MAKALAH
HUBUNGAN STRUKTUR KONFLIK SOSIAL DAN
MOBILITAS
Disusun
Oleh :
NAMA SEKOLAH
Tahun
Pelajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT atas berkah rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hubungan Struktur Konflik Sosial Dan Mobilitas .”
Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak penyusun harap untuk kesempurnaan
lebih lanjutnya dari penyusunan makalah selanjutnya.
Saya berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.
November 2017
Penyusun.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian struktur sosial...................................................................... 2
2.2
Stratifikasi sosial .................................................................................. 4
2.3
Mobilitas Sosial................................................................................... 15
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan......................................................................................... 23
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................. 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam
kehidupan bermasyarakat, manusia tak lepas dari sautu kelompok sehingga dalam
proses kehidupannya pasti terjadi sebuah interaksi antar sesama, hal inilah
yang akan menjadi sebuah ikatan erat yang memperkecil lingkup perbedaan
diantara mereka. Oleh karena itu, bentuk-bentuk atau struktur sosial menjadi
fenomena dalam kehidupan manusia. Struktur sosial merupakan objek kajian yang
menarik dan esensial dalam sosiologi agar manusia mampu memahami perbedaan
tersebut sebagai suatu anugerah dari Tuhan. Perbedaan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat bukan untuk dibesar-besarkan sehingga dapat memicu terjadinya
konflik dan menghilangkan integritas masyarakat, seperti yang sering terjadi
akhir-akhir ini dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Selain
struktur sosial untuk memahami fenomena dalam kehidupan manusia, mobilitas
sosial merupakan hal yang wajib mendampinginya. Hal ini dilakukan agar dalam
kehidupan masyarakat yang serba kotak-kotak dapat berjalan selaras dengan
cita-cita bangsa untuk dapat berdampingan tanpa membedakan SARA.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud struktur sosial?
2.
Apakah
mobilitas sosial?
3.
Bagaimanakah
hubungan struktur sosial dengan mobilitas sosial?
1.3
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui agar pembaca dapat mengetahui struktur sosial
2
Untuk
mengetahui agar pembaca dapat mengetahui mobilitas sosial
3
Mengetahui
hubungan sosial dengan mobilitas social
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
struktur sosial
Struktur
sosial merupakan susunan atau konfigurasi dari unsur-unsur sosial yang pokok
dalam masyarakat, yaitu kelompok, kelas sosial, nilai dan norma
sosial, dan lembaga sosial.
Adanya
system stratifikasi sosial dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses
perkembangan masyarakat. Beberapa alasan terbentuknya stratifikasi sosial yang
terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat
keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta
dalam batas-batas tertentu. Stratifikasi sosial yang ada di suatu desa
merupakan stratifikasi sosial yang bersifat terbuka dimana masing-masing
anggota masyarkat mempunyai kesempatan untuk melakukan mobilitas sosial.
Pada
mayarakat desa seperti pada tempat tinggal saya sekarang stratifikasi sosial
yang menempati kedudukan tertinggi adalah kepala desa, ketua RW, ketua RT, dan
pemilik tanah. Kelas menengah adalah pedagang dan pegawai. Sementara yang
mempunyai kedudukan rendah adalah buruh. Pada dasarnya setiap manusia memiliki
kedudukan yang sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan kenyataan hidup
kelompok-kelompok sosial, pembedaan atas lapisan merupakan gejala yang universal
yang merupakan bagian dari system sosial setiap masyarakat.
Ukuran
atau kriteria yang biasa di pakai untuk menggolongkan anggota masyarakat
kedalam suatu lapisan adalah ukuran kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu
pengetahuan. Ukuran dalam menentukan pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat
tidak hanya terpatok pada hal diatas masih banyak ukuran-ukuran lain yang dapat
digunakan. Tetapi, ukuran-ukuran diatas sangat menentukan sebagai dasar
timbulnya system pelapisan sosial pada suatu masyarakat.
Norma
adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat yang
dipakai sebagai panduan, tatanan dan pengendali tingkah laku. Mula-mula norma
terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama kelamaan norma tersebut terbentuk
dan dibuat secara sadar. Norma yang ada di dalam masyarakat, mempunyai kekuatan
mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang kuat
daya ikatnya.
Norma-norma
yang ada di suatu masyarakat umumnya sama, mempunyai tujuan yang sama yaitu
demi kelangsungan hidup masyarakat yang aman, tentram dan damai. Norma untuk
menghargai sesama dan menghormati orang yang lebih tua telah ada sejak lama di
daerah pedesaan. Norma tersebut mengajarkan kita untuk menghormati sesama dan
terjalin hubungan yang baik antar anggota masyarakat, baik itu yang muda maupun
yang tua. Selain itu di daerah pedesaan juga mempunyai norma tentang jam
belajar masyarakat. Jadi ketika malam hari lingkungan di sekitar desa sepi
karena anak-anak belajar di rumah dan orang-orang dewasa banyak menghabiskan
waktu di rumah. Kebiasaan yang telah menjadi norma dalam masyarakat itu telah
disepakati bersama oleh masing-masing anggota masyarakat.
