Bunga-Bunga Rindu
Bahkan sampai detik ini pun masih kukunci rapat hatiku.
Hey kau yang disana.
Paham ngga sih aku rindu?
Aku hampa.
Kenapa kau selalu marah tiap aku bertanya?
Kenapa jawaban yang kau beri hanya
membuatku luka?
Apa aku benar-benar sudah mati dihatimu?
Terus bagaimana dengan aku yang masih
menyimpanmu di memori terdalam hatiku.
Aku tak mengerti semua ini.
Kenapa terus dan terus saja aku
menunggumu.
Padahal sudah sangat jelas aku tak kau
ingini.
Tapi, hatiku selalu
tabah atas perlakuanmu.
Sore
itu aku dan teman-temanku sedang asyik menikmati indahnya pemandangan di bawah
rumpun bambu. Haris tiba-tiba menyatakan isi hatinya padaku.
“Mbak, apakah mbak mau jadi pacarku?”
“Ya” sambil malu-malu.
Hari-hariku
sangat indah bersamanya, hari pertama, kedua, bahkan sampai hari ketujuh telah
kulalui.
Keeseokan
harinya aku dijemput oleh Adhi untuk ke rumahnya yang sedang ada acara. Tapi,
karena kebodohanku yang dekat lagi dengan Adhi, Haris marah, ia tak mau bicara
kepadaku. Sudah berbagai cara untuk aku meminta maaf padanya. Namun yang ada
dia hanya diam.
Berhari-hari
ia tak ada kabar. SMS, telepon juga tak ada. Aku menangis bercerita dengan
sahabat-sahabatku.
“Bagaimana
hubunganku ini.”
“Kenapa?”
“Haris
marah padaku karena aku dekat dengan Adhi.”
“Kamu
harusnya mengerti perasaannya.”
Berhari-hari
berlalu, bahkan dua bulan sudah kujalani berhubungan dengannya. Tapi, aku tak
kuat menahan keegoisan dan kekanak-kanakan dia. Aku bicara padanya bahwa “aku
ingin putus.” Dengan kata-kata yang mudah ia menjawab, “Iya.” Itu sangat
menyakitkan.
Dua
bulan, tiga bulan, empat bulan, lima bulan, enam bulan, aku menyadari bahwa aku
benar-benar menyayangi. Semua berlalu seperti biasa saja. Tapi, tak pernah
terpikir olehku bahwa kita akan seperti ini. Aku pikir selamanya akan berada
disini, disisiku. Selamanya aku bisa menatapmu. Apakah kamu tahu rasanya ketika
seseorang yang sangat berarti tiba-tiba pergi dari hidupmu? Sedih, kecewa itu
yang kudapat. Sudah pasti. Namun rasa sayangku masih lebih kuat untuknya.
Terlalu
lama aku mengekang semua emosi ini. Terlalu lama aku berselimut semua kenangan
itu. Terlalu cepat kau meninggalkanku.
Aku
memberhentikan langkahku. Pikiranku seketika melayang, saat kau menyatakan itu
dulu. “Mbak aku sayang banget sama kamu.” Memang apa yang kita harapkan tidak
sesuai dengan kenyataan.
Lalu,
aku mengetahui bahwa kau tak akan pernah kembali. Mungkin aku terlalu egois
karena tidak bisa melihat kenyataan ini karena selama ini yang aku tahu
kebahagiaan itu adalah kamu.
Aku
sayang kamu dek. Aku mencoba dek, mencoba melepaskan semua ini. Tapi, tentu
saja tidak mungkin melupakannya. Jadi biarlah seperti ini saja, kenanganmu,
kenangan kita, tetap tinggal di satu sisi hati kecilku.
Terkadang
aku merasakan sesuatu dek, kerinduan. Rindu kamu, tapi, cerotanya sudah
berakhir, aku ingin membuat cerita yang baru dengan tokoh yang berbeda, iya aku
dan kamu yang lain.
Cerpen
karangan : Dewi Margiati
0 Comments