MAKALAH
KONFLIK, KEKERASAN DAN PERDAMAIAN
Disusun
Oleh :
Nama : 1. Agesta
Handayani
2. Aprika wanti Pratama
3. Aris
4. Asep Mulyono
5. Batara nanda
6. Darmawan Junata
7. Dede Agung Syahputra
Kelas : XI IIS 2
Guru Pembimbing :
NAMA SEKOLAH
Tahun
Pelajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR
Segala puji
hanya milik Allah SWT, Tuhan sumber segala ilmu pengetahuanyang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Shalawat dan
salam selalu terlimpah curahkan kepada Rasulullah
SAW. Berkat rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan
tugas makalah
Makalah ini disusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri sendiri maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna.
`Untuk itu, penulis menerima berbagai saran maupun kritikan
yang bersifat membangun. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih, semoga tulisan ini bermanfaat
bagi para pembaca.
Novermber 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
SOSIOLOGI KONFLIK DAN KEKERASAN.............................................. 2
2.2
PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL : MODEL, PROSES, DAN
ANATOMI....................................................................................................... 3
2.3
MEMBANGUN PERDAMAIAN DAN ANTI KEKERASAN..................... 3
2.4 PERDAMAIAN DAN ANTI KEKERASAN : WACANA DAN
AGENDA
KEDEPAN...................................................................................... 4
BAB VII PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 5
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 7
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Interaksi dengan kepentingan yang
beragam secara ekonomi, politik, dan social budaya pada gilirannya akan
mendorong berbagai macam konflik atau pertentangan. Disadari, konflik merupakan
bagian dari realitas kehidupan manusia. Tanpa konflik, manusia tidak akan
tumbuh dan berkembang secara optimal dan dewasa.
Tahap lanjut dari konflik biasanya
adalah munculnya perilaku kekerasan. Dengan demikian, yang mendasar bagi
masyarakat adalah kecakapan mengelola konflik yang cenderung destruktif
(merusak) ke arah konstruktif (membangun), sehingga perdamaian dan anti
kekerasan menjadi nilai budaya yang mampu meredam bagi munculnya konflik yang
bernuansa kekerasan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Konflik dapat dilihat sebagai sarana dan
konflik sebagai tujuan. Konflik terbagi 2 macam, yakni konflik realistik dan
konflik non realistik. Konflik realistik adalah konflik yang timbul karena
tuntutan-tuntutan tertentu dan diarahkan pada objek tertentu. Sebaliknya
konflik non realistik, konflik itu sendiri adalah tujuan, tidak dikondisikan
oleh objek dan berfungsi untuk meredakan ketegangan dari sekurang-sekurangnya
salah satu pihak yang bertentangan.
Kekerasan
Para ilmuwan dalam bidang ilmu sosial tampaknya terbagi ke dalam 2 pandangan. Menurut perspektif sosiologis, kekerasan muncul sebagai respons tidak langsung sebagai struktur sosial, yakni : 1) karena adanya control sosial yang berlebihan sehingga menindas kebebasan-kebebasan individu yang kemudian frustrasi; atau 2) karena tiadanya kontrol sosial yang diperlukan sehingga mendatangkan kekacauan
Perdamaian
Adalah suatu proses pertarungan multidimensional yang tidak pernah berakhir dalam usaha untuk mengubah kekerasan.
Para ilmuwan dalam bidang ilmu sosial tampaknya terbagi ke dalam 2 pandangan. Menurut perspektif sosiologis, kekerasan muncul sebagai respons tidak langsung sebagai struktur sosial, yakni : 1) karena adanya control sosial yang berlebihan sehingga menindas kebebasan-kebebasan individu yang kemudian frustrasi; atau 2) karena tiadanya kontrol sosial yang diperlukan sehingga mendatangkan kekacauan
Perdamaian
Adalah suatu proses pertarungan multidimensional yang tidak pernah berakhir dalam usaha untuk mengubah kekerasan.