Norma
yang ada dalam masyarakat mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi
bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses
pelembagaan (institusionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh
suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga
kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat dikenal,
diakui, dihargai kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Lembaga
Sosial merupakan suatu system tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada
aktivitas social untuk memenuhi kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan
bermasyarakat. Lembaga kembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan
apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur perilaku manusia. Lembaga
perkawinan berperan mengatur hubungan antara pria dengan wanita. Dengan adanya
lembaga perkawinan hubungan yang terjalin antara pria dan wanita disahkan
secara agama dan Negara, mendapat pengakuan dimata masyarakat dan hukum, serta
menjamin hak-hak serta kewajiban suami istri. Selain itu ada lembaga
kekeluargaan bertujuan untuk mengatur hubungan antara anggota keluarga di dalam
suatu masyarakat.
Lembaga
pendidikan merupakan salah satu lembaga sosial yang berperan cukup penting
dalam masyarakat. Dengan adanya pendidikan, diharapkan manusia dapat meningkat
dan berkembang seluruh potensi atau bakat alamiahnya sehingga menjadi manusia
yang relative lebih baik, lebih berbudaya dan lebih manusiawi. Diharapkan
pendidikan yang didapat oleh individu memberikan pengaruh yang positif bagi
masyarakat agar masyarakat dapat berkembang dan lebih maju.
Kelompok
sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama.
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
tanpa bantuan orang lainlah yang menjadi dasar adanya kelompok sosial. Manusia
membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya untuk makan
seorang individu harus membeli bahan untuk makan dari orang lain, begitu pula
dengan hal-hal yang lain.
Suatu
kelompok sosial cenderung untuk tidak menjadi kelompok yang statis, tetapi
selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitas
maupun bentuknya. Perubahan-perubahan itu bisa dipengaruhi oleh berbagai hal
diantaranya pengaruh perubahan sosial budaya dalam masyarakat, ilmu
pengetahuan, penemuan-penemuan baru dan globalisasi. Salah satu bentuk kelompok
sosial yang ada di desa adalah trah. Trah atau paguyuban merupakan bentuk
kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang
bersifat nyata dan organis.
2.2
Stratifikasi sosial
2.2.1
Pengertian
Stratifikasi Sosial
Masyarakat
sebenarnya telah mengenal pembagian atau pelapisan sosial sejak dahulu. Pada
zaman dahulu, Aristoteles menyatakan bahwa didalam setiap negara selalu
terdapat tiga unsur, yakni orang-orang kaya sekali, orang-orang melarat dan
orang-orang kaya. Menurut Aristoteles, orang-orang kaya sekali ditempatkan
dalam lapisan atas oleh masyarakat, sedangkan orang-orang melarat ditempatkan
dalam lapisan bawah, dan orang-orang di tengah ditempatkan dalam lapisan
masyarakat menengah.
Adam
Smith membagi masyarakat ke dalam kategori sebagai berikut: orang-orang yang
hidup dari hasil penyewaan tanah, orang-orang yang hidup dari upah kerja dan
orang-orang yang hidup dari keuntungan perdagangan. Thostein Veblen membagi
masyarakat ke dalam golongan pekerja, yang berjuang untuk mempertahankan hidup,
dan golongan yang mempunyai banyak waktu luang, yang begitu kayanya sehingga
perhatian utamanya hanyalah “pola konsumi yang menyolok mata” untuk menunjukkan
betapa kayanya mereka.
Pada
tahun 1937 Franklin D. Roosevelt memberikan gambaran yang jelas tentang
kehidupan golongan rendah dalam salah satu bagian pidato pelantikannya (sebagai
Presiden Amerika Serikat): “Saya melihat sepertiga dari seluruh rakyat bangsa
ini kekurangan tempat tinggal, kekurangan sandang dan kekurangan pangan”.
Berikut
ini berapa definisi stratifikasi sosial :
1.
Pitirim
A. Sorokin
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
2.
Max
Weber
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu
sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi
kekuasaan, previllege dan prestise.
3.
cCuber
Mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari
hak-hak yang berbeda.
Stratifikasi
sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum”
(tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi,
stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat
ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
4.
Karakteristik
Stratifikasi Sosial
Ada
tiga aspek yang merupakan karakteristik stratifikasi sosial, yaitu perbedaan
kemampuan, perbedaan gaya hidup, serta perbedaan hak dan akses dalam
pemanfaatan sumber daya.
v
Perbedaan kemampuan dan kesanggupan
Anggota
masyarakat yang menduduki strata tinggi tentu memiliki kesanggupan dan
kemampuan yang lebih besar dibandingkan anggota masyarakat di bawahnya.
v
Perbedaan Gaya Hidup
Seorang
direktur perusahaan dituntut selalu berpakaian rapi. Biasanya mereka juga
melengkapi penampilan dengan aksesori-aksesori lain untuk menunjang kemantapan
penampilan seperti memakai dasi, bersepatu mahal, memakai pakaian merek
terkenal dan perlengkapan lain yang sesuai dengan statusnya.
v
Perbedaan Hak dan Akses dalam Pemanfaatan Sumber Daya
Seseorang
yang menduduki jabatan tinggi biasanya akan makin banyak hak dan fasilitas yang
diperolehnya. Sementara itu seseorang yang tidak menduduki jabatan apapun tentu
saja hak dan fasilitas yang mampu dinikmati akan makin kecil.
5.
