Sejarah
Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
1. Arti Hijrah dan Tujuan
Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam.
Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai
Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT
dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena
di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan,
sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat
Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan
dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat
Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke
Yastrib (negeri Islam) adalah:
· Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan
kekerasan kaum kafri Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan
rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah
dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
· Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta
beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan
Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam)
2. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni
dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan
wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi
dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga
ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah.
Adapaun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah
sosial kemasyarakatan.
Mengenai
objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah
masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum
masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota
Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang
sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran
Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah,
kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka
betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh
para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama
umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
Mengenai
dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar
mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya
dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman
dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan
cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk
Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak
sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka
berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha
melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum
kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin
dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hajj,
22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya
menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak
dapat dihindarkan lagi
Peperangan-peperangan
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan
untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan
untuk:
· Membela diri, kehormatan, dan harta.
· Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada
mereka yang hendak menganutnya.
· Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala
tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan
para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang
berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam,
bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah
Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka
akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk
menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad
bangsa Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak
tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi,
yaitu :
Perang Mut’ah
Peperangan
Mu’tah terjadi sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat kesulitan
menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan
gugur melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. Melihat kenyataanyang
tidak berimbang ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih
komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun
perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh
Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab,
termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.
Hal ini
membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata
menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu,
secara sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
Perang Tabuk
Melihat
kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab, Syria,
yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani
Ghassan dan Bani Lachmides.
Untuk
menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap
berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula.
Melihat besarnya pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan
penduduk setempat. Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke
dalam barisan Islam. Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti
Rasulullah SAW.
Peperangan
lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:
Perang Badar
Perang
Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin
Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari
serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum
musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang
dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.
Tentara
muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana
yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang.
Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad
SAW sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy,
dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang
gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT
(Q.S. 3: 123).
Orang-orang
Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang
tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan
Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara
itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan
untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing.
Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari
orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki
kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama
setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui
yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat
kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah
perang Badar, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang
berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke
Suriah.
Bagi kaum Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan
berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat
menuju Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200
pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka
memakai baju besi.
Nabi
Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 (seribu)
orang. Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik
dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar
perjanjian dan disiplin perang.
Meskipun
demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan perjalanan. Beberapa
kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu.
Perang dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat
memukul mundur tentaramusuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin
oleh Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan
disiplin yang tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil
itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan
yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan
musuh. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan
gerakan musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah
diperingatkan Nabi agar tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan
kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid
berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya
sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak
mampu menangkis serangan tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan
Nabi sendiri terkena serangan musuh. Perang ini berakhir dengan70 orang pejuang
Islam syahid di medan laga.
Pengkhianatan Abdullah ibn Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan
tegas. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan
Abdullah ibn Ubay, diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar.
Sedangkan suku Yahudi lainnya, yaitu Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.
Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini
merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah
yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu
perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri
dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW,
mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota
yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang
berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit
tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir
sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita
karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu
diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani
Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT
menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan
makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai
turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh
perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan
dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat
Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji
sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat
bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin
berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang.
Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk
menjaga diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka
berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang
kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah
besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian
Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain:
1. Selama sepuluh tahun diberlakukan
gencatan senjata antara kaum Quraisy
penduduk Mekah dan umat Islam penuduk Madinah
2. Orang Islam dari kaum Quraisy
yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin
walinya hendaklah ditolak oleh umat Islam
3. Kaum Quraisy, tidak
akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan bergabung dengan mereka
4. Tiap kabilah yang
ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum Muslimin
dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan
5. Kaum Muslimin tidak
jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali ke Madinah, dan boleh
mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan:
· Kaum Muslimin memasuki kota Mekah setelah penduduknya untuk
sementara keluar dari kota Mekah
· Kaum Muslimin memasuki kota Mekah, tidak boleh membawa
senjata
· Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalm kota Mekah lebih
dari tiga hari-tiga malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tersebut sebenarnya
adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana
menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Perang Hunain
Mendengar
berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi mengerahkan
kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini
dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani
Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan
umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu Lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penerima taubat.” (Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)
3. Strategi Dakwah Rasulullah SAW Periode
Madinah
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan
strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
1. Berdakwah
dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang
berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode)
melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl, 16:
12
3. Berdakwah itu
hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT
dalam Surah Ali Imran, 3: 10
4. Berdakwah
dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam
mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun
oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah
barata daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di
Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat
berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh
Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini
dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan
batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua,
ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu
Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib
k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid
pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1.
Masjid sebagai sarana pembinaan umat
Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
2.
Masjid merupakan saran ibadah,
khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat Tarawih, salat Idul Fitri, dan
Idul Adha.
3.
Masjid merupakan tempat belajar dan
mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada Al-Qur;an dan Hadis
4.
Masjid sebagai tempat pertemuan
untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi
terwujudnya persatuan
5.
Menjadikan masjid sebagai sarana
kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah
dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin
dan anak-anak yatim terlantar.
6.
Menjadikan halaman masjid dengan
memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para penderita sakit, terutama para
pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah SAW
yang bernama “Rafidah” Rasulullah SAW
menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya.
Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk memajukan
Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh
kemenangan.
b. Mempersaudarakan Kaum
Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat
Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para
sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada
kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan
Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin
dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah
memutuskan agar setiap orang Muhajrin mencari dan mengangkat seorang dari
kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas
karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan
mengajak Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
· Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan
Islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya,
yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW
· Abu
Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
· Umar
bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
· Abdurrahman
bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
Demikianlah seterusnya setiap
orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya
Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti
saudara senasab.
c. Perjanjian
Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di
Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi
(Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum
masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang
menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan,
undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga
terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak
mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain.
Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi
melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh
semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah
menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta
digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian
dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam
Madinah itu antara lain:
1. Setiap
golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan
dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak
menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan
kepada orang yang mematuhi peraturan
2. Setiap
individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
3. Seluruh penduduk kota
Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang
belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril
dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah
harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah
4. Rasulullah
SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan
besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk
diadili sebagaimana mestinya
d.
Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yang Islami demi
Terwujudnya Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang
akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi, dan sosial,
yang kesemuanya berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk
Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah
terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW
selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala
negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW
telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah.
Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala
pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh
rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari
tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
Referensi : http://wilyhikaru22.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-dakwah-rasulullah-saw-periode.html
0 Comments