Pembaharuan
pendidikan adalah suatu perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda dari hal
(yang ada sebelumnya) serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan
guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Dari uraian di atas dapat
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pembaharuan di bidang pendidikan adalah
usaha mengadakan perubahan dengan tujuan untuk memperoleh hal yang lebih baik.
Secara luas tujuan pembaharuan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Lebih meratanya pelayanan pendidikan;
- Lebih serasinya kegiatan belajar dengan tujuan;
- Lebih efisiensi dan ekonomisnya pendidikan;
- Lebih efektif dan efisiennya system penyajian;
- Lebih lancer dan sempurnanya system informasi kebijakan;
- Lebih dihargainya unsur kebudayaan nasional;
- Lebih kokohnya kesadaran, identitas, dan kesadaran nasional;
- Tumbuhnya masyarakat gemar belajar;
- Tersebarnya paket pendidikan yang memikat, mudah dicerna, dan mudah diperoleh; dan
- Meluasnya kesempatan kerja.
Pendidikan
kita dewasa ini menghadapi berbagai tantangan dan persoalan, karena:
- bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat dan sekaligus bertambahnya keinginan masyarakat untuk mendapat pendidikan, yang secara kumulatif menuntut tersedianya sarana pendidikan yang memadai.
- berkembangnya ilmu pengetahuan yang modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan terus-menerus, dan dengan demikian menuntut pendidikan yang lebih lama sesuai dengan konsep pendidikan seumur hidup (life long education).
- Berkembangnya teknologi yang mempermudah manusia dalam menguasai dan memanfatkan alam dan lingkungannya, tetapi yang sering kali ditangani sebagai suatu ancaman terhadap kelestarian peranan manusiawi.
Tantangan-tantangan
di atas lebih berat lagi dirasakan karena berbagai persoalan datang, baik dari
luar maupun dari dalam system pendidikan itu sendiri, yaitu di antaranya:
- Sumber-sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber yang
ada secara efektif dan efisien.
- Sistem pendidikan yang masih lemah dengan tujuan yang masih kabur, kurikulumnya belum serasi, relevan, suasana belum menarik, dan sebagainya.
- Pengelolaan pendidikan yang belum mekar dan mantap dan belum peka terhadap perubahan dan tuntutan keadaan, baik masa kini maupun masa yang akan dating.
- Masih kabur dan belum mantapnya konsepsi tentang pendidikan dan interpretasinya dalam praktek.
Keseluruhan
tantangan dan persoalan tersebut memerlukan pemikiran kembali yang mendalam dan
pendekatan baru yang progresif. Pendekatan ini harus selalu didahului dengan
penjelajahan yang melalui percobaan, dan tidak boleh semata-mata atas dasar
coba-coba. Gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali harus mampu memecahkan
persoalan yang tidak terpecahkan dengan cara yang tradisional atau komersial.
Gagasan dan pendekatan baru yang memenuhi ketentuan inilah yang dinamakan
pembaharuan pendidikan. Dengan kata lain, timbulnya pembaharuan disebabkan oleh
adanya persoalan dan tantangan seperti tersebut di atas.
Kemajuan
teknologi yang kita kenal atau kita pakai hingga sekarang ini merupakan hasil
suatu proses pembaharuan. Pembaharuan dalam hal ini menunjukkan suatu proses
yang membuat suatu objek, ide, atau praktek baru muncul untuk diserap oleh
seseorang, kelompok, atau organisasi. Proses ini mempunyai beberapa tahapan
antara lain :
1.
Invention (Penemuan)
Invention
meliputi penemuan-penemuan/penciptaan tentang suatu hal yang baru. Sperti kata
pepetah “tak ada yang baru di muka bumi ini”, invention biasanya merupakan
adaptasi dari apa yang telah ada. Akan tetapi, pembaharuan yang terjadi dalam
pendidikan kadang-kadang menggambarkan suatu hasil yang sangat berbeda dengan
yang terjadi sebelumnya. Contohnya ialah abjad pelajaran yang pertama, yang
ditemukan oleh seorang inventor James Pitman.
Tempat
terjadinya invention bias saja di dalam maupun di luar sekolah. Kebanyakan
pembaharuan dari tipe hardware berasal dari luar sekolah. Sebaliknya, banyak
invention terjadi di dalam sekolah ketika para guru berupaya untuk mengubah
situasi atau menciptakan cara-cara baru untuk memecahkan cara-cara lama.