Sebab-Sebab
Timbulnya Stratifikasi Sosial
Setiap
masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan,
kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama
manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut,
pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak
kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai,
semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya
mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai
kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang
yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati
lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai
tugas apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang
bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor,
penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang
dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan
pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
6.
Bentuk-Bentuk
Stratifikasi Sosial
Jika
dalam suatu masyarakat, faktor ekonomi merupakan salah satu hal yang dihargai
maka memungkinkan terjadinya pelapisan atau stratifikasi sosial di bidang
ekonomi. Orang-orang yang mampu memperoleh kekayaan akan menduduki lapisan
atas. Istilah kaya identik dengan orang-orang yang memiliki banyak benda-benda
bernilai ekonomi. Sebaliknya, mereka yang kurang atau tidak mampu akan
menduduki lapisan bawah.
Pelapisan
ekonomi dapat dilihat dari segi pendapatan, kekayaan dan pekerjaan. Kemampuan
ekonomi yang berbeda-beda dapat menyebabkan terjadinya stratifikasi ekonomi.
Orang-orang yang berpendapatan sangat kecil dan tidak memiliki harta benda akan
menduduki lapsian bawah. Lapisan atas, misalnya konglomerat, pengusaha besar,
pejabat dan pekerja profesional yang berpenghasilan tinggi. Lapisan bawah,
misalnya gelandangan, pemulung, buruh tani dan orang-orang miskin lainnya.
Suatu
hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa stratifikasi sosial dalam bidang
ekonomi ini bersifat terbuka, jadi perpindahan antar kelas dapat terjadi secara
bebas sesuai dengan kemampuan seseorang. Seseorang dari golongan pekerja kasar,
yang karena keuletannya berhasil mengumpulkan harta kekayaan, secara ekonomis
telah merubah statusnya menjadi kelas yang lebih tinggi. Akan tetapi dari sisi
perilaku dan kebiasaan, dia tampak tertinggal untuk mengimbangi anggota kelas
atas.
\7. Terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial terjadi melalui proses sebagai berikut:
Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
Terjadi
dengan sengaja untuk tujuan bersama Biasanya dilakukan dalam pembagian
kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti :
pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.
8.
Kriteria
untuk Menentukan Stratifikasi Sosial
Kriteria
atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat
ke dalam suatu lapisan tertentu adalah sebagai berikut :
a.
Kekayaan
Kekayaan
atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda
berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin.
b.
Kekuasaan
Kekuasaan
dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang
memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas,
sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah.
c.
Keturunan
Ukuran
keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang dimaksud
adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Kaum
bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar :
–
Andi di masyarakat Bugis,
–
Raden di masyarakat Jawa,
–
Tengku di masyarakat Aceh, dsb.
d.
Pendidikan
Pendidikan
bukan sekedar memberikan keterampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan
dalam keseluruhan cara hidup seseorang seperti perubahan mental, selera, minat,
tujuan, etika, cara berbicara dan sebagainya. De Fronzo (1973) menemukan bahwa
dalam segi sikap pribadi dan perilaku sosial para pekerja kasar sangat berbeda
dengan para karyawan kantor. Namun demikian, perbedaan itu sebagian besar tidak
tampak bilamana tingkat pendidikan mereka sebanding.
e.
Pekerjaan
Pekerjaan
merupakan salah satu penentu kelas sosial. Pada masyarakat primitif pembuat
tombak, pembuat sampan, dan dukun memiliki status sosial yang jelas berdasarkan
jenis pekerjaan mereka. Orang-orang Cina Klasik menghormati ilmuwan dan
memandang rendah serdadu; Orang Nazi Jerman bersikap sebaliknya.
Jenis
pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memberi penghasilan yang lebih
tinggi. Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada umumnya memerlukan
pendidikan tinggi. Pekerjaan merupakan aspek stratifikasi sosial yang penting,
karena begitu banyak segi kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan.
Jika kita mengetahu jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa menduga tinggi
rendahnya pendidikan, standar hidup, jam kerja dan kebiasaan sehari-hari
keluarga orang itu. Kita bahkan bisa menduga selera bacaan, selera rekreasi,
standar moral dan orientasi keagamaannya.
9.
Fungsi
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
—
Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti menentukan penghasilan,
tingkat kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan/pangkat/ kedudukan
seseorang.
—
Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang
menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yang menerima
anugerah penghargaan/gelar/kebangsawanan, dan sebagainya.
—
Penentu lambang-lambang (simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah laku,
cara berpakaian dan bentuk rumah.
—
Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
—
Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok, yang menduduki
sistem sosial yang sama dalam masyarakat.
10.
Unsur-Unsur
Stratifikasi Sosial
Unsur-unsur
di dalam stratifikasi sosial adalah kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan dan peranan merupakan unsur pokok sistem lapisan dalam suatu
masyarakat dan mempuanya arti yang sangat penting bagi masyarakat.
a.
Status
Sosial
Setiap
individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status
merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam
tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau
posisi seseorang dalam kelompok masyarakatnya.
Bagaimana
cara individu memperoleh statusnya? Cara-cara memperoleh status atau kedudukan
adalah sbb:
@
Ascribed Status adalah keuddukan yang diperoleh secara otomatis tanpa usaha.
Status ini sudah diperoleh sejak lahir.
Contoh:
Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.
@
Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan disengaja.
Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi, bersifat
terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengajar
serta mencapai tujuan tujuannya. Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui
pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.
