KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah
kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, yang telah memberikan kita
karunia serta nikmatnya hingga pada saat ini kita masih bisa melaksanakan
proses belajar di sekolah ini. Shalawat beriringan salam, mari kita sampaikan
ke Rasul Allah SAW yang telah membawa tangan umatnya dari alam kegelapan hingga
menuju alam yang terang dengan iman dan taqwa.
Apabila
nantinya dalam penyusunan makalah kami ini ada kekurangan dan ketidak
sempurnaan saya terlebih dahulu memohon maaf.
Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Keadaan masyarakat sumatra sebelum masuknya
islam.............................. 3
2.2. Masuk
dan berkembangnya islam di sumatera utara .................................. 4
2.3 masuk
dan berkembangnya islam di sumatera selatan ...............................
7
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan................................................................................................... 7
3.2 Saran ............................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berbicara
mengenai kapan dan siapa yang membawa islam di Sumatra selatan,
bisa dikatakan sebuah pertanyaan yang di anggap sacral. Why? Penulis
berasumsi bahwasanya, sampai detik ini belum ada bukti yang otentik akan
masuknya islam di nusantara terkhusus di Sumatra-selatan. Penulis berasumsi
bahwa bukti-bukti dari sejarawan semisal, Hamka, Snowk, dan lain-lain hanya
meneliti berdasarkan bukti peninggalan saja dan kemudian di musawarohkan atau
diseminarkan oleh berbagai tokoh-tokoh sejarawan, semisal di medan pada tahun
1963 yang kemudian dari berbagai hasil seminar dipergunakan sebagai documenter
hasil penelitian.
Apakah
para sejarawan itu salah dalam meneliti? Saya kira tidak. Sebab, masuk
dan berkembang islam di bumi nusantara ini tidak meninggalkan kitab,
atau manuskrip-manuskrip dan hanya meninggalkan Nisan, dan sebuah
cultur. Sudah sangat bisa dipastikan bahwasanya. Sejarawan pun lumayan
kesulitan untuk menafsirkan atau meneliti secara otentik. Bagitu pula dengan
sebuah nisan, bagi penulis, Nisan pun perlu sekiranya mendapat perhatian secara
khusus. Alat yang mampu digunakan untuk meneliti barang kali di antaranya
metode dealektika dengan orang-orang terdahulu.
Nah,
dari berbagai jalan yang digunakan sejarawan, perlu sekiranya penulis
melampirkan hasil kajian pustaka, yang insa allah akan menghantarkan kita pada
kebenaran yang otentik. Kendati kebenaran itu sulit untuk diraba, terlebih
dilihat. Melihat kawasan kerajaan Sriwijaya yang bisa dikatakan tempat yang
sangat Strategis, baik dalam aspek hubungan antar pulau, berdangan, dan tempat yang
digunakan para politikus untuk menghasilkan pelbagai rempah-rempah yang
dimiliki oleh bumi nusantra. Dan kita dapat mlihat bahwa kekuasaan kerajaan
sriwijaya juga amat luas.
1.2.
Rumusan Masalah
Dalam
hal penulisan rumusan masalah penulis pun mengalami kegalauan. Penulis galau
harus dari mana memulai, mengingat begitu sulit mencari refrensi. Bahkan
penulis pun sempat berasumsi bagaimana sebenarnya keotentikan documenter
risalah masuk dan berkembangnya islam di Sumatra selatan. Hingga pada akhirnya
penulis mencoba mendiskripsikan keadaan subektif dari pelbagai refrensi yang
ada. Namun, sekali lagi penulis hanya menyajikan sebuah pendiskripsiaan bukan
sebuah kesimpulan. Adapun penulis mencoba mengsignifikasikan menjadi beberapa
rumuan masalah:
1.
Sejarah
masuknya islam di bumi Sumatra Selatan?
Sebenarnya masih banyak probelematika yang
bergelut di hati penulis, penulis sendiri sebenarnya mengiginkan akan
sistematisanya materi yang hendak di sajikan kepada ibu dosen dan temen-temen
sekalian. Sebab, disini penulis sendiri berasal dari bumi Sumatra-Selatan. Akan
tetapi, Sangat ironis bukan? Ketika penulis sendiri tidak paham sepahamnya
terkait dengan eksistensinya sendiri. Namun, itulah kami selaku pemateri, kami
berusaha untuk menyajikikan yang terbaik. Fa insa allah
BAB II
PEMBAHASAN
Bukti
tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan sampai
dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah
bangunan-bangunan masjid, makam, ataupun lainnya.