2.1 SOSIOLOGI KONFLIK
DAN KEKERASAN
Dalam kehidupan sehari-hari,
kecenderungan individu menandai perbedaan sikap antar masing-masing, memang
sulit dihindarkan. Padahal, pergaulan yang diikuti perilaku membeda-bedakan
kepada asal usul individu pada kelompok etnik tertentu, bisa melahirkan
lingkaran kebencian manakala tidak ada usaha pencairan. Situasi perjumpaan
antarindividu yang semula wajar bisa menjadi arena saling melecehkan.
Akibatnya, relasi antar kelompok masyarakat menjadi sangat rentan. Bahkan,
masing-masing kelompok etnik yang berbeda menjadi mudah terpengaruh.
2.2 PENYELESAIAN
KONFLIK SOSIAL : MODEL, PROSES, DAN ANATOMI
Indonesia adalah sebuah masyarakat
majemuk/bhinneka tunggal ika, yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri atas
masyarakat-masyarakat suku bangsa yang dipersatukan dan diatur oleh sistem
nasional.
Dalam menangani sebuah konflik ada
beberapa istilah yang biasa digunakan yang dibedakan berdasarkan tujuan-tujuan
kegiatan dilakukan : 1) pencegahan konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya
konflik yang keras 2) penyelesaian konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku
melalui suatu persetujuan perdamaian 3) pengelolaan konflik bertujuan untuk
membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang
positif bagi pihak-pihak yang terlibat 4) resolusi konflik menangani
sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan
lama di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
A. Dilema dalam Penanganan Konflik Etnis
Di atas segalanya, penanganan dan
pencegahan pembunuhan, pembersihan, atau pengusiran akibat konflik etnis perlu
mendapat prioritas dalam pembuatan kebijakan. Bukan saja karena kita dibangun
di atas keragaman etnis, tapi juga karena kesadaran universal. Dengan demikian,
menunda penanganan masalah etnis berarti percepatan menuju keterasingan, baik
dari komunitas internasional maupun dari tataran kemanusiaan, serta
bertentangan dengan cita-cita UUD 1945 yang menjadi dasar NKRI.
2.3 MEMBANGUN
PERDAMAIAN DAN ANTI KEKERASAN
Hakikat mendalam dari perdamaian tidak
hanya ketiadaan suatu peperangan/konflik kekerasan. Dalam mengembangkan
cara-cara yang menunjang transformasi konflik internal yang berbahaya, kita
harus mempunyai komitmen untuk menciptakan perjanjian yang adil dan abadi
melalui alat perdamaian yang menyeluruh dengan mengakui bahwa konflik yang
tidak berbahaya dapat menjadi suatu kekuatan yang konstruktif menuju perubahan.
Proses terciptanya budaya perdamaian memerlukan niat baik, keterlibatan, dan
keseriusan semua pihak, terutama mereka yang terlibat langsung dalam kekerasan
yang terjadi. Proses tersebut merupakan perjalanan panjang yang harus dilakukan
dengan sabar. Perdamaian tidak mungkin terjadi jika trauma dan luka akibat
kekerasan yang terjadi masih menganga lebar. Perdamaian pun tidak mungkin
didorong jika berbagai ketidakadilan masih terjadi.
2.4
PERDAMAIAN DAN ANTI KEKERASAN : WACANA
DAN AGENDA KEDEPAN
Perdamaian merupakan tahap yang sangat
menentukan bagi terwujudnya kesejahteraan umat manusia. Unsur yang paling
mendasar dan terpenting dari pengertian umum perdamaian tersebut adalah adanya
“pengakuan (kesalahan sendiri)”, sehingga memunkinkan terjadinya proses saling
melupakan (sakit hati, dendam, atau kepedihan yang diakibatkan oleh
perselisihan atau pertikaian yang telah terjadi) dan memaafkan satu sama lain”.