@
Assigned Status merupakan kombinasi dari perolehan status secara otomatis dan
status melalui usaha. Status ini diperolah melalui penghargaan atau pemberian
dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk kepentingan atau kebutuhan
masyarakat.
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dan sebagainya.
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dan sebagainya.
b.
Peran
Peranan
merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya,
maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang
diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status.Antara kedudukan dan
peranan tidak dapat dipisahkan, karena saling tergantung satu sama lain.
Dalam
rumah tangga, tidak ada peranan Ayah jika seorang suami tidak mempunyai anak.
Seseorang tidak bisa memberikan surat Tilang (bukti pelanggaran) kalau dia
bukan polisi. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena
dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan
orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang
sama, seperti seorang wanita dapat mempunyai peranan sebagai isteri, ibu,
karyawan kantor sekaligus (lihat gambar berikut).
Peran
juga dapat diartikan sebagai seperangkat harapan yang dikenakan pada individu
yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan itu mempunyai dua
segi.
Role expectation. Yaitu harapan-harapan masyarakat terhadap pemegang peran. Hal
ini merupakan kewajiban.
Role performance. Yaitu harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran
terhadap masyarakatnya. Hal ini merupakan hak pemegang peran.
Sedangkan
jika ditinjau dari segi cakupannya, peranan sosial dapat mencakup tiga hal
berikut:
v
Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Contoh :Sebagai seorang pemimpin harus dapat
menjadi panutan dan suri teladan para anggotanya, karena dalam diri pemimpin
tersebut tersandang aturan/norma-norma yang sesuai dengan posisinya.
v
Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat, contoh : seorang ulama, guru dan sebagainya, harus bijaksana, baik
hati, sabar, membimbing dan menjadi panutan bagi para muridnya.
v
Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat, contoh : Suami, isteri, karyawan, pegawai negeri,
dsb, merupakan peran dalam masyarakat yang membentuk struktur/susunan
masyarakat.
Peranan
memiliki beberapa fungsi bagi individu maupun orang lain. Fungsi tersebut
antara lain:
Z
Peranan yang dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan struktur
masyarakat, seperti peran sebagai ayah atau ibu.
Z
Peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk membantu mereka
yang tidak mampu dalam masyarakat. Tindakan individu tersebut memerlukan
pengorbanan, seperti peran dokter, perawat, pekerja sosial, dsb.
Z
Peranan yang dimainkan seseorang juga merupakan sarana aktualisasi diri,
seperti seorang lelaki sebagai suami/bapak, seorang wanita sebagai isteri/ ibu,
seorang seniman dengan karyanya, dsb.
c. Akibat Perbedaan Kedudukan dan Peran
Sosial dalam Tindakan dan Interaksi Sosial
Perbedaan
pendidikan, kekayaan, pekerjaan, status atau kelas sosial tidak hanya
mengakibatkan perbedaan gaya hidup dan tindakan. Perbedaan tersebut juga
menimbulkan sejumlah perbedaan lain dalam berbagai aspek kehidupan manusia,
seperti:
d.
Menentukan
kesempatan hidup
Sejak
masa dalam kandungan hingga pada saat meninggal dunia, kesempatan dan imbalan
seseorang memang telah dipengaruhi oleh kelas sosialnya. Kurang gizi sang ibu
bisa mempengaruhi kesehatan dan kekuatan janin sebelum dilahirkan. Seorang bayi
dari kelas sosial rendah bukan hanya lebih berkemungkinan untuk meninggal dunia
sebelum dewasa, tetapi juga akan menderita penyakit lebih lama selama hidupnya.
Data sensus menyangkut “ketidakmampuan kerja” (dalam pengertian tidak bekerja
karena adanya penyakit serius yang memakan waktu relatif lama) menemukan bahwa
kasus ketidakmampuan kerja dikalangan pekerja berpenghasilan rendah lebih
tinggi daripada kalangan pekerja berpenghasilan tinggi.
e.
Kebahagiaan
dalam keluarga
Pada
tahun 1974 Cameron dan kawan-kawan meminta kepada sejumlah besar orang orang
untuk menyatakan perasaan mereka tentang kebahagiaan dan ketidakbahagiaan.
Cameron dan kawan-kawan menemukan bahwa kebahagiaan tidak dipengaruhi oleh ada
atau tidak adanya cacat tubuh. Tidak pula dipengaruhi oleh faktor usia, karena
orang tua pun sering merasa bahagia sebagaimana halnya orang muda. Dari semua
faktor yang diteliti ditemukan bahwa kelas sosial lah yang memiliki kaitan
paling erat.
f.
Membentuk
gaya hidup
Perbedaan
kelas sosial dalam banyak hal mempengaruhi perilaku dan gaya hidup yang
ditampilkan. Salah satu contohnya adalah penggunaan waktu luang berbeda-beda
pada setiap kelas sosial. Keragaman penggunaan waktu luang tersebut sebagian
disebabkan oleh faktor biaya dan selebihnya oleh faktor selera.
Disamping
itu, dalam beberapa segi gaya hidup dan perilaku sosial, kelas sosial rendah
tampak leibh konservatif daripada kelas sosial lainnya. Kelas sosial rendah
merupakan kelas sosial yang paling terlambat dalam menerapkan kecenderungan
baru, seperti misalnya, cara pengambilan keputusan dalam keluarga yang bersifat
demokratis, cara mendidik anak atau cara penggunaan alat keluarga berencana.