Hal
ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H merupakan fase pertama proses
kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran
para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal
ini dapat diketahui berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari
literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai
berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke– 7 M. Sehingga, kita
dapat berasumsi, mungkin dalam kurun waktu abad 1—4 H terdapat hubungan
pernikahan anatara para pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk
setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun
keluarganya.
Sedangkan
bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera,
baru ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang
wanita bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan
di Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.
2.1 KEADAAN MASYARAKAT SUMATRA SEBELUM MASUKNYA
ISLAM
Sumatera
Utara memiiki letak geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara
menjadi pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar
muslim Arab dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Sebelum
masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama
Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik
As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya
diIslamkan oleh Syekh Ismael.
Sama
halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis
yang strategis. Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang
ramai dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena
itu, otomatis banyak saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini.
Sebelum
masuknya Islam, Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang bercorak
Buddha. Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena
kerajaannya bercorak Buddha, maka secara tidak langsung sebagian besar
masyarakatnya menganut Agama Buddha.
Letak
yang strategis menyebabkan interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau
harus dihadapi. Hal ini membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang
masuk ke Sriwijaya dan mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem
pemerintahannya. Termasuk masuknya Islam.
Bangsa
Indonesia yang sejak zaman nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup diri,
dan sangat menghormati perbedaan keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan
besar ajaran agama yang berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang
membuat Islam dapat masuk dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan
khususnya dan Pulau Sumatera umumnya.
2.2. MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI SUMATERA UTARA
Sumatera
Utara merupakan salah satu pusat perniagaan yang terpenting di Nusantara pada
abad ke- 7 M. Sehingga Sumatera Utara menjadi salah satu tempat berkumpul dan
singgahnya para saudagar-saudagar Arab Islam. Dengan demikian dakwah Islamiyah
berpeluang untuk bergerak dan berkembang dengan cepat di kawasan ini.
Hal
ini berdasarkan catatan tua Cina yang menyebutkan adanya sebuah kerajaan di utara Sumatera
namanya Ta Shi telah membuat hubungan diplomatic dengan kerajaan Cina. Ta Shi
menurut istilah Cina adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang Islam.
Dan letaknya kerajaan Ta Shi itu lima hari berlayar dari Chop’o (bagian yang
lebih lebar dari malaka) di seberang selat Malaka. Ini menunjukkan Ta Shi dalam
catatan tua Cina itu ialah Ta Shi Sumatera Utara, bukan Ta Shi Arab. Karena, Ta
Shi Arab tidak mungkin di capai dalam waktu lima hari.
Islam
semakin berkembang di Sumatera Utara setelah semakin ramai pedagang – pedagang
muslim yang datang ke Nusantara, karena Laut Merah telah menjadi Laut Islam
sejak armada rome dihancurkan oleh armada muslim di Laut Iskandariyah.
Disamping
itu , terdapat satu factor besar yang menyebabkan para pedagang Islam Arab memilih Sumatera Utara pada akhir abad
ke- 7 M. Yaitu karena terhalangnya pelayaran mereka melalui Selat Malaka karena
disekat oleh tentara laut/Sriwijaya kerajaan Budha sebagai pembalasan atas
serangan tentara Islam atas kerajaan Hindu di Sind. Maka terpaksalah mereka
melalui Sumatera utara dengan pesisir barat Sumatera kemudian masuk selat Sunda
melalui Singapura menuju Kantun, Cina.
v KERAJAAN
PERLAK
Kata
Perlak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Kayei Peureulak” (Kayu
Perlak). Kayu ini sangat baik digunakan untuk bahan dasar pembuatan perahu
kapal, sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-perusahaan perahu kapal. Dan di
Perlak banyak tumbuh jenis pepohonan ini, sehingga disebut negeri Perlak
(Perlak).
Perlak
merupakan salah satu pelabuhan perdagangan yang maju dan aman pada abad ke- 8
M. sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang muslim. Dengan
demikian, secara tidak langsung berkembanglah masyarakat Islam di daerah ini.
Factor utamanya yaitu karena sebab pernikahan antara saudagar-saudagar muslim
dengan perempuan-perempuan pribumi. Sehingga menyebabkan lahir
keturunan-keturunan yang beragama Islam.