Pembaharuan pada tingkat ruang kelas semacam ini biasanya berskala kecil dan
tidak tinggi atau, dengan kata lain, sangat sederhana, namun pada waktunya ia
akan disistemasasikan dan dibuat sesuai dengan kebutuhan. Pembaharuan yang merupakan
bahan pelajaran akan dipraktekkan, dan yang merupakan bahan pelajaran akan
dipraktekkan, dan yang merupakan prinsip pengajaran akan disismatisasikan. Hal
ini dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berbeda seperti penerbit, biro
pengembang kurikulum, atau in-service training.
2.
Development (Pengembangan)
Pembaharuan
biasanya harus mengalami suatu pengembangan sebelum ia masuk ke dalam dimensi
skala besar. Development sering sekali bergandengan dengan riset sehingga
prosedur “research dan development” (R dan D) adalah yang biasanya
digunakan dalam pendidikan Research dan Development meliputi
berbagai aktivitas, antara lain riset dasar, seperti pencarian dan pengujian
teori-teori belajar.
3. Diffusion (Penyebaran)
Konsep
diffusion sering kali digunakan secara sinonim dengan konsep dissemination,
tetapi di sini diberikan konotasi yang berbeda. Definisi diffusion menurut
Reger (1962) adalah “persebaran suatu ide baru dari sumber inventation-nya
kepada pemakai atau penyerap yang terakhir”. Kalau istilah diffusion adalah
netral dan betul-betul memaksudkan persebaran suatu pembaharuan, dissemination
digunakan di sini untuk menunjukkan suatu pola difusi yang terencana, yang di
dalamnya beberapa biro (agency) mengambil langkah-langkah khusus untuk
menjamin agar suatu pembaharuan akan mencapai jumlah pengadopsi (penyerap
pembaharuan) paling banyak.
1.
Konsep Pembaharuan dan Faktor-faktor Wajib serta Domain pada Pembaharuan Pendidikan
Dimensi pembaharuan pendidikan merupakan gambaran
kejadian yang sering timbul dalam masyarakat kita. Pergeseran nilai pembaharuan
mulai timbul di masyarakat seiring dengan tumbuh kembangnya masyarakat itu
sendiri. Berbagai macam pandangan dalam dunia pendidikan juga mengalami
perubahan yang cukup besar dan berpengaruh terhadap proses pendidikan, termasuk
dalam pendidikan dasar, menengah, kejuruan dan pendidikan tinggi.
Perubahan dalam pendidikan di Indonesia, dapat dilihat
dari berbagai indikator yang timbul baik dalam penyelenggaraaan maupun dalam
proses dan produknya. Dalam sistem dan penyelenggaraan pendidikan sebaiknya
tidak menerapkan prinsip ekonomi secara utuh. Perubahan global yang terjadi
sekarang cenderung dalam setiap kegiatan pendidikan selalu menggunakan prinsip
ekonomi yang tidak tepat. Tujuan dimensi pembaharuan mengandung makna bahwa
harus ada nilai dan prinsip ekonomi didalamnya tanpa mengabaikan konsep dan
prinsip pendidikan.
Pengaruh aspek ekonomi dalam pengembangan dan
penyelenggaraan pendidikan disimpulkan terdapat paling sedikit enam (6) aspek
ekonomi. Keenam aspek tersebut saling ketergantungan dan saling berpengaruh
satu sama lain, dan dapat dikatakan terintegrasi. Keenam aspek tersebut, yaitu
:
a. Kemampuan Technical Knowledge,
yaitu pada proses pendidikan luar sekolah peserta didik harus dibekali dengan
kemampuan teknik, yang di dalamnya termasuk kemampuan marketable,
memahami pelanggan dan memahami lingkungan.
b. Kemampuan untuk belajar dan tumbuh (ability
to learn and growth), yaitu proses pendidikan hendaknya mendorong peserta
didik untuk mempunyai ide/gagasan atau kreativitas bukan hanya sekedar sebagai
instrumen.
c. Kemampuan untuk membuat keputusan, yaitu
mampu membuat keputusan dalam berbagai situasi tertentu.
d. Mempunyai motivasi, yaitu mempunyai
motivasi atau daya juang yang tinggi.
e. Mempunyai komitmen, yaitu komitmen
terhadap apa yang dilakukan.
f. Team work atau kerja tim,
yaitu mampu bekerja dalam satu tim atau bekerjasama.
perubahan dibandingkan dengan lembaga pendidikan. Kondisi
tersebut telah dibuktikan dengan semakin sedikit masyarakat yang tidak
memikirkan kualitas pendidikan, terutama yang tidak berorientasi pada dunia
kerja. Untuk itu, lembaga pendidikan harus bergerak lebih cepat untuk mencari
dan mengembangkan pendidikannya berdasarkan pada pekerjaan yang mempunyai rate
of return yang tinggi.
