MAKALAH
AKIDAH AKHLAK
Disusun
Oleh:
1.
Delsy Sandora
2.
Rahma Sarita Putri
3.
Iin Yuliza
4.
Sahneta Ramantika
5.
Muhammad Restu Syaputra
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat-Nya kami
telah selesai menyusun makalah yang berjudul “Fitnah”.
Kami
mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan para pembaca dalam
partisipasinya untuk membaca dan memahami makalah kami. kami berusaha dengan
keras menyusun makalah kami dengan menggunakan sumber yang sebaik-baiknya agar
pembaca tidak jenuh dalam
mempelajarinya, dan juga mampu dengan mudah memahami setiap kata maupun kalimat
saat membacanya.
Makalah
ini jauh dari sempurna untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.............................................................................................. i
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B.Rmusan
Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................... 2
BAB I PEMBAHASAN
A.
Dalil tentang Fitnah ............................................................................... 4
B.
Pendapat para ulama .............................................................................. 4
C.
Menguraikan............................................................................................ 5
1. Pengertian
Fitnah...............................................................................
5
2.
Sifat dan karakteristik ....................................................................... 8
3. Menghindari
Akhlak Tercela (Fitnah) ............................................... 9
4. Nilai
Negatif dari Fitnah ................................................................. 11
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan .......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak
berlebihan jika dikatakan, umat Islam tidak mungkin dipisahkan dari sumber
ajaran agamanya itu. Pada aspek mengkaji, al-Qur’an adalah satu-satunya kitab
suci yang mendapatkan perhatian luar biasa dari komunias ilmuan, baik yang
muslim maupun non muslim. Hal ini terbukti dengan lahirnya karya-karya tafsir
al-Qur’an yang jumlahnya ribuan. Karya tafsir al-Qur’an masih terus mengalir
hingga hari ini. Hal ini juga menjadi bukti bahwa tafsir al-Qur’an bukan
dominasi orang-orang shaleh zaman dulu, seperti yang kita ketahui dalam sejarah
penafsiran al-Qur’an.
Sejarah
penafsiran al-Qur’an adalah Islam itu sendiri. Artinya perjalanan sejarah
tafsir al-Qur’an sudah sama tuanya dengan sejarah perjalanan Islam sebagai
agama, sehingga antara keduanya jadi identik dan tak terpisahkan. Aktifitas
penafsiran sudah barang tentu dimulai semenjak Nabi Muhammad Saw. Menyampaikan
risalah Tuhan yang datang dalam bentuk al-Qur’an. Sebagai pembawa risalah maka
Nabi Muhammad harus faham dan mengerti terlebih dahulu atas pesan wahyu yang
harus disampaikan kepada umatnya ketika sasaran wahyu (umat) menghadapi
kesulitan tertentu dalam memahami teks wahyu. Jadi, tugas penasiran merupakan
bagian integral dari tugas risalah.
Keragaman
tafsir sekurang-kurangnya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
pertama, factor kebahasaan. Di dalam al-Qur’an akan ditemukan kata-kata yang
memiliki makna (lafadz) ganda, makna umum, makna khusus, makna sulit (musykil)
dan sebagainya. Kedua, factor ideology poitik, ketiga, factor madzhab pemikiran
dan yang keempat adalah subyektifisme mufasir, yakni adanya pra-anggapan,
pra-asumsi, jenis kelamin, latar pendidikan dan lingkungan mufasir yang turut
mewarnai langgam tafsir yang disusun.
Terhadap
keempat faktor di atas, tak ada seorngpun yang mengingkarinya. Oleh karena itu,
paparan di atas makin menegaskan bahwa tafsir merupakan dialog terus-menerus
antara teks suci, penafsiran dan lingkugan sosial-politik-budaya yang ada di sekitarnya.
Tafsir ini tercipta pada ruang dan waktu yang berbeda-beda yang mengakibatkan
munculnya pemaknaan atas satu teks berbeda dengan yang lainnya. Makalah ini
menyajikan sebuah penafsiran yang mengulas tentang lafadz “fitnah” dalam
al-Qur’an. Fitnah mempunyai bermacam-macam makna yang berbeda, sehingga
pembahasan ini dirasa perlu untuk mengetahui derivasi makna fitnah yang
digunakan dalam al-Qur’an. Dalam pembahasan ini lebih banyak mengambil
penafsiran al-Razi, karena dirasa telah memberikan penafsiran yang mumpuni dan
dapat dijadikan sebagai pijakan dalam memahami suatu lafadz dalam al-Qur’an.