Hal
ini semakin berkembang sehingga berdirinya kerajaan Islam Perlak yaitu pada
hari selasa bulan muharram tahun 225 H (840 M). dan sultannya yang pertama
adalah Syed Maulana Abdul Aziz Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Syed Maulana
Abdul Aziz Shah. Kemudian Bandar Perlak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah.[1][1][3]
Islam
terus berkembang di Perlak, dan hal ini terlihat jelas pada abad ke – 13 M.
pada abad ini, perkembangan Islam di Perlak melebihi dari daerah-daerah lain di
Sumatera. Hal ini bersumber pada riwayat Marco Polo yang tiba di Sumatera pada
tahun 1292 M. Ia mengatakan bahwa pada
saat iu di Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan, yang semuanya menyembah
berhala kecuali satu, itu kerajaan Perlak.
Kerajaan
Perlak terus berdiri hingga akhirnya bergabung dalam kerajaan Islam Samudera
Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Dzahir (1289 – 1326 M)
v KERAJAAN
SAMUDERA PASAI
Raja
pertamanya adalah Sultan Malik as Shaleh. Beliau adalah keturunan dari Raja
Islam Perlak, yaitu Makhdum Sultan Malik Ibrahim Syah Joan (365 – 402 H/976 –
1012 M).
Ada
beberapa hal yang masih simpang siur mengenai Sultan Malik as Shaleh. Ada yang
menyebutkan beliau memeluk agama Hindu yang kemudian diIslamkan oleh Syekh
Ismail. Ada pula yang menyebutkan bahwa beliau sudah memeluk agama Islam sejak
awal.
Sebelum
bernama Samudra Pasai, kerajaan ini bernama kerajaan Samudra saja. Kerajaan
Samudra merupakan kerajaan yang makmur dan kaya. Juga memiliki angkatan tentara
laut dan darat yang teratur.
Kerajaan
Samudra semakin bertambah maju, yang kemudian dikenal dengan nama “Samudera
Pasai”, yaitu setelah dibangunnya Bandar Pasai pada masa pemerintahan Raja
Muhammad.
Hubungan
Kerajaan Samudra Pasai dengan Kerajaan
Perlak sangatlah baik. Dan hal ini makin dipererat dengan menikahnya Sultan
Malik as Shaleh dengan putri raja Perlak.
Puncak
kejayaan kerajaan Samudra Pasai yaitu pada masa pemerintahan Sultan Al Malik Al
Zahir (1326—1349/757—750 H).
v KERAJAAN
ACEH
Kerajaan
ini berdiri pada abad ke- 13 M. Pada awalnya Aceh merupakan daerah taklukan
kerajaan Pidir. Namun berkat jasa Sultan Ali Mughiyat Syah, Aceh akhirnya mampu
melepaskan diri dan berdaulat penuh menjadi Kerajaan. Atas jasa beliau,
akhirnya Sultan Mghiyat Syah dinobatkan menjadi Raja pertama.
Kerajaan
Aceh mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607—1638 M).
2.3. MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI SUMATERA
SELATAN
Palembang
adalah kota yang memiliki letak geografis yang sangat strategis. Sejak masa
kuno, Palembang menjadi tempat singgah para pedagang yang berlayar di selat Malaka,
baik yang akan pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya maupun yang
akan melewati jalur barat ke India dan negeri Arab serta terus melewati jalur barat ke India dan
negeri Arab serta terus ke Eropa. Dan selain pedagang, para peziarah pun banyak
menggunakan jalur ini. Persinggahan ini yang memungkinkan terjadinya agama
Islam mulai masuk ke Palembang (Sriwijaya pada waktu itu) atau ke Sumatera
Selatan.
Ada sebuah catatan sejarah Cina yang
ditulis oleh It’sing, ketika ia berlayar ke India dan akan kembali ke negeri
Cina dan tertahan di Palembang. Kemudian ia membuat catatan tentang kota dan
penduduknya. Ada dua tempat di tepi selat Malaka pada permulaan abad ke– 7 M
yang menjadi tempat singgah para musafir yang beragama Islam dan diterima dengan
baik oleh penguasa setempat yang belum beragama Islam yaitu Palembang dan
Keddah. Dengan demikian dapat disimpulkan, pada permulaan abad ke- 7 M di
Palembang sudah ada masyarakat Islam yang oleh penguasa setempat (pada waktu
itu Raja Sriwijaya) telah diterima dengan baik dan dapat menjalankan ibadah
menurut agama Islam.
