KATA PENGANTAR
Pertama-tama
perkenankanlah kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan judul Konflik Sosial..
Ucapan terima kasih dan puji syukur kami sampaikan kepada
Allah dan semua pihak yang telah membantu kelancaran, memberikan masukan serta
ide-ide untuk menyusun makalah ini.
Kami selaku penyusun telah berusaha sebaik mungkin untuk
menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila terdapat kekurangan
maupun kesalahan. Oleh karena itu kami memohon saran serta komentar yang dapat
kami jadikan motivasi untuk menyempurnakan pedoman dimasa yang akan datang.
Penyusun,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang masalah............................................................................ 1
1.2 Rumusan
masalah ................................................................................... 1
1.3 Tujuan
masalah ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
konflik social......................................................................... 2
2.2 Faktor penyebab
konflik social............................................................... 3
2.3. Metode
Penyelesaian konflik social........................................................ 5
2.4. Akibat konflik social............................................................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Konflik
merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang
sering dihubungkan dengannya, misal kebencian atau permusuhan. Konflik dapat
terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu sampai kepada lingkup
yang luas.
Tipe
konflik ini timbul dari proses-proses yang tidak rasional dan emosional dari
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Upaya untuk memecahkan konflik selalu
timbul selama berlangsungnya kehidupan suatu kelompok, namun terdapat
perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan intensitas konflik pada berbagai tahap
perkembangan kelompok.
Usaha-usaha untuk menghindari
perbedaan-perbedaan dan untuk memendam konflik-konflik, tidak pernah berhasil
dalam waktu yang lama. Kesatupaduan di dalam perbedaan-perbedaan merupakan
suatu nilai yang menghargai perbedaan, yang menggunakan perbedaan-perbedaan
tersebut untuk memperkuat kelompok.
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan adanya latar belakang
di atas maka dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut
1. Apa definisi dari konflik sosial ?
2. Apa saja penyebab konflik sosial dan
bagaimana cara meneyelesaikannya ?
3. Bagaimanakah dampak dari konflik
sosial itu?
1.3. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan tetntang definisi
konflik sosial secara definitive.
2.
Menjabarkan beberapa penyebab konflik
dan metode penyelesaiannya.
3. Memberikan gambaran tetntang akibat
dari konflik sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian konflik sosial
Konflik berasal
dari kata kerja Latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Beberapa tokoh banyak pendapat
tentang definisi konflik sosial. Diantaranya adalah sebagai berikut
1.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan
Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku
dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara
berterusan.
2.
Menurut Gibson, et al (1997: 437),
hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat
pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen
organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja
sama satu sama lain.
3.
Menurut Robbin (1996), keberadaan
konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika
mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum
konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan
bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi
kenyataan.
4.
Dipandang sebagai perilaku, konflik
merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik
ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan
stres.
5. Menurut Minnery
(1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang
satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh
perbedaan tujuan.
6. Konflik dalam
organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar
dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif
(Robbins, 1993).
7. Konflik
merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok
dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian
menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan,
diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat
dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi
(Folger & Poole: 1984).
9. Konflik
senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin
dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun
perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185;
Stewart, 1993:341).
10. Interaksi yang
disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal
akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
2.2. Faktor penyebab konflik sosial
1. Perbedaan individu
Perbedaan individu yang meliputi
perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Misalnya, ketika berlangsung pentas
musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan
berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang
merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan
Perbedaan latar belakang kebudayaan
sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.Seseorang sedikit banyak akan
terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan
pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu
yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara
individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian
maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda.
4.
Perubahan-perubahan nilai
Perubahan-perubahan nilai yang cepat
dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan
yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik
sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat
industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser
menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industry.
2.3. Metode Penyelesaian konflik sosial
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan
dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan
menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian
konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
6. Tidak ekspresif
Bertindak ekspresif ketika ada sesuatu yang berbeda
dengan kita, kadang, menimbulkan terjadinya konflik antarsuku di Indonesia.
Sebetulnya, jika kita sudah mengenal, hal ini tdak akan terjadi. Oleh karena
itu, ketika mereka bertindak atau bertingkah laku tidak sama dengan kita,
bahkan jauh berbeda, kita tidak kaget lagi.