Orang-orang
kelas sosial rendah rampaknya ragu-ragu untuk menerima pemikiran dan cara-cara
baru. Terbatasnya pendidikan, kebiasaan membaca, dan pergaulan mengakibatkan
orang-orang kelas sosial rendah itu tidak mengetahui latar belakang pemikiran
yang mendasari perubahan tersebut. Hal tersebut, yang diperkuat oleh sikap
tidak percaya terhadap orang-orang yang berstatus sosial tinggi membuat
orang-orang kelas sosial rendah mencurigai para ahli dari kalangan kelas sosial
menengah dan atas, serta orang-orang yang menunjang perubahan.
g.
Membentuk
sikap politik
Berbagai
studi memperlihatkan bahwa kelas sosial mempengaruhi perilaku politik
seseorang. Menyangkut sikap politik, orang-orang kelas sosial rendah lebih
sering mendukung calon-calong pemimpin yang berpandangan radikal, yang
menghendaki perubahan secara drastis, terutama jika perubahan itu berkaitan
dengan bantuan pemerintah terhadap para pemilih tersebut .
Sedangkan
hasil studi yang dilakukan oleh Erbe (1964), Hansen (1975), Kim, Petrocik dan
Eneksen (1975) menyimpulkan bahwa makin tinggi kelas sosial, makin cenderung
individu memiliki ketertarikan di bidang politik. Mereka cenderung mendaftarkan
diri sebagai pemilih, memberikan suara, tertarik politik, menjadi anggota
organisasi yang mempunyai arti penting secara politis dan berusaha mempengaruhi
pandangan politik yang lain.
h.
Menyelesaikan
“pekerjaan kotor”
Pada
setiap masyarakat terdapat banyak pekerjaan yang tidak menyenangkan, sehingga
orang harus dibujuk untuk mau mengerjakannya. Namun demikian, setiap masyarakat
yang kompleks menaruh kepercayaan terutama pada sistem kelas sosial untuk
memaksa orang agar mau mengerjakan pekerjaan yang membosankan. Gabungan yang
terdiri atas latar belakang kebudayaan, pembatasan kesempatan belajar dan
disikriminasi kesempatan kerja, semua itu membuat orang kelas sosial rendah
tidak mampu bersaing untuk memperoleh jenis pekerjaan yang lebih baik. Sebagai
akibatnya hanya jenis pekerjaan buruk yang tersisa. Apakah keadaan tersebut
diciptakan secra sengaja atau tidak, sasaran akhirnya tetap sama juga, yakni
agar pekerjaan kotor itu dapat dikerjakan oleh orang-orang yang tidak bekerja
pada jenis pekerjaan yang baik
i.
Menyiapkan
anggota demi status yang lebih baik
Kelas
sosial menengah dan kelas sosial atas atas berusaha menyiapkan para anggota
kelas sosialnya untuk memerankan fungsi khusus dalam masyarakat. Para orang tua
kelas sosial menengah berupaya untuk mendorong anak-anak mereka dengan
memberikan harapan-harapan keberhasilan dan bayangan-bayangan yang menakutkan
jika mereka jatuh ke dalam status kelas sosial yang lebih rendah. Jadi,
diantara kelas sosial, kelas sosial menengahlah yang paling giat upayanya untuk
“memperoleh kemajuan”.
Orang-orang
kelas sosial atas tidak perlu “bekerja untuk hidup” atau berjuang untuk
memperoleh status. Walaupun demikian, mereka mungkin merasa didesak untuk
mempertegas status dan pendapatan mereka dengan cara mengabdikan diri pada
salah satu bentuk pengabidan masyarakat. Contohnya keluarga Roosevelt, keluarga
Rockfeller, keluarga Kennedy dan banyak eluarga lainnya. Keluarga berstatus
tinggi semacam itu acapkali mengambangkan kebijakan-kebijakan sosial yang
menguntungkan kelas sosial rendah. Keberhasilan politik mereka membuktikan
bahwa massa bisa menerima pemimpin dari golongan elit, jika pemimpin tersebut
ternyata peka terhadap kebutuhan kelas sosial rendah.
Kelas
sosial atas pada kebanyakan negara mencakup pula golongan “the Jetset”,
orang-orang kaya yang senang bermalas-malasan dan hidup dalam pemborosan yang
tidak bermanfaat. Mungkin jumlah orang semacam itu tidak banyak, namun mereka
tampak sangat menyolok dalam zaman komunikasi seperti saat ini, sehingga
kecemburuan serta kebencian yang diakibatkannya menimbulkan keraguan orang
terhadap legitimasi kelas sosial atas.
2.3 Mobilitas Sosial
Pengertian
Mobilitas Sosial
Istilah
mobilitas (Ing: mobility) berasal darai kata mobilis (Latin) yang
artinya bergerak atau berpindah. Meskipun demikian mobilitas sosial tidak sama
dengan gerakan sosial.
Yang
dimaksud gerakan sosial (social movement) suatu kegiatan yang dilakukan
oleh suatu kelas atau golongan sosial untuk memperoleh tujuan-tujuan yang
diinginkan.