Selain itu, ada sumber yang
menyebutkan bahwa telah ada hubungan yang erat antara perdagangan yang
diselenggarakan oleh kekhalifahan di Timur Tengah dengan Sriwijaya. Yaitu
dengan mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan raja
Ta-che (sebutan untuk Arab) ke Kalingga pada 674 M, dapatlah dipastikan bahwa
di Sumatera Selatan pun telah terjadi proses awal Islamisasi. Apalagi T’ang
menyebutkan telah adanya kampong Arab muslim di pantai Barat Sumatera.[2][2]
Sesuai dengan keterangan sejarah,
masuknya Islam ke Indonesia tidak mengadakan invasi militer dan agama, tetapi
hanya melaui jalan perdagangan. System penyebaran Islam yang tidak kenal
misionaris dan tidak adanya system pemaksaan melalui perang, melinkan hanya
melaui perdagangan saja memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan
penyebaran agama Budha, dapat menerima kehadiran Islam di wilayahnya.
Berdasarkan sejarah, Sriwijaya
terkenal memiliki kekuatan maritim yang tangguh. Walaupun ada yang meragukan
hal tersebut karena melihat kondisi maritime bangsa Indonesia sekarang.
Oleh karena itu, tidak menutup
kemungkinan putra pribumi ikut berlayar bersama para pedagang Islam ke pusat
agama Islam yaitu mekkah. Dan tidak menutup kemungkinan pula, putera pribumi
mengadakan ekspedisi ke timur tengah untuk memperdalam keilmuan agama Islam.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
bangsa Indonesia tidak serta merta menunggu para pedagang Islam baik itu dari
bangsa Arab ataupun sekitarnya untuk mencari tambahan pengetahuannya tentang
ajaran agama Islam.
v KESULTANAN
PALEMBANG
Pada
waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di daerah ini
ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M). Pada awalnya
ia beragama Hindu, lalu kemudian memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwasanya
pada waktu itu, Islam sudah dominant di Palembang.
Pada
suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu
Kertabumi, yang bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir
dari rahimnya seorang anak yang bernama Raden Patah.
Pada
tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah), menghadap
Prabu Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa Bintoro, yang
nantinya berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak yang pada
akhirnya menghancurkan Majapahit.
Pada
tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami kekalahan. Para
pembesar kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan bermigrasi ke Palembang
yang kemudian mendirikan kerajaan Islam Palembang
Pada
akhirnya kesultanan Palembang hilang karena dihapus status kesultanannya oleh
colonial Belanda
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya
islam disumatra-selatan tidak ubahnya seperti terjadi pada wilayah Indonesia
lainnya, dilakukan oleh putra Indonesia dan tidak berjalan pasif. Dengan
pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata dengan
upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama
islam selain dilakukan oleh bangsa arab, pedagang utusan kholifah Umayah
(661-750) dan kholifah Abbasiyah (750-1268), juga perdagangan dari Sriwijaya berlayar ketimur tengah. Hal yang
demikian ini tidak bertentangan, sekalipun Sriwijaya sebagai pusat pengembangan
ajaran budha, tetapi, karena watak Indonesia yang mempunyai kesanggupan yang
tinggi dalam menghormati perbedaan agama, maka, di wilayah kerajaan Sriwijaya
di izinkan masuknya agama islam melalui jalur perdagangan. Factor yang terakhir
inilah yang memungkinkan Sriwijaya menempuh Sistem pintu terbuka dalam
menghadapi kenyataan masuknya agama islam.
3.1 Saran
Kami selaku penulis menyarankan bahwa setelah membaca makalah
ini diharapkan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang sejarah
perkembangannya islam di sumatera
REFERENSI
Ambary. 1998. Menemukan Peradaban : Arkeologi dan Islam di
Indonesia. PusitArkenas.
Budiyanto,
2012. Teori-teori Masuknya Islam ke Indonesia (Online), (http://budisma.web.id/materi/sma/sejarah-kelas-xi/teori-masuknya-islam/),
diakses 14 Februari 2013.
Encik.
2012. Masuknya
Islam di Sumatera (Online) (http://id.shyoong.com/humanites/religion-studies/2277838-masuknya-Islam-di-Sumatera/#ixzz2J01JVC6d) diakses 30 Janiuri 2013.
Husnayya. 2010. Bab Iii Pengaruh Islam (Pengantar)
(Online), (file:///D:/setelah-mempelajari-bab-ini-kamu.html). Diakses 14
Februari 2013
http://barokahtemayang.blogspot.co.id/2013/11/makalah-sejarah-masuk-dab-berkembangnya.html
0 Comments