Setiap insan manusia sangat sulit
menerima kenyataan. Padahal hakekat dari sebuah kenyataaan sudah diilhami oleh
salah satu cabang ilmu filsafat yang dikenal dengan ”metafisika” berhubungan
dengan alam semesta (kosmologi). Berhubungan dengan manusia (antropologi) dan
berhubungan dengan ke Tuhanan (teologi). Untuk bisa menerima kenyataan tentunya
harus ditunjang dengan hakekat sebuah pengetahuan yang dikenal dengan istilah
epistimologi dalam sebuah struktur, cabang ilmu, metode dengan batasan dari
sebuah sumber yang terpercaya baik ”rowi, matan maupun sanadnya”. Agar
mempunyai value added sebagai sistem nilai (aksiologi) dalam sebuah
hakekat kebaikan (etika). Ada sebuah keindah dalam estetika yang logis pada
kehidupan bersama.
Paham idealisme menyatakan bahwa manusia hanya bisa menghasilkan sesuatu tidak
sempurna. Sedangkan yang ideal hanya ciptaan Allah SWT. Mengacu pada pemikiran
besar yang rasional masa lalu. Dengan prinsip standar perilaku yang telah
pasti. Tuntutan moral dibuktikan masa lalu. Serta keindahan abadi pada standar
masa lalu. Lain halnya dengan paham realisme bahwa manusi terbatas hanya
kekurangan menemukan hukum universal. Dari fakta, data referensi ilmiah
yang dibuktikan hukum alam. Untuk mencari kemajuan iptek baru melalui inkuiri
ilmiah. Di definisikan secara tetap walaupun bervariasi sesuai kemajuan iptek.
Atas tuntutan moral didasarkan tuntutan ilmiah. Dengan keindahan hubungan
antara alam dan ilmiah. Melalu penelitian ilmiah.
Manusia hidup dalam hubungan dengan lingkungan memunculkan kebutuhan
sosial. Dengan kerjasama memperbaiki kualitas hidup didasarkan kehidupan
sosial. Mencari kemaslahatan kedupan melalui proses analitik dan pemikiran
empatetik – afektif sesuai kebutuhan hidup. Dan tuntutan moral pada kemanfaatan
sosial. Bahkan keindahan disesuaikan dengan tuntutan kondisi tekanan sosial.
Dengan menerapkan prinsip coba-coba dari konsep humanistik.
Namun kalau eksistensialisme berpandangan pribadi manusia tak sempurna. Dapat
diperbaiki melalui penyadaran diri. Menerapkan prinsip standar pengembangan
kepribadian. Individu mempunyai kebebasan memilih. Mencari pemahaman internal
melalui analisis introspeksi diri. Bebas memilih dan dipilih tanpa menyakiti
orang lain. Keindahan ditentukan secara individual. Mencari kesempurnaan diri
melalui pemilihan standar bebas oleh setiap individu. Untuk itu supaya mampu
menerima kenyataan diperlukan pemahaman tentang teori pendidikan yang
berkembang sesuai dengan zamannya.
Dalam teori pendidikan klasik dikenal dua pemahaman antara perenialisme yang
berorientasi pada manusia dan esensialisme yang berorientiasi pada sain.
Sedangkan teori pendidikan pribadi mengenal pendidikan progresif dan pendidikan
romantik. Sedangkan dalam teknologi pendidikan dikenal sistem instruksional.
Yang kini sedang dikembangkan adalah pendidikan interaksional. Untuk itu para
pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan diharapkan memahami ragam model
kurikulum. Seperti halnya dalam menerapkan teori pendidikan klasik dikenal
model kurikulum subyek akademik. Dalam menerapkan teori pendidikan pribadi
dikenal model kurikulum humanistik. Dalam menerpakan teori tekonologi pendidikan
dikenal model kurikulum kompetensi. Sedangkan dalam menerapkan teori pendidikan
interaksional dikenal model kurikulum rekonstruksi sosial.
Bila dicermati secara mendalam bahwa di Indonesia sering mengenal teori campur
sari yang tidak siap dengan konsekwensi dari sebuah penerapan teori. Sehingga
terjadi ambivalen dan ambigu pada kompetensi lulusan. Bahkan sering terjadi
loncat pagar. Dalam artian tidak linier ketika berhadapan dengan kompetensi
dasar yang mesti dicapai. Sehingga banyak tahu tapi sedikit daripada tahu
sedikit yang mendalam. Akhirnya disaat berkarir lebih banyak mengejar jabatan
struktural dibandingkan dengan menikmati jabatan fungsional. Makanya sulit
menemukan orang yang akhli. Bahkan banyak diketemukan orang ”pinter kabalinger”
mempertontonkan diskusi ketimbang menyuguhkan keakhlian yang dimilikinya.