Meskipun dalam makalah ini hanya mengulas satu tafsir lafadz fitnah, namun
setidaknya lewat kajian ini akan merangsang pembaca untuk mencermati dan
mengkaji tafsir-tafsir lafadz lain yang beragam jenisnya.
B.
RumusanMasalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan fitnah itu ?
2.
Pendapat
para ulama tentang Fitnah ?
3.
Fitnah
pertama ?
4.
Apa saja
contoh dan dampak negative fitnah?
5.
Apa saja macam-macam
dari fitnah?
6.
Apa penyebab
dari timbulnya fitnah?
7.
Bagaimana
upaya mencegah perbuatan fitnah?
8.
Bagaimana
tinjauan masa kini tentang Fitnah ?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan
pengertian tentang fitnah.
2.
Mengetahui
pendapat para ulama tentang Fitnah.
3.
Mengetahui
Fitnah pertama yang terjadi.
4.
Menjelaskan
contoh dan dampak negative fitnah.
5.
Menjelaskan
macam-macam dari fitnah.
6.
Menjelaskan
penyebab timbulnya fitnah.
7.
Menjelaskan
upaya mencegah perbuatan fitnah.
8.
Mengetahui
tinjauan masa kini tentang Fitnah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dalil Tentang Fitnah
II. يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ
الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ
أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ
دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ
وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Mereka
bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:
"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia)
dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan
mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan
berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak
henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari
agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad
di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah 217)
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا
تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا
اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ
عَظِيم
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari
mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar. ” (Q.S. An-Nur 24:11)
B.Pendapat Para Ulama tentang Fitnah
Makna
satu kata, Fitnah
Seringkali
para juru dakwah menyebut-nyebut kata fitnah, dalam berbagai bahasan.
Seringkali pula mereka beranggapan bahwa masyarakat Indonesia sudah begitu
akrab dengan kata tersebut, sehingga mereka pasti paham. Padahal sesungguhnya
tidaklah demikian. Berbagai realitas -termasuk yang saya dengar-, menunjukkan
bahwa ada kesalahpahaman besar seputar pemaknaan kata tersebut, di tengah
masyarakat kita, saat kata itu disebutkan oleh seorang juru dakwah. Pasalnya,
kata tersebut berbeda makna dalam bahasa kita, Indonesia, dibandingkan makna
kata itu di dalam bahasa Arab. Sementara kerap disampaikan para juru dakwah
adalah makna kata itu dalam bahasa Arab.
Dalam
bahasa Indonesia, kata fitnah, seperti disebutkan dalam banyak kamus bahasa
Indonesia adalah: menuduh tanpa bukti. Dalam bahasa Arab, kata itu berarti buhtaan.
Seperti disebutkan dalam hadits tentnag ghibah, yang kesohor itu.
Sehingga,
ketika seorang juru dakwah mengatakan, “seorang pria muslim tidak boleh
berduaan dengan seorang wanita muslimah yang bukan muhrimnya, karena
dikhawatirkan terjadi fitnah….” kebanyakan masyarakat Indonesia akan
memahaminya.’…..khawatir mereka berdua akan difitnah. Yakni, dituduh berbuat
mesum dan sejenisnya.’ Padahal yang dimaksud juru dakwah tersebut,’….khawatir
akan terjadi bencana. Yakni bencana maksiat, mulai dari yang paling ringan,
hingga perzinaan.’
C.
Fitnah
1. Pengertian Fitnah
Fitnah
dalam bahasa Arab disebut الفتنة, Menurut Kamus Besar bahasa
Indonesia, kata Fitnah diartikan sebagai perkataan yang bermaksud menjelekkan
orang. Fitnah yaitu komunikasi dengan satu orang atau lebih yang bertujuan
untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan berdasarkan
fakta palsu yang dapat mempengaruhi penghormatan, wibawa atau reputasi. Fitnah
juga diartikan sebagai Kekufuran seperti yang dijelaskan dalam surat
Al-Baqoroh:217, dan Kesesatan seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah:
41.
Maksud Fitnah
Kata "fitnah" asalnya diserap daripada bahasa Arab, dan
pengertian asalnya adalah "cobaan" atau "ujian". Maksud dan
pengertian fitnah jika diselak lebar al-Quran dan hadis adalah sebagaimana
berikut.
