SHOLAT
OLEH :
NIM.
KELAS :
DOSEN
PEMBIMBING :
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
AL-MA’ARIF
AL-INSAN BATURAJA
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat dan karunia Nya, saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah ini tentang Sholat sebagai salah satu tuga Mata Kuliah Agama Islam.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada guru dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan serta memberikan petunjuk dalam
menyelesaikan makalah ini. saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun.
Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang .......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
C.
Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Shalat ....................................................................................... 3
B.
Dalil-dalil yang Mewajibkan Shalat...........................................................
4
C.
Syarat-syarat Shalat ................................................................................... 7
D.
Cara Mengerjakan Shalat ........................................................................... 10
E.
Rukun Shalat ............................................................................................. 10
F.
Hal-hal yang Membatalkan Shalat..............................................................
11
G.
Sunnah dalam Melaksanakan Shalat ......................................................... 11
H.
Perbedaan Laki-laki dan Perempuan dalam Shalat ................................... 13
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sudah kita ketahui Bersama bahwa Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat
manusia terhadap tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan
dan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat
bermacam-macam, seperti Shalat, puasa, naik haji, membaca Al Qur’an, jihad dan
lainnya.
Shalat
merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah baligh
berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun.
Sahlat merupkan rukun Islam yang
kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya
adalah shalat, sehingga barang siapa yang mendirikan shalat, maka dia telah
mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan
agama (Islam)
Shalat yang wajib harus didirikan
dalam sehari semalam sebanyak lima kali, berjumlah 17 raka’at. Shalat
tersebut wajib dilaksanakan oleh muslim baligh tanpa terkecuali baik dalam
keadaan sehat mapun sakit, dalam keadaan susah maupun senang, lapang ataupun
sempit.Selain shalat wajib yang lima ada juga shalat sunat.
Untuk membatasi masalah bahasan, maka penulis hanya membahas tentang shalat
wajib yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa saja dalil-dalil yang mewajibkan
shalat?
2. Apa syarat-syarat shalat?
3. Apa rukun shalat?
4. Hal-hal apa saja yang membatalkan
shalat?
5. Apa saja sunnah dalam melakukan
shalat?
6. Bagaimana perbedaan laki-laki dan
perempuan dalam shalat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dalil-dalil yang mewajibkan
shalat.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat
shalat.
3. Untuk mengetahui rukun shalat.
4. Untuk mengetahui hal-hal yang
membatalkan shalat.
5. Untuk mengetahui sunnah dalam
melakukan shalat.
6. Untuk mengetahui perbedaan laki-laki
dan perempuan dalam shalat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalat
Secara
etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology (istilah), para ahli Fiqih
mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara
lahiriah Shalat berarti ‘Beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbir dan di akhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah
menurut syarat-syarat yang telah ditentukan’(Sidi Gazalba: 88).
Secara
hakiki Shalat ialah ‘Berhadapan hati, jiwa dan raga kepada Allah,secara yang
mendatangkan rasa takut kepada-Nya atau mendhairkan hajat dan keperluan kita
kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan perbuatan’ (Hasbi
Asy-syidiqi: 59)
Dalam
pengertian lain Shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan
Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang didalamnya merupakan amalan yang tersusun
dari beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’
(Imam Basyahri Assayuthi: 30).
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Shalat adalah Suatu ibadah
kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’
berupa penyerahan diri secara lahir batin kepada Allah dalam rangkah ibadah dan
memohon ridho-Nya.
Menurut A. Hasan
(1991) Baqha (1984), Muhammad bin Qasim As-Syafi’i (1982) dan Rasyid (1976)
shalat menurut bahasa Arab berarti berdo’a. ditambahakan oleh Ash-Shiddiqy (1983) bahwa perkataan shalat dalam bahasa
Arab berarti do’a memohon kebajikan dan pujian. Sedangkan secara hakekat
mengandung pengertian “berhadap (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan takut
kepadanya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan, kebesaran-Nya dan
kesempurnaan kekuasaannya.
Solat yang berarti do’a terlihat dari firman Allah dalam
Surah At-Taubah ayat 103:
Artinya: “dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka”
Secara dimensi Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian
ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat
yang telah di tentukan oleh Agama.