Apabila dilihat dari tujuan demokratisasi cukup berhasil Namun dari penggarapan
program kucar kacir. Karena dibatasi oleh kurun waktu kekuasaan yang
diembannya.
2.
Analisis Tujuan Dinamika Hidup dan Beberapa Pembaharuan Pendidikan Indonesia
A. Pengertian Interaksi Sosial dan Dinamika Sosial
1. Interaksi Sosial
Interaksi sosial yaitu hubungan-hubungan yang dinamis
yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok baik dalam bentuk kerjasama, pertikaian
maupun persaingan.
a.
Maryati dan Suryawati (2003)
Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik
atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar
individu dan kelompok.
b. Murdiyatmoko dan Handayani (2004)
Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang
menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan
tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.
c. Young dan Raymond W. Mack
Interaksi Sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang
dinamis dan menyangkut hubungan-hubungan antar individu, baik antara individu
dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok.
Melalui interaksi akan terjadi perubahan-perubahan yang
memungkinkan terbentuknya hal-hal baru sehingga dinamika masyarakat menjadi
hidup dan dinamis. Oleh karena itu, interaksi sosial merupakan dasar
terbentuknya dinamika sosial yang ada di masyarakat.
2. Dinamika Sosial
Dalam
sosiologi, dinamika sosial diartikan sebagai keseluruhan perubahan dari seluruh
komponen masyarakat dari waktu ke waktu. Keterkaitan antara dinamika sosial
dengan interaksi sosial adalah interaksi mendorong terbentuknya suatu gerak
keseluruhan antara komponen masyarakat yang akhirnya menimbulkan
perubahan-perubahan dalam masyarakat baik secara progresif ataupun retrogresif.
B. Faktor Pendorong Interaksi Sosial dan Dinamika
Sosial
Interaksi sosial terjadi bermula dari individu melakukan
tindakan sosial terhadap orang lain. Tindakan sosial merupakan
perbuatan-perbuatan yang ditunjukkan atau dipengaruhi orang lain untuk maksud
serta tujuan tertentu.
a. Tidak semua tindakan dapat
dinyatakan sebagai tindakan sosial.
b. Suatu tindakan baru dinyatakan
sebagai tindakan sosial apabila subjeknya dihubungkan dengan individu-individu
lain. Oleh karena itu, tindakan sosial merupakan kenyataan sosial yang paling
mendasar sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan lainnya.
c. Menurut Max Weber, tindakan sosial
adalah tindakan seorang individu yang dapat mempengaruhi individu-individu
lainnya di dalam suatu masyarakat.
d.
Maka dalam berinteraksi dan bertindak hendaknya memperhitungkan keberadaan
individu-individu lain, karena tindakan sosial merupakan perwujudan dari
hubungan atau interaksi sosial.
1. Faktor-Faktor Pendorong Interaksi
Sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Artinya manusia tidak
dapat hidup sendiri tanpa keberadaan orang lain. Oleh karena itulah, manusia
selalu mengadakan interaksi dengan manusia lainnya. Terdapat beberapa faktor
pendorong dalam melakukan interaksi sosial antara lain :
a. Imitasi
Adalah tindakan sosial dengan cara meniru baik itu sikap,
tindakan, perilaku (behaviour), penampilan fisik (perfomance),
maupun gaya hidup (life style) seseorang. Dampak negatif imitasi,
apabila yang dicontoh adalah perilaku-perilaku menyimpang, maka seseorang
cenderung akan ikut melakukan penyimpangan, sedangkan dampak positif dari
imitasi adalah mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat.
b. Sugesti
Adalah penyampaian pengaruh yang diberikan oleh pihak
lain baik berupa rangsangan, pandangan, sikap, maupun perilaku sehingga orang
tersebut akan mengikutinya tanpa pikir panjang, rasional, dan kritis.
c. Identifikasi
Adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk menjadi
sama dengan individu lain yang ditirunya sehingga tidak hanya melalui
serangkaian proses peniruan atau imitasi tetapi juga melalui proses kejiwaan
yang mendalam.
d. Simpati
Merupakan proses kejiwaan seorang individu yang merasa
“tertarik” kepada seseorang atau sekelompok orang karena sikap, penampilan
wibawa, maupun perbuatannya. Melalui perasaan simpati dapat menjadi dorongan
yang sangat kuat pada diri seseorang untuk melakukan kontak dan komunikasi
dengan orang lain.
e. Empati
Yaitu proses kejiwaan seseorang untuk ikut “larut” dalam
perasaan orang lain baik suka maupun duka. Empati merupakan kelanjutan rasa
simpati yang berupa perbuatan nyata untuk mewujudkan rasa simpatinya.
f. Motivasi
Yaitu dorongan yang mendasari seseorang untuk melakukan
perbuatan berdasarkan pertimbangan rasionalistis. Motivasi dalam diri seorang
muncul disebabkan faktor atau pengaruh dari orang lain sehingga individu
melakukan kontak dengan orang lain.
2. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi
Sosial
Menurut Gillin dan Gillin (Soerjono Soekanto:1987) tidak
semua hubungan sosial dapat dikatakan interaksi sosial. Suatu hubungan sosial
dikatakan interaksi sosial jika terdapat dua syarat yang terpenuhi.
Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social
contact) dan komunikasi (communication).
a. Kontak Sosial (Social Contact)
1) Pengertian
Kontak sosial secara harfiah berati bersama-sama
menyentuh secara fisik, sedangkan secara sosiologi kontak tidak harus
bersentuhan secara fisik. Kontak sosial juga dapat diartikan sebagai hubungan
sosial antara individu satu dengan individu lain yang bersifat langsung,
seperti dengan sentuhan, percakapan, maupun tatap muka sebagai wujud aksi dan
reaksi.
2) Bentuk-bentuk kontak sosial
a) Individu dengan individu
b) Individu dengan kelompok
c) Kelompok dengan kelompok
3) Sifat kontak sosial
a) Kontak sosial primer
Yaitu kontak yang dilakukan secara langsung
b) Kontak sosial sekunder
Yaitu kontak yang dilakukan dimana masing-masing pihak
menggunakan perantara atau penghubung.
Jenis-jenis kontak sosial sekunder meliputi :
1. Kontak sekunder langsung
Adalah kontak yang dilakukan dimana masing-masing pihak
menggunakan alat tertentu, seperti dengan sms dan telepon.
2. Kontak sekunder tak langsung
Adalah kontak yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga.
b. Komunikasi (Communication)
1) Pengertian
Komunikasi yaitu tindakan seseorang untuk menyampaikan
pesan atau maksud kepada pihak atau orang lain sehingga orang lain tersebut
akan memberikan reaksi atas isi dari pesan atau maksud yang disampaikan.
2) Komponen Komunikasi
a) Pengirim (komunikator) atau sender
Yaitu orang yang mengirim pesan tertentu.
b) Penerima (komunikan) atau receiver
Yaitu orang yang menrima pesan dari orang lain.
c) Pesan (maksud) atau message
Yaitu sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain.
d) Umpan balik atau feed back
Yaitu tanggapan dari penerima pesan atau maksud yang
disampaikan.
3. Perubahan Sosial sebagai Pendorong
Dinamika Kehidupan Sosial
a. Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan sosial sebagai proses sosial yang terjadi dalam
masyarakat merupakan suatu gejala umum yang berlaku di mana pun selama hidup
manusia. Menurut Selo Soemardjan (1974), perubahan sosial adalah perubahan yang
terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang
memengaruhi sistem sosialnya termasuk nilai, sikap-sikap dan pola perilaku di
antara kelompokkelompok dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan sifat perubahan
sosial yang berantai dan saling berhubungan antara satu unsur dengan unsur
kemasyarakatan yang lainnya. Dalam pengkajian mengenai perubahan sosial yang
relatif sangat luas, dikhawatirkan terjadi suatu kekaburan materi. Oleh karena
itu, beberapa ahli berusaha mendefinisikan pengertian perubahan sosial,
seperti:
1) Kingsley Davis
Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi masyarakat.
2) Samuel Koening
Perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang
terjadi pada kehidupan masyarakat.
3) Mac Iver
Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam
hubungan sosial atau perubahan terhadap keseimbangan sosial.
4) Roucek dan Warren
Perubahan sosial adalah perubahan dalam proses sosial
atau dalam struktur masyarakat.
5) Gillin dan Gillin
Perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara
hidup yang telah diterima dan yang disebabkan baik karena perubahan-perubahan
kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun
adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut.
Perubahan-perubahan sosial dapat bersifat progress dan
regress. Progress merupakan perubahan sosial yang membawa
kemajuan terhadap masyarakat di mana kesejahteraan masyarakat meningkat.
Perubahan yang bersifat progress dapat berupa :
1. Planned progress
Planned progress berarti
kemajuan yang sengaja direncanakan dan dilakukan oleh masyarakat seperti program
KB, program listrik masuk desa, program intensifikasi pertanian, pembangunan
jalur transportasi, perluasan jaringan telekomunikasi, dan lainlain.