Mobilitas
sosial merupakan perubahan posisi atau kedudukan orang atau kelompok orang
dalam struktur sosial, misalnya dari satu lapisan ke lapisan lain yang lebih
atas ataupun lebih bawah, atau dari satu kelompok/golongan ke kelompok/golongan
lain.
Dalam
ruang imaginer ”struktur sosial”, setiap orang punya tempat tinggal, dan sama
dengan di ruang geografi, tempat tinggal itu dapat berubah-ubah. Orang
dan sekelompok orang dapat bermigrasi dalam ruang geografi, dari Jawa ke
Sumatra, atau sebaliknya. Maka, dalam ruang sosial, orang atau sekelompok orang
dapat mengalami ”mobilitas sosial”, dari orang kaya menjadi orang miskin, atau
sebaliknya, dari orang miskin menjadi orang kaya. Dari pemimpin menjadi orang
biasa. Dari orang baik menjadi orang jahat, atau sebaliknya dari orang jahat
menjadi orang baik.
1. Macam-macam Mobilitas sosial
Di
samping manusia hidup dan bergerak dalam sebuah ruang geografik, manusia juga
hidup dalam sebuah ruang yang unik, yaitu struktur sosial yang di dalamnya
terdapat pemilahan-pemilahan vertikal maupun horizontal. Sehingga, di samping
manusia dapat berpindah dari satu ruang geografik (wilayah) ke ruang geografik
yang lain, dalam sebuah ruang sosial yang unik tadi, manusia juga dapat
berpindah dari satu strata atau kelas sosial ke strata atau kelas sosial yang
lain, ataupun dari satu golongan ke golongan yang lain.
Mobilitas
dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni:
2.
Mobilitas geografik, yakni
perpindahan orang dari satu tempat/daerah ke tempat/daerah yang lain
- Mobilitas sosial, yakni perpindahan posisi dari suatu kelas sosial atau kelompok sosial ke kelas sosial atau kelompok sosial yang lain.
- Berdasarkan arah perpindahan, mobilitas sosial dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
- Mobilitas sosial horizontal, yakni perpindahan posisi individu atau kelompok individu dari satu kelompok atau golongan sosial ke kelompok atau golongan sosial lain yang sederajat
- Mobilitas sosial vertikal, yaitu perpindahan posisi atau kedudukan individu atau kelompok individu dari satu strata sosial ke strata sosial lain, baik yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah.
- Mobilitas sosial vertikal dapat dibedakan menjadi:
a. Mobilitas sosial vertikal naik (social
climbing), dapat berupa:
a. masuknya individu dari kedudukan
rendah ke kedudukan tinggi
b. pembentukan kelompok baru yang
derajatnya lebih tinggi
c. Mobilitas sosial vertikal turun (social
sinking), dapat berupa:
d. turunnya individu dari kedudukan
yang lebih tinggi ke kedudukan yang lebih rendah
e. turunnya derajat sekelompok individu
karena disintegrasi kelompok (sering disebut sebagai dislokasi sosial)
1.
Mobilitas sosial antar-generasi, yang dimaksud adalah mobilitas yang
terjadi pada generasi yang berbeda, misalnya:
·
orang
tua berkedudukan sebagai petani atau buruh, anak-anaknya menjadi pengajar di
perguruan tinggi atau majikan. Contoh mobilitas dalam bentuknya yang demikian
banyak terjadi di daerah-daerah yang mengalami industrialisasi. Banyak orang
yang akhirnya meninggalkan pekerjaan sebagai petani atau pekerjaan agraris yang
lain sebagaimana yang ditekuni oleh para orangtua mereka karena tertarik untuk
bekerja di pabrik-pabrik/industri.
·
Atau
sebaliknya, orang tuanya sebagai majikan atau pejabat negara, sedangkan
anak-anaknya menjadi buruh atau pegawai biasa di instansi pemerintah.
Di
samping dua macam mobilitas di atas, sering pula dijumpai istilah mobilitas
mental, yang artinya perubahan sikap dan perilaku individu atau sekelompok
individu karena didorong oleh rasa ingin tahu, tuntutan penyesuaian diri,
hasrat meraih prestasi, dan sebagainya. Sedangkan faktor penghambatnya dapat
berupa sikap malas dan kepasrahan terhadap nasib maupun isolasi sosial.
3. Faktor-faktor yang mendorong dan menghambat
mobilitas social
Menurut
berbagai pengamatan terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya
mobilitas sosial, antara lain:
—
Status sosial
Ketidakpuasan
seseorang atas status yang diwariskan oleh orangtuanya, karena orang pada
dasarnya tidak dapat memilih oleh siapa ia dilahirkan, dapat menjadi dorongan
untuk berupaya keras memperoleh status atau kedudukan yang lebih baik dari
status atau kedudukan orangtuanya.
—
Keadaan ekonomi
Keadaan
ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya yang dialami oleh masyarakat di
daerah minus, mendorong mereka untuk berurbanisasi ke kota-kota besar dengan
harapan memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih baik.
—
Situasi politik
Situasi
politik yang tidak menentu, biasanya juga berakibat pada jaminan keamanan yang
juga tidak menentu, dapat mendorong orang untuk meninggalkan tempat itu menuju
ke tempat lain.
—
Motif-motif keagamaan
Mobilitas
sosial yang didorong oleh motif keagamaan tampak pada peristiwa orang berhaji.