B. Dalil-dalil yang Mewajibkan Shalat
Solat
merupakan salah satu kewajiban yang menduduki kedua setelah syahadat dalam
rukun islam. Sehingga di dalam Al-Qur’an dan hadits banyak sekali dijelaskan
mengenai kewajiban untuk mengerjakan solat. Diantara dalil Al-Qur’an yang
menjelaskan mengenai kewaiban salat adalah:
Firman
Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:
Artinya:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama
yang lurus.”
Firman-Nya
yang lain dalam surah An-Nisa ayat 103:
Artinya:“Maka
apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman,
Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Sedangkan
hadits-hadits yang menjelakan tentang kewajiban solat antara lain adalah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: بُنِيَ
اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ اِقَامِ الصَّلاَةِ، وَ اِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَ
حَجّ اْلبَيْتِ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1:333
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda, “Islam itu terdiri atas lima rukun. Mengakui bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammat itu adalah utusan Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, hajji ke Baitullah dan puasa Ramadlan. [HR.
Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 333]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص: بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ اْلكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ. الجماعة الا
البخارى و النسائى، فى نيل الاوطار 1: 340
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “(Yang
membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. [HR.
Jama’ah, kecuali Bukhari dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 340]
عَنْ بُرَيْدَةَ رض قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اَلْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمُ
الصَّلاَةُ. فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. الخمسة، فى نيل الاوطار 1: 343
Dari Buraidah RA, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa
meninggalkannya, maka sungguh ia telah kufur”. [HR. Khamsah, dalam Nailul
Authar juz 1, hal. 343]
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ
اَنَّ اَعْرَابِيًّا جَاءَ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص ثَائِرَ الرَّأْسِ، فَقَالَ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ !
قَالَ: الصَّلَوَاتُ اْلخَمْسُ، اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ:
اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصّيَامِ ! قَالَ: شَهْرُ رَمَضَانَ اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ: اَخْبِرْنِى مَا
فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الزَّكَاةِ ! قَالَ: فَاَخْبَرَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص
بِشَرَائِعِ اْلاِسْلاَمِ كُلّهَا. فَقَالَ: وَ الَّذِى اَكْرَمَكَ، لاَ اَطَّوَّعُ
شَيْئًا وَ لاَ اَنْقُصُ مِمَّا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص. اَفْلَحَ اِنْ صَدَقَ اَوْ دَخَلَ اْلجَنَّةَ اِنْ صَدَقَ. احمد و
البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 335
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung
datang kepada Rasulullah SAW dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya,
“Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari
shalat ?”. Beliau bersabda, “Shalat-shalat yang lima, kecuali kamu mau
melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah
wajibkan kepadaku dari puasa ?”. Beliau SAW bersabda, “Puasalah bulan Ramadlan,
kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah
kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah berkata :
Lalu Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam
seluruhnya. Lalu orang Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah
memuliakan engkau, saya tidak akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangi
sedikitpun dari apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada saya”. Lalu
Rasulullah SAW bersabda, “Pasti ia akan bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan
masuk surga jika benar (ucapannya)”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam
Nailul Authar juz 1, hal. 335]
عَنْ اَنَسِ بْنَ مَالِكٍ رض قَالَ: فُرِضَتْ عَلَى النَّبِيّ ص الصَّلَوَاتُ لَيْلَةَ اُسْرِيَ
بِهِ خَمْسِيْنَ، ثُمَّ نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا. ثُمَّ نُوْدِيَ: يَا
مُحَمَّدُ اِنَّهُ لاَ يُبَدَّلُ اْلقَوْلُ لَدَيَّ وَ اِنَّ لَكَ بِهذِهِ
اْلخَمْسِ خَمْسِيْنَ. احمد و النسائى و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 1: 334
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu
pada Nabi SAW pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga
menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya tidak
diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama
dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi
menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
عَنِ الشَّعْبِيّ اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَدْ فُرِضَتِ
الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ بِمَكَّةَ. فَلَمَّا قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ ص اْلمَدِيْنَةَ زَادَ مَعَ
كُلّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، اِلاَّ اْلمَغْرِبَ فَاِنَّها وِتْرُ النَّهَارِ
وَ صَلاَةُ اْلفَجْرِ لِطُوْلِ قِرَاءَتِهِمَا. قَالَ: وَ كَانَ اِذَا سَافَرَ
صَلَّى الصَّلاَةَ اْلاُوْلَى. احمد
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh
telah difardlukan shalat itu dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka
tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah (Allah) menambah pada masing-masing dua
rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali shalat Maghrib, karena
sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat Fajar (Shubuh),
karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah Rasulullah SAW
apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua
rekaat)”. [HR. Ahmad 6 : 241
C. Syarat-Syarat Shalat
Para
ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertama syarat wajib, dan
yang ke dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat yang menyebabkan
seseorang wajib melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang
menjadikan shalat seseorang diterima secara syara’ di samping adanya kriteria
lain seperti rukun.