2. Unplanned progress
Menunjuk pada adanya kemajuan yang tidak direncanakan
sebelumnya oleh masyarakat. Misalnya, meningkatnya kesuburan lahan pertanian
karena lava yang dimuntahkan gunung berapi saat meletus.
Adapun perubahan sosial yang bersifat regress adalah
perubahan sosial yang membawa kemunduran terhadap masyarakat. Misalnya
peperangan, pemberontakan, konflik yang menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
b. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial terjadi oleh
karena anggota masyarakat merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupan
yang lama. Norma-norma dan lembaga-lembaga serta sarana-prasarana penghidupan
dianggap tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang baru. Oleh karena
itulah, masyarakat menuntut adanya perubahan. Menurut Soerjono Soekanto, secara
umum timbulnya perubahan sosial dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor
endogen dan eksogen.
1) Faktor-Faktor Endogen
Faktor endogen merupakan faktor-faktor yang berasal dari
dalam masyarakat. Menurut David Mc. Clellad (sebagaimana dikutip Arif
Rohman : 2003) adanya faktor ini didorong oleh need for achievment (motivasi
berprestasi) dari individu-individu dalam masyarakat. Apabila setiap individu
memiliki motivasi untuk meraih prestasi terbaik, kelompok tersebut secara
otomatis akan mengalami perubahan, sebagaimana yang dicetuskan oleh Everette
Hagen dalam konsep N-Ach (Need for Achievment). Everette Hagen
mengemukakan pentingnya kepribadian kreatif (creative personality) dalam
mendorong perubahan sosial. Menurutnya perubahan sosial tidak akan terjadi
manakala tidak ada perubahan dalam kepribadian kreatif/kepribadian inovatif.
Berbeda dengan pendapat Alvin L. Bertrand, menurutnya dengan adanya perubahan
komunikasi dalam masyarakat akan tercapai suatu pemahaman antaranggota
masyarakat yang mendorong munculnya perubahan sosial. Terdapat faktor-faktor
dalam yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial antara lain:
a) Bertambah dan Berkurangnya Jumlah Penduduk
Besar kecilnya penduduk akan menentukan cepat lambatnya
perubahan sosial. Penduduk yang padat lebih cepat terjadi perubahan-perubahan
yang menyangkut struktur dan kultur masyarakat dibandingkan dengan penduduk
yang kurang padat.
b) Penemuan-Penemuan Baru (Inovasi)
Penemuan-penemuan baru mendorong perubahan sosial dalam
masyarakat. Perkembangan teknologi yang pesat telah terjadi dalam masyarakat
sejak zaman dahulu. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan
dapat dibedakan menjadi discovery dan invention. Di mana discovery
merupakan penemuan unsur-unsur kebudayaan yang baru baik berupa alat
ataupun gagasan baru. Discovery menjadi invention jika masyarakat
sudah mengakui, menerima, bahkan menerapkan penemuan tersebut. Invention menunjuk
pada upaya menghasilkan suatu unsur kebudayaan baru dengan mengombinasi atau
menyusun kembali unsur-unsur kebudayaan lama yang telah ada dalam masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, faktor-faktor yang mendorong individu untuk mencari
penemuan baru adalah sebagai berikut :
1) Kesadaran dari orang perorangan akan
kekurangan dalam kebudayaannya.
2) Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu
keadaan.
3) Perangsang bagi aktivitas-aktivitas
penciptaan dalam masyarakat.
c) Konflik dalam Masyarakat
Pertentangan atau konflik dalam masyarakat mampu pula
menjadi sebab terjadinya perubahan sosial. Pertentangan-pertentangan tersebut
dapat berupa pertentangan antarindividu, antara individu dengan kelompok,
antarkelompok, serta konflik antargenerasi. Individu-individu yang tengah
berada dalam suatu konflik sangat mudah terpengaruh terhadap hal-hal baru.
d) Revolusi
Revolusi
terjadi karena rasa ketidakpuasan anggota masyarakat terhadap suatu sistem
pemerintahan yang ada. Adanya revolusi akan membawa perubahan-perubahan yang
besar dan berlangsung cepat. Misalnya, revolusi yang terjadi bulan Oktober 1917
di Rusia, menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan besar di negara tersebut.
Pada mulanya negara tersebut berbentuk kerajaan yang absolut, berubah menjadi
diktator proletariat yang didasarkan pada doktrin Marxsisme dimana membawa
perubahan segenap lembaga-lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk negara
sampai pada keluarga batih mengalami perubahan-perubahan besar sampai ke
akar-akarnya.