Orang yang melakukan ibadah haji lazim disebut naik haji. Istilah “naik” jelas
menunjuk adanya peristiwa mobilitas sosial, bahwa status orang tersebut akan
menjadi berbeda antara sebelum dan sesudah menjalankan ibadah haji. Demikian
juga fenomena-fenomena dalam kehidupan agama yang lain, misalnya yang dilakukan
oleh kaum misionaris atau zending.
—
Faktor kependudukan/demografi
Bertambahnya
jumlah dan kepadatan penduduk yang berimplikasi pada sempitnya permukiman,
kualitas lingkungan yang buruk, kesempatan kerja yang menyempit,
kemiskinan, dan sebagainya, dapat mendorong orang untuk melakukan migrasi ke
tempat lain.
—
Keinginan melihat daerah lain
Hal
ini tampak pada fenomena tourisme, orang mengunjungi daerah atau tempat
tertentu dengan tujuan sekedar melihat sehingga menambah pengalaman atau
bersifat rekreasional.
Di
samping faktor-faktor yang mendorong ada pula faktor-faktor yang menghambat
mobilitas sosial, misalnya:
1. Perangkap kemiskinan
2. Diskriminasi gender, ras, agama,
kelas sosial
3. Subkultur kelas sosial, misalnya apa
yang oleh Oscar Lewis disebut sebagai the culture of poverty, ataupun
rendahnya hasrat meraih prestasi, yang oleh David McClelland disebut sebagai need
for achievement (n-Ach).
4. Prinsip-prinsip Mobilitas Sosial
1.
Hampir
tidak terdapat masyarakat yang sistem pelapisan sosialnya secara mutlak
tertutup, sehingga mobilitas sosial – meskipun terbatas – tetap akan dijumpai pada
setiap masyarakat
2.
Sekalipun
suatu masyarakat menganut sistem pelapisan sosial yang terbuka, namun mobilitas
sosial tidak dapat dilakukan sebebas-bebasnya
3.
Tidak
ada mobilitas sosial yang umum berlaku bagi semua masyarakat; artinya setiap
masyarakat memiliki karakteristiknya sendiri dalam hubungannya dengan mobilitas
sosial
4.
Laju
mobilitas sosial yang disebabkan faktor-faktor ekonomi, politik maupun
pekerjaan tidaklah sama
5.
Tidak
ada kecenderungan yang kontinyu mengenai bertambah atau berkurangnya laju mobilitas
sosial
1. Saluran-saluran Mobilitas Sosial
Pitirim A.
Sorokin menyatakan
bahwa mobilitas sosial vertikal mempunyai saluran-saluran yang disebut social
circulation sebagai berikut:
2. Angkatan bersenjata (tentara); terutama dalam masyarakat yang
dikuasai oleh sebuah rezim militer atau dalam keadaan perang
3. Lembaga keagamaan. Contohnya tokoh organisasi massa
keagamaan yang karena reputasinya kemudian menjadi tokoh atau pemimpin di
tingkat nasional
4. Lembaga pendidikan; sekolah sering merupakan saluran
yang paling konkrit untuk mobilitas sosial, sehingga disebut sosial elevator
yang utama. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang berhasil diraih
seseorang semakin terbuka peluangnya untuk menempati posisi atau kedudukan
tinggi dalam struktur sosial masyarakatnya.
5. Organisasi politik, ekonomi dan
keahlian (profesi);
seorang tokoh organisasi politik yang pandai beragitasi, berorganisasi,
memiliki kepribadian yang menarik, penyalur aspirasi yang baik, akan lebih
terbuka peluangnya memperoleh posisi yang tinggi dalam masyarakat.
6. Perkawinan; melalui perkawinan seorang rakyat
jelata dapat masuk menjadi anggota kelas bangsawan. Status sosial seseorang
yang bersuami/beristerikan orang ternama atau menempati posisi tinggi dalam
struktur sosial ikut pula memperoleh penghargaan-penghargaan yang tinggi dari
masyarakat.
7. Konsekuensi Mobilitas Sosial
Terjadinya
mobilitas sosial di dalam masyarakat menimbulkan berbagai konsekuensi, baik
positif maupun negatif. Apakah konsekuensi tersebut positif atau negatif
ditentukan oleh kemampuan individu atau kelompok individu menyesuaikan dirinya
terhadap “situasi” baru: kelompok baru, orang baru, cara hidup baru.
Apabila
individu atau kelompok individu yang mengalami mobilitas sosial mampu
menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan memperoleh hal-hsl
posiitif sebagai konsekuensi mobilitas sosial, antara lain:
o mengalami kepuasan, kebahagiaan dan
kebanggaan.
o Peluang mobilitas sosial juga
berarti kesempatan bagi individu atau kelompok individu untuk lebih maju.
o Kesempatan mobilitas sosial yang
luas akan mendorong orang-orang untuk mau bekerja keras, mengejar prestasi dan
kemajuan sehingga dapat meraih kedudukan yang dicita-citakan.