Syarat
wajib salat adalah sebagai berikut:
1. Islam, shalat diwajibkan terhadap
orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dan tidak diwajibkan bagi orang
kafir atau nin muslim. Orang kafir tidak dituntut untuk melaksanakan shalat,
namun mereka tetap menerima hukuman di akhirat. Walaupun demikian orang kafir
apabila masuk Islam tidak diwajibkan membayar shalat yang ditinggalkannya
selama kafir, demikian menurut kesepakatannya para ulama. Allah SWT berfirman:
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu[609]: "Jika mereka berhenti
(dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa
mereka yang sudah lalu. (QS 8:38)
عن عمر و بن عا ص ا ن ا لنبي صلو ا
لله عليه و سلم قا ل: ا لا سلا م يجب ما قبله. رو ا ه احمد و ا لطبرا نى و ا
لبيهقي
Dari Amr
bin Ash bahwa Nabi SAW bersabda: islam memutuskan apa yang sebelumnya (sebelum
masuk islam).
HR Ahmad, Al-Thabrani dan Al-baihaqi).
2. Baligh, anak-anak kecil tidak
dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya:
Dari Ali
r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa) dalam tiga
perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang tidur
sampai ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim).
3. Berakal. Orang gila, orang kurang
akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit sawan (ayan) yang sedang
kambuh tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan prinsip dalam menetapkan kewajiban (taklif), demikian
menurut pendapat jumhur ulama alasannya adalah hadits yang diterima dari Ali
r.a. yang artinya:
“dan dari
orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”
Namun
demikian menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadha-nya apabila sudah senbuh. Akan tetapi golongan
Hanabilah berpendapat, bagi orang yang tertutup akalnya karena sakit atau sawan
(ayan) wajib mneg-qadha shalat. Hal ini diqiyaskan kepada puasa, Karena puasa
tidak gugur disebabkan penyakit tersebut.
4. Suci dari hadats
5. Suci seluruh anggota badan pakaian
dan tempat
6. Menutup aurat
7. Masuk waktu yang telah ditentukan
8. Menghadap kiblat
9. Mengetahui mana rukun wajib dan
sunah.
Adapun
syarat sah sholat adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak
sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau
dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia
shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan orang yang ragu, shalatnya tidak
sah. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.(QS. An-Nisa:103).
2. Suci dari hadas kecil dan hadas
besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’ dan penyucian hadas besar dengan
mandi. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya:
“Dari Umar
r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak
suci. (HR.
Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari).
“Dari Abu
Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seorang
kamu apabila berhadas hingga dia
bersuci. (HR.
Bukhari dan Muslim).
3. Suci badan, pakaian dan tempat dari
na’jis hakiki. Untuk keabsahan shalat disyariatkan suci badan, pakaian dan
tempat dari na’is yang tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat jumhur ulama
tetapi menurut pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah
muakkad.
4. Menutup aurat. Seseorang yang shalat
disyaratkan menutup aurat, baik sendiri dalamkeadaan terang maupun sendiri
dalam gelap. Allah SWt berfirman: “pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid”(QS. 4:31).