2) Faktor-Faktor Eksogen
Faktor-faktor eksogen adalah faktor-faktor yang berasal
dari luar masyarakat yang bisa mendorong terjadinya perubahan sosial.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
a) Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
Masyarakat selalu mengadakan hubungan dengan masyarakat
lain. Melalui hubungan tersebut menimbulkan pengaruh timbal balik yang berarti
masing-masing masyarakat memengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima
pengaruh dari masyarakat yang lain sehingga terjadi penyebaran kebudayaan.
Penyebaran kebudayaan secara damai dapat melalui difusi, akulturasi, maupun
asimilasi. Difusi yaitu penyebaran kebudayaan atau pengaruh dari satu daerah ke
daerah lain yang terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Akulturasi
merupakan percampuran dua buah kebudayaan yang menghasilkan suatu bentuk
kebudayaan baru dengan tidak menghilangkan unsur keaslian dari masing-masing
kebudayaan, sedangkan asimilasi adalah bercampurnya dua buah kebudayaan yang
menghasilkan kebudayaan baru di mana kebudayaan setempat berangsur-angsur
lenyap.
b) Peperangan
Peperangan dalam hal ini berarti pertikaian antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain di luar batas-batas negara. Dengan
adanya peperangan dalam suatu negara memunculkan implikasi negatif, seperti
rakyat mengalami kehidupan tegang dan mencekam, kebutuhan hidup menjadi susah
dipenuhi, harta benda menjadi hancur dan menimbulkan kemiskinan.
c) Kondisi Alam yang Berubah
Terjadinya
gempa bumi, topan, banjir, tsunami, dan lain-lain menyebabkan masyarakat yang
tinggal di daerah tersebut terpaksa meninggalkan tempat tinggal untuk menempati
tempat tinggal baru sehingga masyarakat harus beradaptasi dengan lingkungan
sekitar baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Kondisi ini mendorong
timbulnya perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.
C. Hubungan Antara Keteraturan Sosial dan Interaksi
Sosial
Dalam kehidupan sosial setiap individu melakukan hubungan
yang saling pengaruh-memengaruhi dengan individu lain yang disebut dengan
interaksi sosial. Interaksi sosial yang sesuai dengan nilai dan norma diyakini
mampu membentuk keteraturan sosial. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan suatu
kehidupan normatif dalam bermasyarakat. Inilah gambaran sederhana tentang
hubungan interaksi sosial dengan terbentuknya keteraturan sosial dalam
masyarakat.
1. Keteraturan Sosial
Keteraturan sosial adalah suatu keadaan di mana
hubungan-hubungan sosial berlangsung dengan selaras, serasi, dan harmonis
menurut nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Artinya, setiap individu
ataupun kolektif dapat memenuhi kebutuhan masing-masing tanpa adanya pihak yang
dirugikan. Terciptanya keteraturan sosial dalam masyarakat diperlukan tiga
persyaratan yang mendasar, yaitu pertama adanya kesadaran warga
masyarakat akan pentingnya menciptakan keteraturan. Kedua adanya norma
sosial yang sesuai dengan kebutuhan serta peradaban manusia. Ketiga adanya
aparat penegak hukum yang konsisten dalam menjalankan tugas fungsi dari
kewenangannya.
Bentuk
konkret dari keteraturan sosial adalah adanya keselarasan yang diwujudkan dalam
bentuk kerja sama antaranggota masyarakat, seperti kehidupan masyarakat yang
saling membantu, saling menghargai, saling menghormati, bergotong royong, dan
lain-lain.
2. Pola Interaksi Sosial yang Membentuk
Keteraturan Sosial
Masing-masing individu melakukan hubungan sosial dengan
individu lain. Hubungan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
baik jasmani maupun rohani. Dalam berhubungan sosial, tindakan individu diatur
oleh aturan-aturan sosial berupa nilai dan norma. Jika tindakan individu dalam
berinteraksi sesuai dengan nilai dan norma maka akan terbentuk keteraturan
sosial. Dengan kata lain, interaksi yang sesuai dengan nilai dan norma akan
membentuk keteraturan sosial.