Apabila
individu atau kelompok individu tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi
baru, maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut:
o Konflik antar-kelas
Konflik
ini terjadi karena benturan kepentingan antar-kelas sosial. Misalnya konflik
antara majikan dengan buruh yang menghendaki kenaikan upah.
o Konflik antar-kelompok
Konflik
antar-kelompok (konflik horizontal) bisa melibatkan ras, etnisitas, agama atau
aliran/golongan. Konflik jenis ini dapat terjadi karena perebutan peluang
mobiitas sosial, misalnya kesempatan memperoleh sumber-sumber ekonomi,
rekrutmen anggota, peluang memperoleh kekuasasan politik atau pengakuan
masyarakat.
o Konflik antar-individu
Konflik
antar-individu dapat terjadi misalnya karena masuknya individu ke dalam
kelompok tidak diterima oleh anggota kelompok yang lain. Misalnya lingkungan
organisasi atau seseorang tidak dapat menerima kehadiran seseorang yang
dipromosikan menduduki suatu jabatan tertentu.
o Konflik antar-generasi
Konflik
ini terjadi dalam hubungannya mobilitas antar-generasi. Fenomena yang sering
terjadi adalah ketika anak-anak berhasil meraih posisi yang tinggi, jauh
lebih tinggi dari posisi sosial orang tuanya, timbul ethnosentrisme generasi.
Masing-masing generasi –orang tua maupun anak— saling menilai berdasarkan
ukuran-ukuran yang berkembang dalam generasinya sendiri. Generasi anak
memandang orang tuanya sebagai generasi yang tertinggal, kolot, kuno, lambat
mengikuti perubahan, dan sebagainya. Sementara itu generasi tua mengganggap
bahwa cara berfikir, berperasaan dan bertindak generasinya lebih baik dan lebih
mulia dari pada yang tumbuh dan berkembang pada generasi anak-anaknya.
o Konflik status dan konflik peran
Seseorang
yang mengalami mobilitas sosial, naik ke kedudukan yang lebih tinggi, atau
turun ke kedudukan yang lebih rendah, dituntut untuk mampu menyesuaikan dirinya
dengan kedudukannya yang baru.
Kesulitan
menyesuaikan diri dengan statusnya yang baru akan menimbulkan konflik status
dan konflik peran.
Konflik
status adalah pertentangan antar-status yang disandang oleh seseorang karena
kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan banyaknya status
yang disandang oleh seseorang.
Konflik
peran merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat melaksanakan peran sesuai
dengan tuntutan status yang disandangnya. Hal ini dapat terjadi karena
statusnya yang baru tidak disukai atau tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Post
Power Syndrome merupakan bentuk konflik peran yang dialami oleh orang-orang
yang harus turun dari kedudukannya yang tinggi.
Hubungan
struktur sosial dengan mobilitas sosial
Struktur
sosial merupakan fakta sosial, yaitu cara bertindak, berfikir, dan berperasaan
yang berada diluar individu tetapi mengikat. Sehingga, kelas sosial tertentu
identik dengan cara hidup tertentu. Kelas sosial bukanlah sekedar kumpulan dari
orang-orang yang pendidikan atau penghasilannya relative sama, tetapi lebih
merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki cara atau gaya hidup yang relative
sama.
Struktur
sosial berkaitan dengan posisi-posisi individu atau kelompok dalam masyarakat.
Posisi seseorang dalam masyarakat sering disebut dengan status atau kedudukan
sosial. Kedudukan seseorang dalam masyarakat atau kelompok sosial ditentukan
berdasarkan kepemilikan harta, pendidikan (ilmu pengetahuan), kekuasaan dan
wewenang, serta keturunan.
Dalam
struktur sosial kedudukan seseorang dalam kelompok sosial di masyarakat terbagi
dalam stratifikasi sosial. Startifikasi sosial merupakan pelapisan sosial dalam
masyarakat secara vertikal. Seseorang yang memiliki kedudukan sosial tinggi
atau berada pada lapisan atas dalam masyarakat akan lebih disegani oleh
masyarakat. Kedudukan masyarakat ditunjukkan dengan “kekuasaan” dan identitas
sosialnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Istilah
struktur berasal dari kata structum (bahasa Latin) yang berarti
menyusun. Dengan demikian, struktur sosial memiliki arti susunan masyarakat.
Adapun penggunaan konsep struktur sosial tampaknya beragam. Secara harfiah,
struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam
bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu
sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk
kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau
horizontal.
Struktur
sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran.
Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka
berada dalam suatu sebuah kelompok atau masyarakat. Kelompok masyarakat lama
kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur
sosialnya sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang
beraneka ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh
dan berkembang di Indonesia.
Seiring
berjalannya struktur sosial yang megakibatkan berbagai macam ragam budaya di
Indonesia selain karena struktur sosial juga tidak lepas dari mobilitas sosial
yang selalu menggerakkan seseorang untuk berubah dan terus bergerak dari suatu
tempat kedudukan di masyarakat menjadi lebih baik.
Di
samping manusia hidup dan bergerak dalam sebuah ruang geografik, manusia juga hidup
dalam sebuah ruang yang unik, yaitu struktur sosial yang di dalamnya terdapat
pemilahan-pemilahan vertikal maupun horizontal. Sehingga, di samping manusia
dapat berpindah dari satu ruang geografik (wilayah) ke ruang geografik yang
lain, dalam sebuah ruang sosial yang unik tadi, manusia juga dapat berpindah
dari satu strata atau kelas sosial ke strata atau kelas sosial yang lain,
ataupun dari satu golongan ke golongan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Waluyo,
Bagja, 2009. Sosiologi menyelami fenomena sosial di masyarakat. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
0 Comments