5. Menghadap kiblat. Ulama sepakat
bahwa syarat sah shalat. Allah SWT berfirman:
“Dan dari mana saja
kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana
saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. (QS. 2:150)
Mengahadap
kiblat dikecualikan bagi orang yag
melaksanakan sholat Al-khauf dan
sholat sunat diatas kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan. Golongan
Malikiyah mengaitkan dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan ada
kesanggupan. Oleh karena itu tudak wajib mengahadao kiblat apabila ketakutan
atau tidak sanggup (lemah) setiap orang sakit.
Ulama
sepakat bagi orang yang menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke ka’bah sendir
secara tepat. Akan tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya, karena jauh di
luar kota makkah, hanya wajib menghadapakan muka kea arah ka’bah, demikian
pendapat junhur ulama. Sedangkan Imam Syafi’I Berendapat mesti menghadapkan
muka ke ka’bah itu sendiri sebagaimana halnya orang yang berada di kota
mekah. Caranya mesti di niatkan dalam
hati bahwa menghadap itu tepat pada ka’bah.
6. Niat. Golongan hanafiyah dan
Hanabilah memandang niat sebagai syarat sah shalat, demikian juga pendapat yang
lebih kuat dari kalangan Malikiyah.
D. Cara Mengerjakan Shalat
Menurut
golongan Malikiyah cara-cara /rukun-rukun mengerjakan sholat adalah sebagai
berikut:
1. Niat
2. Takbirtul Ihram
3. Berdiri waktu takbiratul ihram
4. Membaca al-fatihah dalam shalat
berjama’ah dan salat sendirian
5. Berdiri waktu membaca al-fatihah
6. Ruku’
7. Bangkit dari ruku’
8. Sujud
9. Duduk antara dua sujud
10. Mengucapkan salam
11. Duduk di waktu mengucapkan salam
12. Tumaninah pada seluruh rukun
13. I’tidal sesudah ruku’ dan sujud.
E. Rukun Shalat
1. Niat
2. Takbiratul ihram
3. Berdiri tegak, bagi yang kuasa ketika
shalat fardhu. Boleh duduk,atau berbareng bagi yang sedang sakit.
4. Membaca surat Al-Fatihah pada
tiap-tiap raka’at
5. Ruku’ dengan tumakninah
6. I’tidal dengan tumakninah
7. Sujud dua kali dengan tumakninah
8. Duduk antara dua sujud dengan
tumakninah
9. Duduk tasyahud akkhir dengan
tumakninah
10. Membaca tasyahud akhir
11. Membaca shalawat nabi pada tasyahud
akhir
12. Membaca salam yang pertama
13. Tertib; (Berurutan sesuai
rukun-rukunnya)
F. Hal-hal yang Membatalkan Shalat
Shalat
akan batal atau tidak sah apabila salah satu rukunnya tidak dilaksanakan atau
ditinggalkan dengan sengaja.
Adapun hal-hal yang dapat
membatalkan shalat adalah sebagai berikut :
1. Berhadats
2. Terkena Najis yang tidak dimaafkan
3. Berkata-kata dengan sengaja di;luar
bacaan shalat
4. Terbuka auratnya
5. Mengubah niat, missal ingin
memutuskan shalat (niat berhenti shalat)
6. Makan atau /minum.walau sedikit
7. Bergerak tiga kali berturut-turut,
diluar gerakan shalat
8. Membelakangi kiblat
9. Menambah rukun yang berupa
perbuatan, seperti menambah ruku’sujud atau lainnya dengan sengaja
10. Tertawa terbahak-bahak
11. Mendahului Imam dua rukun.
12. Murtad, keluar dari Islam.
G. Sunnah
dalam Melakukan Shalat
Waktu
mengerjakan shalat ada ,dua sunah, yaitu sunah Ab’adh dan sunah Hai’at.
a. Sunah Ab’adh
1. Membaca tasyahud awal
2. Membaca shalawat pada tasyahud awal
3. Membaca shalawat atas keluarga Nabi
SAW pada tasyahud akhir
4. Membaca Qunut pada shalat Subuh dan
shalat witir.
b. Sunah Hai’at
1. Mengangkat keduabelah tangan ketika
takbiratul ikhram,ketika akan ruku’ dan ketika berdiri dari ruku’.
2. Meletakan telapak tangan yang kanan
diatas pergelangan tangan kiri ketika sedekap,
3. Membaca do’a Iftitah sehabis
takbiratul ikhram.