A. Kufur/Kafir
Friman Allah Subhanahu Wata’ala yang bermkasud:
“Mereka
bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang
dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan
Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir
penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah . Dan berbuat
fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh…” (Al Baqarah: 217)
Firman-Nya
lagi yang bermaksud:
“Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan
itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),
maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim” (Al Baqarah: 193)
Kata fitnah dalam ayat ini menurut para
ulama tafsir adalah bermaksud ‘kekafiran’ atau ‘kemusyrikan’. Iaitu bahawa
mereka itu menyebarkan kekafiran.
B. Bencana
Sabda nabi Sallallhu alaihi Wasallam yang
bermaksud:
“Apabila datang (meminang) kepada kamu
seorang pemuda yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kahwinkanlah dia
dengan anak perempuan mu. Dikhuatiri akan terjadi fitnah (bencana) dan
kerosakan yang besar di muka bumi.”
Perkataan fitnah dalah hadis ini memberikan
maksud bencana atau musibah yang akan berlaku sekiranya perkahwinan
ditangguhkan. Ini kerana syarat pemuda soleh itu adalah sebaik-baik pilihan
untuk dijadikan suami kepada anak-anak perempuan.
C. Konflik
Firman Allah Subhanahu Wata’ala yang bermaksud:
“Dia-lah
yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain
(ayat-ayat) mu-tasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat
daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah…” (Ali Imran: 7)
Terdapat sebagian orang Islam yang hanya
menggunakan semata-mata penilaian mengikut aspek rasional. Sengaja mencari
penafsiran ayat melalui pendekatan logika akal manusia yang
terbatas semata-mata, sehingga melencong dari tafsiran yang tepat. Tujuan
mereka semata-mata menyebar fitnah, iaitu mencari konflik dan perselisihan
dengan sesama muslim.
Inilah penjelasan kepada ayat ini yang
dengan jelas menyebut perkatan fitnah. Ia bermaksud menimbulkan konflik dan
kekeliruan dalam masyarakat. Ia juga disebut sebagai
propaganda.
D. Tipu
Firman Allah Subhanahu Wata’ala yang bermaksud :
“Kemudian
tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah
kami mempersekutukan Allah”
(Al An’am: 23)
Fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah
ucapan tipu dan dusta, untuk membela diri mereka di hadapan Allah. Padahal
Allah mengetahui hakikat mereka, dan apa yang tersembunyi dalam hati mereka.
E. Binasa
Firman Allah Subhanahu Wata’ala: yang bermaksud:
“Di
antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi
berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.”
Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah . Dan sesungguhnya
Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir” (At Taubah: 49)
Dalam ayat ini kaum munafik di masa Nabi
sallallahu ‘alaihi wasallam enggan menyertai peperangangan kerana menganggap itu
adalah suatu kebinasaan (fitnah). Padahal sesungguhnya mereka telah berada
dalam kebinasaan dengan sifat munafik. Iaitu kebinasaan diri mereka di akhirat
kelak dengan balasan neraka yang paling bawah.
F. Gangguan
Firman Allah Subhanahu Wata’ala: yang bermaksud:
“Dan
di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka
apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah
(gangguan) manusia itu sebagai azab Allah . Dan sungguh jika datang pertolongan
dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah bersamamu”.
Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?” (Al Ankabut: 10)
Dalam ayat ini, kata fitnah membawa maksud
ganguan. Inilah sifat biasa manusia yang menganggap ujian Allah dalam bentuk
gangguan manusia sebagai azab.
2. Sifat dan Karakteristik
Inilah gambaran orang yang suka
memfitnah (mengadu domba) :Pengecut dan curang. Orang yang suka memfitnah tidak
mampu bersaing secara sehat.
·
Pendusta. Dusta/bohong menjadi menu
utama dalam aksinya untuk memfitnah dan mengadu domba orang lain.
·
Hidup dan kehidupannya dihantui oleh
prasangka buruk.
·
Suka memata-matai dan mencari-cari
kesalahan orang lain. Dia asyik sekali membongkar rahasia, keburukan dan
kebusukan seseorang, ketika orang itu tidak ada. Dan ketika orang itu datang,
maka pembicaraan pun berhenti dengan sendirinya, kemudian berganti dengan
memuji dan menyanjung. Ini adalah perbuatan hina dan jijik.
·
Iri, dengki dan sombong selalu
menempel di hatinya, bahkan menjadi darah daging. Ketika dia merasa gagal, iri
dan dengki yang muncul. Namun, ketika memperoleh kesuksesan, dia sombong dan
hidup melampaui batas.