Terdapat tiga bentuk atau pola interaksi yang mampu
membentuk keteraturan sosial antara lain:
1) Kerjasama (Cooperation)
Adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan pihak lain
untuk mencapai tujuan bersama. Bentuk-bentuk kerjasama antara lain :
a) Tukar Menukar (Bargaining)
Yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang
dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
b) Kooptasi (Cooptation)
Yaitu proses penerimaan unsur-unsur baru atau unsur-unsur
lain dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi agar
menjaga tidak terjadinya goncangan atau untuk menjaga stabilitas.
c) Koalisi (Coalition)
Yaitu gabungan atau kombinasi dua organisasi atau lebih
yang memiliki tujuan sama.
d) Usaha Patungan (Joint Venture)
Yaitu pengawasan bersama terhadap proyek-proyek tertentu.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar membuat kerjasama
semakin kuat meliputi :
a) Orientasi yang sama
b) Adanya bahaya atau ancaman dari luar
c) Mencari keuntungan
d) Hal-hal yang berkaitan atau berkenaan
dengan sesuatu yang tertanam kuat dalam kelompok
2) Akomodasi (Acomodation)
Adalah upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu
konflik atau pertentangan. Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan
kelompok guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Akomodasi
juga dapat diartikan sebagai keadaan atau situasi selesainya suatu konflik atau
pertentangan.
Menurut Kimball Young yang dikutip oleh Soerjono Soekanto
(1987), kata akomodasi memiliki dua pengertian. Pertama, akomodasi menunjuk
pada suatu keadaan. Artinya, suatu kenyataan adanya keseimbangan dalam
berinteraksi yang dilandasi dengan nilai dan norma yang ada. Kedua, akomodasi
sebagai proses. Arttinya, akomodasi mengarah pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan dalam rangka mencapai keseimbangan. Dalam
kehidupan sehari-hari akomodasi dapat pula diartikan sebagai suatu proses kesepakatan
antara kedua belah pihak yang tengah bersengketa yang bersifat darurat
(sementara) dengan tujuan mengurangi ketegangan. Adapun bentuk-bentuk akomodasi
antara lain :
a) Pemaksaan (Coercion)
Yaitu bentuk akomodasi yang berlangsung melalui cara pemaksaan
sepihak baik langsung atau fisik maupun tak langsung (psikologis).
b) Kompromi (Compromise)
Yaitu bentuk akomodasi dimana masing-masing pihak yang
bertikai mengurangi tuntutan agar tercapai penyelesaian.
c) Arbitrase (Arbitration)
Yaitu cara untuk menyelesaikan konflik dengan menggunakan
pihak ketiga yang ditunjuk/disepakati kedua belah pihak dimana pihak ketiga
berhak membuat keputusan berdasarkan ketetapan dan bersifat mengikat kedua
belah pihak.
d) Mediasi (Mediation)
Yaitu upaya menyelesaikan konflik atau pertentangan
dengan mengundang pihak ketiga yang bersifat netral, dimana tugas utama pihak
ketiga adalah menyelesaikan konflik secara damai, berfungsi sebagai penasehat,
dan tidak berwenang memberi keputusan terhadap penyelesaian pertentangan
tersebut.
e) Toleransi (Tolerantion)
Yaitu bentuk akomodasi tanpa persetujuan formal untuk
menghindari terjadinya perselisihan.
f) Peradilan (Adjudication)
Yaitu upaya menyelesaikan konflik melalui pengadilan.
g) Stalemate
Yaitu bentuk akomodasi dimana masing-masing pihak yang
bertikai memiliki kekuatan yang seimbang sehingga berhenti pada satu titik
tertentu di dalam penyelesaian konflik atau pertentangan.
h) Konsilisasi (Consiliation)
Yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan
pihak-pihak yang berselisih bagi tercapainya suatu persetujuan bersama.
3) Asimilasi (Asimilation)
Proses asimilasi menunjuk pada proses yang ditandai
adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat diantara beberapa orang atau
kelompok dalam masyarakat serta usaha menyamakan sikap, mental, dan tindakan
demi tercapainya tujuan bersama. Asimilasi timbul bila ada kelompok masyarakat
dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif
dalam jangka waktu lama, sehingga lambat laun kebudayaan asli mereka akan
berubah sifat dan wujudnya membentuk kebudayaan baru sebagai kebudayaan
campuran.
Menurut Prof. Koentjaraningrat terdapat beberapa syarat
terjadinya asimilasi. Syarat-syarat tersebut antara lain:
a) Adanya kelompok-kelompok manusia
yang berbeda kebudayaan.
b) Adanya interaksi yang langsung dan
intensif untuk waktu yang lama dalam kelompok tersebut.
c)
Sebagai akibatnya maka kebudayaan dari masing-masing kelompok berubah dan
saling menyesuaikan.
4) Akulturasi (Aculturation)
Adalah suatu proses dimana kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur kebudayaan asing atau baru yang
berbeda sehingga lambat laun kebudayaan asing akan diterima dan diolah
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri.
0 Comments