4. Membaca Ta’awwudz ketika hendak
membaca fatihah,
5. Membaca Amiin ketika sesudah membaca
Fatihah,
6. Membaca surat Al-Qor’an pada dua
raka’t permulaan sehabis membaca Fatihah,
7. Mengeraskan bacaan Fatihah dan surat
pada raka’at pertama dan kedua, pada shalat magrib, isya’ dan subuh selain
makmum.
8. Membaca Takbir ketika gerakan naik
turun,
9. Membaca tasbih ketika ruku’ dan
sujud.
10. Membaca “sami’allaahu liman hamidah”
ketika bangkit dari ruku’ dan membaca “Rabbanaa lakal Hamdu” ketika I’tidal,
11. Meletakan kedua telapak tangan
diatas paha ketika duduk tasyahud awal dan tasyahud akhir,dengan membentangkan
yang kiri dan mengenggamkan yang kanan, kecuali jari telunjuk.
12. Duduk Iftirasy dalam semua
duduk shalat,
13. Duduk Tawarruk pada duduk tasyahud
akhir
14. Membaca salam yang kedua.
15. Memalingkan muka ke kanan dan
;kekiri ketika membaca salam pertama dan kedua
Makruh Shalat
Orang yang sedang shalat dimakruhkan
:
1. Menaruh telapak tangan di dalam
lengan bajunya ketika Takbiratul ikhram, ruku’ dan sujud.
2. Menutup mulutnya rapat rapat.
3. Terbuka kepalanya,
4. Bertolak pinggang,
5. Memalingkan muka ke kiri dan ke
kanan.
6. Memejamkan mata,
7. Menengadah ke langit,
8. Menahan hadats
9. Berludah,
10. Mengerjakan shalat di atas kuburan,
11. Melakukan hal-hal yang mengurangi
kekhusukan shalat.
H. Perbedaan Laki-laki Dan Perempuan
Dalam Shalat
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
|
Merenggangkan kedua siku tangannya dari kedua lambungnya
waktu ruku’ dan sujud.
Waktu ruku’ dan sujud mengangkat perutnya dari
pahanya.
Menyaringkan suaranya /bacaanya dikeraskan di tempatr
keras.
Bila member tahu sesuatu Membaca Tasbih, yakni
‘Subhaanallah’
Auratnya barang antara Pusar dan lutut.
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Merapatkan satu anggota kepada anggota lainnya.
Meletakan perutnya pada dua tangan/ sikunya ketika sujud.
Merendahkan suaranya/ bacaanya dihadapan laki-laki lain
yang bukan muhrimnya.
Bila memberitahu sesuatu dengan bertepuk tangan,yakni
tangan kanan ditepukkan ke punggung telapak tangan kiri.
Auiratnya seluruh anggouta tubuh kecuali bagian muka dan
kedua telapak tangan
|
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat
merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap Tuhan, dengan
perkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syarat. Shalat
merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa kecuali.
Shalat
Merupakan Syarat Menjadi Taqwa. Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam
karena dapat menentukan amal / tingkah laku manusia, orang – orang yang betul –
betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan keji dan munkar, dan
sebaliknya. Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah
diantaranya mendirikan shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat Al
Baqarah.
Shalat
merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat mencegah perbuatan
keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah benteng
kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan makasiat.
Shalat
dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusu
tidak akan ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusu berbuat zina.
Maksiat, merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya
kalau ada yang melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan
shalatnya perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat
Al-Ankabut: 45.
Shalat
Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal
yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan dengan
khusus.
Shalat
Akan membangun etos kerja Sebagaimana keterangan – keterangan di atas bahwa
pada intinya shalat merupakan penentu apakah orang – orang itu baik atau buruk,
baik dalam perbuatan sehari – hari maupun ditempat mereka bekerja
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S.A. Zainal, Kunci
Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha Putra Semarang, 2001)
Hamid ,Abdul. Beni HMd Saebani, Fiqh
Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).
Al-Qor’an dan terjemahannya
Asas Agama Islam, Bulan Bintang,
1976
Bimbingan Shalat lengkap,Mitra
Umat,1998
Mimbar Utama, Edisi September 2004
0 Comments