2.4. Akibat konflik egati
Apa yang ada di benakmu ketika
mendengar kata ‘akibat konflik’? Selama ini dalam pola egat masyarakat kita
telah tertanam kuat bahwa konflik melahirkan dampak egative yang berupa
kerusakan, keresahan, dan kesengsaraan. Padahal pemikiran tersebut tidak
selamanya benar. Ada beberapa konflik yang justru melahirkan dampak positif.
Tahukah kamu jika konflik tidak
selamanya berakibat egative? Perhatikan pembahasan berikut ini, yang nantinya
akan membawamu menjadi lebih memahami beberapa sisi positif dari konflik dan
tentunya sisi egative dari konflik itu sendiri.
1. Sisi Positif Terjadinya KonflikBeberapa sisi positif
terjadinya konflik di masyarakat antara lain sebagai berikut.
a. Bertambah kuatnya rasa
solidaritas egati anggota kelompok. Hal ini biasanya terjadi pada konflik
antarkelompok, di mana anggota masing-masing kelompok karena merasa mempunyai
identitas yang sama bersatu menghadapi ancaman yang egati dari luar
kelompoknya.
b. Memperjelas aspek-aspek kehidupan
yang belum jelas atau belum tuntas untuk ditelaah. Contohnya, dalam menetapkan
suatu rancangan undang-undang (RUU) menjadi sebuah undang-undang yang dilakukan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) dengan persetujuan presiden. Dalam hal ini
perlu dilakukan telaah terlebih dahulu terhadap rancangan undang-undang
tersebut dalam egati di DPR.
Dalam penelaahan itu tentunya
terjadi perbedaan pendapat atau pandangan yang nantinya berguna untuk lebih
memperjelas dan mempertajam kesimpulan yang dapat memperkuat undang-undang
tersebut.
c. Memungkinkan adanya penyesuaian
kembali norma-norma dan nilai-nilai, serta hubungan-hubungan egati dalam
kelompok yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan individu atau kelompok. Terjadinya
konflik dapat menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat terhadap norma dan nilai egati,
serta hubungan egati tentang perlunya diterapkan beberapa aturan yang cenderung
dapat membawa egativ yang lebih baik.
d. Merupakan jalan untuk mengurangi
ketergantungan antarindividu dan antarkelompok.
e. Dapat membantu menghidupkan
kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma yang baru.
f. Dapat berfungsi sebagai sarana
untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
g. Memunculkan sebuah kompromi baru
apabila pihak yang berkonflik dalam kekuatan yang seimbang.
2. Sisi Negatif Terjadinya Konflik
Beberapa sisi egative terjadinya
konflik dalam masyarakat antara lain sebagai berikut.
a. Hancurnya atau retaknya kesatuan
kelompok. Hal ini biasanya muncul apabila terjadi konflik di antara anggota
kelompok yang sama.
b. Adanya perubahan kepribadian pada
diri individu.
c. Hancurnya harta benda dan
jatuhnya korban manusia.
d. Munculnya dominasi kelompok
pemenang atas kelompok yang kalah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di
ambil kesimpulan sebagai berikut :
Yang namanya bermasyarakat pasti aka
nada yang namanya konfik karena ketidak samaan pemikiran individualism yang
satu dengan indivvidualisme yang lain,tapi dari ketidak samaan tersebut passti
ada penyebabya.
Konflik
atau perselisihan maupn gesekan antara komunitas, suku, dan yang lainya,
sebenarnya dapat dihindari jika kita semua sebagai warga negara yang baik mau
ikut menjaga ketertiban dan keamanan negara kita dan menghindari yang namanya
perpecahan, perang saudara.
DAFTAR PUSTAKA
Wahid,
Din. “penyebab konflik”. Nina M.Armando (et.al.). sosiologi dasar Vol.
III. Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve, 2005.
MKD, IAD,IBD,ISD. Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Press, 2011.
Ibid.,
285.
Yusuf,
Din. “ilmu sosial”. Nina M.Armando (et.al.). konflik sosial, Vol.
III. Semarang: Ichtiar baru Van Hoeve, 2001.
www.id.pengertian_sosiologi.ac.id
http://hanslakomesem.blogspot.co.id/2015/02/terjadinya-konflik-sosial-dalam.html
0 Comments