·
Hubbuddunya (lebih cinta kepada
gemerlap duniawi daripada cinta kepada Allah)
·
Aqidahnya telah rusak, karena lebih
takut kepada manusia daripada takut kepada Allah. Dia rela memfitnah dan
mengadu domba orang lain agar posisi dan jabatannya aman. Yang terpenting
baginya adalah uang dan jabatan. Dengan kata lain, orang yang suka mengadu
domba adalah penjilat bermuka dua.
·
Kufur ni'mat. Orang yang suka
memfitnah adalah orang yang tidak bersyukur atas ni'mat Allah. Karena akal,
hati dan raganya digunakan untuk merugikan orang lain.
·
Menghalalkan segala cara untuk
kepentingan pribadi. Hatinya terdorong untuk mengeruk keuntungan dengan jalan
pintas. Bahkan tega mengorbankan sahabat dan kelompok seperjuangan.
·
Orang yang suka memfitnah dan
mengadu domba berpotensi menjadi pengkhianat.
3. Menghindari Akhlak
Tercela (Fitnah)
Untuk
menghindari fitnah ada beberapa tips yang perlu diperhatikan.
1)
Jangan reaktif, jangan merespon dengan cepat berita-berita yang masih
berkategori “katanya...”. Reaktif tidak diperlukan dan tidak akan menyelesaikan
masalah. Karena sikap reaktif cenderung lebih tergesa-gesa. Ada ungkapan al
khabar kal ghabar (berita itu seperti debu) melayang ke mana-mana dan tidak
bertuan.
2)
Pastikan bahwa berita itu ada pembawanya. Sumber berita adalah penentu
kebenaran berita itu sendiri, terkadang berita dari satu tempat ke tempat lain
sudah tidak akurat dan banyak dibumbuhi atau di sisipi berita lain.
3)
Tabayyun. Perjelas lagi berita itu kepada sumber aslinya. Inilah yang di
ingatkan oleh QS: al Hujurat:6
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ
تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ.
"Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu."
4)
Jika memang apa yang diberitakan itu benar terjadi tetapi tidak kita inginkan
selesaikan dengan cara dewasa dan penuh kesadaran serta kasih sayang antar
sesama.
Apa
yang dapat kita lakukan sebagai upaya membentengi hati dari fitnah (adu domba)
dan memeranginya :
1)
Mulailah segala aktivitas dengan niat yang benar, yang baik dan tulus hanya
untuk mendapatkan ridho Allah.
2)
Mintalah ridho dan restu orangtua, mintalah kepada orangtua untuk mendoakan
agar kita selamat.
3)
Berpikir positif (husnuzhon). Jangan memandang / menilai seseorang dari sisi
negatifnya. saja.
4)
Perbanyaklah mengingat Allah (zikrullah), karena zikir kepada Allah dapat
melembutkan hati dan menyehatkan akal.
5)
Hati-hati dalam berbicara, bertindak dan dalam menerima informasi/berita.
Gunakan akal sehat dan hati yang sholeh untuk menganalisa dan menemukan
kebenaran dari setiap informasi/berita. Jangan lupa untuk memohon petunjuk dari
Allah dengan sholat istikhoroh.
6)
Hati-hati terhadap kesenangan dunia, jabatan dan kedudukan.
7)
Hati-hati dalam mengemban amanah. Laksanakan amanah dengan mengedepankan
kejujuran dan penuh tanggungjawab.
8)
Jika cinta Islam, maka ikuti aturan Islam. Perdalamlah ilmu agama dengan rajin
mengikuti majelis ilmu atau pengajian dan mengamalkan ajaran Islam dalam hidup
dan kehidupan sehari-hari.
9)
Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Jangan pernah membenci manusia, karena benci kepada
ciptaan Allah berarti benci kepada Allah. Bencilah kepada perilakunya yang
negatif. Selalu mengajak sahabat-sahabat kita untuk berbuat baik dan
mengingatkannya jika berbuat kemunkaran dan maksiat.
10)
Senantiasa bersyukur kepada Allah. Rajinlah bershodaqoh kepada fakir miskin dan
anak yatim, sebagai perwujudan rasa syukur kita kepada Allah.
4. Nilai Negatif dari
Fitnah
Keutuhan
masyarakat tercipta apabila anggota-anggotaynya saling mempercayai dan
kasih-mengasihi. Ini mengharuskan masing-masing anggota mengenal yang lain
sebagai manusia yang baik, bahkan menganggapnya tidak memiliki keburukan.