Dengan kata lain, “ saling member dan
menerima” (take and give), kata orang lain selama ini , atau dalam ungkapan
lainnya yang kini banyak digunakan dalam berbagai proses perdamaian di seluruh
dunia “Lupakan dan maafkan” (forgot and forgive).
A. Pelajaran dan Nilai-nilai yang dapat
Dipetik
Berdasarkan kajian dari success story
proses rekonsiliasi di Afsel serta berdasarkan pengamatan empiris, maka ada 9
faktor untuk terjadinya suatu rekonsiliasi dan perdamaian, yaitu : 1) visi yang
kuat untuk masa depan 2) membangun sistem hukum 3) partisipasi kelompok
masyarakat sipil 4) penggunaan atribut/cara local 5) leadership 6) media
kampanye 7) berfokus kepada korban 8) workshop kritis 9) penggunaan fasilitator
BAB
VII
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ada beberapa hal penting yang perlu
direnungkan terutama dalam konteks pencegahan konflik di Indonesia di masa
mendatang.
1) diperlukan
suatu visi bersama dari bangsa Indonesia untuk menata masa depan yang lebih
baik dengan berlandaskan pada pengembangan nilai-nilai kebangsaan, demokrasi,
dan HAM
2) membangun
sistem hokum yang adil, transparan, dan tidak diskriminatif dalam rangka untuk
mencegah konflik dan menyelesaikan konflik
3) pendidikan
resolusi konflik dan perdamaian bagi masyarakat luas perlu terus
disosialisasikan, sehingga masyarakat mempunyai kemampuan sendiri untuk
menyelesaikan konflik dan menciptakan perdamaian di masa mendatang
4) peran
media massa yang pro-damai dalam kerangka pencegahan konflik perlu dioptimakan,
terutama peran media massa local
5) kerjasama
yang sinergis antara Pemerintah dan masyarakat mutlak dibutuhkan dalam upaya
penanganan dan pencegahan konflik sosial di Indonesia.
B.
Langkah-langkah Strategis Menuju Terwujudnya Perdamaian dan Anti Kekerasan
1) mereduksi klaim kebenaran
2) dialog antar-Agama (aliran)
3) dialog budaya
C.
Pasca Kesepakatan Damai
Penyelesaian damai untuk konflik di
daerah, baik konflik suku, agama, politik, maupun SDA, harus mendapat perhatian
amat serius dari segala pihak termasuk Pemerintah Pusat, sebab konflik itu
sudah berdimensi nasional. Bahkan, dunia internasional seringkali menaruh
perhatian serius.
Ada 2 hal yang harus diupayakan terus
menerus pasca kesepakatan perdamaian, yaitu : 1) menangani insiden awal ->
insiden awal sekecil apapun yang melibatkan warga kelompok yang bertikai, harus
segera ditangani aparat keamanan dengan mengedepankan wibawa hokum dan
penegakkan hukum yang tegas 2) mencegah pembusukkan kolektif -> kesepakata
damai di atas kertas di ruang tertutup sering melupakan fakta pembusukkan
kolektif yang hidup di alam bawah sadar kellompok bertikai. Kesepakatan damai
belum mampu meniadakan rasa permusuhan sampai ke akar-akarnya. Proses
rekonsiliasi sepenuh hati butuh waktu. Tujuan jangka panjang dari kesepakatan
damai adalah mengembalikan rasa saling percaya yang sempat hilang. Rasa
tersebut diantara kelompok-kelompok bertikai tidak dapat tumbuh bersama-sama
dengan proses pembusukkan kolektif. Proses tersebut harus dicegah dan
melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dalam resolusi konflik dan perdamaian.
DAFTAR
PUSTAKA
http://mirani-mirani.blogspot.co.id/2010/11/konflik-kekerasan-dan-perdamaian.html
http://cerdassosiologi.blogspot.co.id/2016/12/konflik-kekerasan-dan-perdamaian.html
0 Comments