aliran ini muncul empat macam aliran filsafat,
yaitu : (1) aliran Materialisme; (2) aliran Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4)
aliran Agnoticisme.
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan
penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah
menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi.
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu
segala yang ada dan yang mungkin adalah realitas; realita adalah ke-real-an, riil artinya kenyataan yang
sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan
sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha
untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata
ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos = logic.
Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan
sebagai keberadaan). Sedangkan pengertian ontologis menurut istilah,
sebagaimana dikemukakan oleh S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam
Prespektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa
jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai
teori tentang “ada”.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang
filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala
sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi,
psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus
membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara
khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang
secara khusus membicarakan Tuhan.
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan
pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja
sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak
mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monisme
oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terebagi
ke dalam dua aliran:
a. Materialisme. Aliran ini menganggap
bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga
disebut dengan naturalisme. Mernurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan
satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh
tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan
akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara
tertentu.
b. Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme
bderarti serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil
dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma)
atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan rohani.
2. Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua
paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut
aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul
bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi
dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam
menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi
dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka badan pun akan
sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh dengan duka dan
kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang
tersebut.
Aliran dualisme berpendapat bahwa benda terdiri dari dua
macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani,
benda dan ruh, jasad dan spirit. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu
masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan
keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang
adanya kerja sama kedua hakikat ini dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah
Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia
menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia
ruang (kebendaan).
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy and
Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini
pada masa Yunani Kuno adalah anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa
substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air,
api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M).
Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika.
Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas
dari akal yang mengenal.
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing
atau tidak ada. Sdebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif
positif. Tokoh aliran ini diantaranya adalah Fredrich Nietzsche (1844-1900 M).
Dilahirkan di Rocken di Pursia, dari keluarga pendeta. Dalam pandangannya bahwa
“Allah sudah mati”, Allah Kristiani dengan segala perintah dan larangannya
sudah tidak merupakan rintangan lagi. Dunia terbuka untuk kebebasan dan
kreativitas manusia. Dan pada kenyataannya moral di Eropa sebagian besar masih
bersandar pada nilai-nilai kristiani. Tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa
nilai-nilai itu akan lenyap. Dengan demikian ia sendiri harus mengatasi bahaya
itu dengan menciptakan nilai-nilai baru, dengan transvaluasi semua nilai.
5. Agnotisisme
Agnoitisme adalah paham yang mengatakan bahwa manusia tidak
mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataannya. Manusia tidak
mungkinmengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya. Sebab menurut aliran
ini kemampuan manuisa sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat
tentang sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengakui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Sren Kierkegaar, Heidegger, Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-1855) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan, manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengakui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Sren Kierkegaar, Heidegger, Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-1855) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan, manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.
Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau
penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda materi maupun
rohani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia
diragukan kemampuannya mengetahui hakikat bahkan menyerah sama sekali.
B.
Landasan
Epistemologi
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi,
istilah etomologi berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori. Epistemologi dapat
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber,
struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan.
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
a. Bagaimanakah manusia dapat
mengetahui sesuatu?
b. Dari mana pengtahuan itu dapat
diperoleh?
c. Bagaimanakah validitas pengetahuan
itu dapat dinilai?
d. Apa perbedaan antara pengetahuan a
priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman).
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologik, sehingga dikenal dengan adanya model-model epiostemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasinalisme kritis, positivisme, fenomonologis dengan berbagai variasinya.
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologik, sehingga dikenal dengan adanya model-model epiostemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasinalisme kritis, positivisme, fenomonologis dengan berbagai variasinya.
C.
Landasan
Aksiologi
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi
adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai
untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek
formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah
laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya.
Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat
tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi
subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia
menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya
tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan
apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan
selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti
perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek
atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan
dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak
ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara
realitas benar-benar ada.
Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.
Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa berdampak positif dan negatif. Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral, sebagai ukuran kepatutannya.
Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.
Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa berdampak positif dan negatif. Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral, sebagai ukuran kepatutannya.
D.
Hubungan
Antara Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam
Filsafat Ilmu
Filsafat Ilmu
Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali banyak
orang memberikan gambaran yang tidak tepat mengenai hakikat ilmu. Terlebih lagi
bila pengertian ini dikaitkan dengan berbagai aspek dalam suatu kegiatan
keilmuan, misalnya matematika, logika, penelitian dan sebagainya.
Manusia berpikir karena sedang menghadapi masalah, masalah
inilah yang menyebabkan manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam
berpikir untuk dapat menjawab dan mengatasi masalah tersebut, dari masalah yang
paling sumir/ringan hingga masalah yang sangat "Sophisticated"/sangat muskil.
Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan serangkaian gerak pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan (knowledge). Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah "Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak banyaknya serta aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga landasan pokok yakni : Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan serangkaian gerak pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan (knowledge). Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah "Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak banyaknya serta aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga landasan pokok yakni : Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengkajian terhadap suatu bidang pengetahuan harus dibangun
dari fondasi filsafat yang kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan
norma-norma keilmuan dan dapat dipertanggungjawabkan. Filsafat ilmu merupakan
kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu.
Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan
atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hal. Pertama, pendekatan ontologi,
yaitu ilmu yang mengkaji tentang hakikat. Teori hakikat pertama kali
dikemukakan oleh filsuf Thales yang mengatakan bahwa hakikat segala sesuatu itu
adalah air. Kemudian dalam perkembangannya, munculah paham-paham tentang
ontologi meliputi monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnotisisme.
Kedua, pendekatan epistemologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari asal
mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam
menemukan sumber pengetahuan itu terdapat beberapa metode yaitu induktif,
deduktif, positivisme, kontemplatif, dan dialektis. Ketiga, pendekatan
aksiologi, yaitu teori tentang nilai (etika dan estetika). Pada adasarnya ilmu
harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan
sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya
dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat manusia itu sendiri, maka
pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan secara komunal dan
universal.
Ke tiga landasan di atas merupakan dasar pijakan yang sangat
penting untuk dipahami dalam mendalami dasar-dasar segala ilmu pengetahuan.
Karena ke tiganya saling berkaitan erat satu sama lain sebagai titik tolak
dalam pencapaian kajian hakekat kebenaran ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
H. Sofyan
Sauri, Dr. M.Pd. Pendidikan Berbahasa Santun. (2006) Bandung : PT Genesindo.
Juhaya S.
Praja, Prof. Dr. Aliran-aliran dalam Filsafat dan Etika. (2005). Jakarta :
Prenada Media.
Tafsir, A.
(2002). Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
S.
Suriasumatri, J. (2003). Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Kebung, K.
(2008). Filsafat dan Perwujudan Diri; Belajar Filsafat dan Berfilsafat.
[Online]. Tersedia :http://eputobi.net/eputobi/konrad/temp/filsafatdanberfilsafat.htm 4 September 2008
0 Comments