Dengan menggunjing, keburukan orang lain ditonjlkan, rasa percaya dari kasih
itu sirna. Ketika itu benih perpecahan tertanam. Menggunjing apalagi memfitnah
seseorang , berarti merusak keutuhan masyarakat satu demi satu, sehingga pada
akhirnya meruntuhkan bangunan masyarakat.
Orang
yang memfitnah dan menggunjing berarti menunjukkan kelemahan dan kemiskinannya
sendiri. Seandainya kuat dalam argumentasi, tentu tidak perlu mengada-ada.
Apabila tidak miskin dalam pengetahuan, mestinya tidak perlu menjadikan
keburukan orang seagai bahan pembicaraan, masih banyak bahan pembicaraan yang lain.
Suatu
ketika Nabi Isa as., bersama murid-muridnya menemukan bangkai binatang yang
telah membusuk. Para murid beliau berkata,”Alangkah busuk bau bangkai ini.”
Mendengar hal itu, Nabi isa as., mengarahkan mereka sambil berkata, “Lihatlah
betapa putih giginya.” Dari kisah di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang
harus melihat isi positif pada suatu yang negatif dan berusaha menemukan
kebaikan dalam suatu yang terliht buruk.
Selain
itu, apabila yang kita tuduhkan itu salah dan tidak terbukti, maka kita akan
menjadi orang yang dibenci masyarakat, sungguh merugikan. Naudzubillah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fitnah
merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya. Karena dampak yang ditimbulkan
selalu negatif, tidak akan pernah positif. Luka yang digoreskan/ditusukkan oleh
fitnah lebih tajam daripada pedang. Kehancuran akibat fitnah lebih dahsyat
daripada bombardir senjata rudal. Fitnah dapat merusak tali silaturahim,
merusak persatuan dan kesatuan, merugikan/mencelakakan/menyengsarakan orang
lain, bahkan dapat menghancurkan Islam, mengotori perjuangan.
Jadi, Fitnah dan adu domba merupakan bentuk kezholiman, yang ditegakkan atas tiga perkara yaitu berpondasi pada kedustaan, kedengkian sebagai alasnya dan kemunafikan sebagai atapnya. Orang yang suka memfitnah dan mengadu domba berjalan dengan baju kesombongan, mengikuti kehendak hawa nafsu dan bujukan syetan. Otaknya dikotori dengan prasangka buruk. Hatinya beku, sulit menerima kebenaran, merasa dirinya paling benar dan paling berjasa sehingga merasa tidak enak dan cemburu ketika orang lain mendapat kesuksesan. Kebahagiannya di atas penderitaan orang lain. Kehidupannya terlena dengan tipu daya syetan. Aqidah dan idealismenya dijual hanya untuk memperoleh kesenangan dunia. Ingatlah, Rasulullah SAW bersabda, "Aku tidak khawatir kalian miskin, tetapi aku khawatir (kalian mendapatkan) dunia (lalu) kalian bersaing dalam urusan dunia itu." (HR. Ahmad)
Kita harus waspada dan hati-hati terhadap fitnah dan adu domba, juga terhadap orang yang suka memfitnah dan mengadu domba. Karena mereka tergolong orang yang munafik, kufur ni'mat dan berpotensi menjadi pengkhianat.
Jadi,
untuk mengatasi hal yang sering terjadi tersebut, kita harus mempunyai sifat
transparansi agar orang lain tidak mudah curiga dengan kita. Selain itu, jangan
terlalu menghiraukan fitnah itu sampai ada bukti yang memang jelas adanya.
DAFTAR PUSTAKA
http://susmiyulianasari.blogspot.co.id/2014/02/fitnah.html
[3]Shahih
Muslim, kitab Iman, bab ke65, hadits no. 231, dan lafazhnya diriwayatkan
oleh Imam Ahmad 5/386.
[4](al
Musawi, A Syarafuddin. 2001. “Dialog Sunnah-Syi'ah: Surat Menyurat Antara
Rektor Al-Azhar di Kairo Mesir dan Seorang Ulama Besar Syi'ah (terj: Muhammad
al Baqir)”. Mizan. Bandung hlm 377-386). (Jafri, S.H.M.1979. “The Origins and
Early Development of Shi'a Islam”. Longman and Librairie du Liban. Beirut hlm
27-57).
[5](Kamara, M Ibrahim (ed) dkk. 2001. “Biographies of
the Rightly-Guided Caliphs”. Dar al Manarah. Egypt hlm 132-135); perspektif
lain dikemukakan dalam (Jafri, S.H.M. Op cit hlm 63-66).
0 Comments